KabarTerkini

Menulis Kisah dalam Sajak Bersama M. Aan Mansyur

JAKARTA, biem.co – Pada 8 Juli lalu, Bentara Muda mengadakan kegiatan rutin yaitu Beranda Sastra yang ke-8 bertajuk “Kelas Kreatif Menulis Kisah dalam Sajak Bersama M. Aan Mansyur”. Acara tersebut bertempat di Bentara Budaya Jakarta, mulai pukul 15.30-18.00 WIB.

M. Aan Mansyur sendiri kita kenal sebagai penyair kondang Indonesia, buku-bukunya sudah banyak yang kita kenal, seperti: Melihat Api Bekerja, Sebelum Sendiri, Cinta yang Marah, dan masih banyak lagi. Pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 14 Januari 1982 ini, juga dipercaya Mira Lesmana membuat puisi-puisi untuk film Ada Apa Dengan Cinta 2?. Puisi-puisi pada film tersebut akan Anda temukan di buku kumpulan puisinya yang berjudul Tidak Ada New York Hari Ini.

Pada kelas kreatif yang berdurasi kurang lebih dua jam tersebut, Aan menjelaskan tentang puisi menurutnya. Ia pun merasa bahwa puisi itu tersembunyi dan terkadang kita tertipu tidak melihat hal-hal kecil yang bisa dibuat sebagai puisi.                      

“Orang tidak makan mungkin akan mati, tapi tidak ada yang mau makan setiap saat. Puisi itu gak harus selalu ditulis, saya pembaca puisi jadi kemana-mana saya membaca puisi, saya pun tidak selalu menulis puisi dan saya baik-baik saja hingga sekarang,” candanya pada audiens.

Aan juga melanjutkan bahwa menulis puisi sebetulnya adalah sering berpikir untuk mengatakan atau tidak mengatakan sesuatu, yang mana yang mau kita tunjukkan dan tidak kita tunjukkan, “menulis puisi itu sering kali jauh lebih penting dengan kata apa yang kita pilih ketimbang apa yang Anda lihat, menulis puisi bukan seni melatih kata-kata indah, tapi justru yang tidak terlihat disitu yang membuatnya berpikir apa yang membuatnya istimewa,” lanjutnya.

Penyampaian yang dibawakan oleh Aan cukup santai dan nyaman, hingga sesi penanya pun dimulai, ketika salah seorang penanya menanyakan siapa penyair yang mempengaruhi Aan Mansyur, ia menjawab Subagio Sastrowardoyo dan menceritakan sedikit mengapa ia menyukai penyair tersebut.

“Penyair Indonesia yang membuat saya berpikir bahwa puisi adalah sesuatu itu Subagio Sastrowardoyo. Jadi waktu saya lari dari pesantren, tidak kuat diceramahi, tidak kuat menghafal Al-Qur`an, disana juga saya jarang punya teman, saya mengurung diri di perpustakaan, di perpustakaan saya menemukan buku puisi Subagio Sastrowardoyo, dan saya merasa ini puisi yang saya inginkan, saya ingin menulis puisi yang pendek-pendek begini tapi dengan sesuatu yang tidak ada habis-habisnya,” pungkasnya.

Kemudian acara ditutup dengan book signing dan foto bersama. (uti)

Editor:

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button