InspirasiOpini

Fakhrur Khafidzi: Gerakan Kebudayaan Pupuk Terbaik Bangsa Kita

Oleh Fakhrur Khafidzi

biem.co — Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dari berbagai ragam kelompok suku, etnis, budaya, bahasa, agama dan lain-lain. Dengan keragaman tersebut, maka bangsa Indonesia dapat dikatakan sebagai bangsa yang mempunyai “multikultural”.

Berdasarkan data dari Sensus Penduduk terakhir yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, diketahui jumlah suku di Indonesia yang berhasil terdata sebanyak 1.128 suku bangsa dan sedikitnya ada 442 bahasa daerah di Indonesia. Namun jumlah tersebut bisa saja kurang dari jumlah yang sebenarnya, hal ini dikarenakan luas wilayah Indonesia yang begitu luas dan terdapat beberapa wilayah pedalaman yang masih sulit dijangkau.

Dari zaman dahulu kebudayaan telah melekat di dalam masyarakat Indonesia, kebudayaan tersebut sangat beragam antara wilayah satu dengan wilayah yang lain pun akan berbeda. Kita sebagai generasi penerus hanya mewarisi dan diharapkan agar menjaga dan melestarikan kebudayaan tersebut. Namun di era sekarang ini, lunturnya budaya bangsa sebagai identitas negara sangat terasa, hingga banyak terjadi kemelut persoalan akibat kebudayaan yang sering terjadi akhir-akhir ini. Kemelut yang terjadi di Indonesia disebabkan hilangnya budaya asli bangsa yang terkontaminasi budaya Barat, sehingga negara ini kehilangan arah dalam mengimbangi kemajuan zaman.

Masyarakat zaman dahulu memiliki sikap sosial yang tinggi antar sesama dan memiliki kesadaran untuk menaati peraturan yang ditetapkan pemerintah. Akan tetapi, sekarang hal itu sangat sulit ditemukan. Selain sikap sosial yang tinggi, rakyat zaman dulu juga memiliki kepedulian yang tinggi dalam menjaga lingkungan di sekitarnya, sehingga kondisi alam pada era tersebut sangat cantik dan menawan. Sebaliknya, pada zaman modern seperti sekarang, sikap seperti itu tampaknya sudah luntur di hati rakyat Indonesia, sehingga alam menjadi panas dan tidak bersahabat lagi dengan manusia karena telah tercemari. Dahulu kondisi itu tidaklah separah seperti zaman sekarang ini, saat itu nilai- nilai religius masih sangat dijaga dan sangat dipatuhi dengan baik.

Namun sejak masuknya pengaruh budaya-budaya barat ke negeri kita tercinta ini hal itu mulai luntur berlahan lahan. Nilai-nilai religius khususnya islam sangatlah kental pada saat itu, namun sekarang generasi muda sebagai generasi penerus dengan bangganya memperlihatkan auratnya seperti orang-orang bule. Ditambah lagi pergaulan bebas, narkoba dan tawuran menjadi budaya dikalangan generasi muda saat ini sehingga menambah kemelutnya bangsa kita. Kalau dibandingkan antara zaman sekarang dan zaman dahulu, dapat diibaratkan seperti bumi dan langit. Sangat memprihatin melihat bangsa kita saat ini, moral masyarakat sudah sangat jauh dari etika ketimuran bangsa kita.

Budaya asli kita yang rapuh dan luntur ini menyebabkan kemelut atau persoalan bangsa kita semakin kompleks. Sikap saling menghargai mulai sulit kita jumpai, sikap egois semakin merajalela sopan santun yang muda terhadap yang tua semakin menjadi barang mewah, sungguh budaya sangat luntur dari masyarakat kita sekarang. Karena lunturnya kebudayaan bangsa yang ramah, santun, saling tolong menolong dan pekerja keras maka menambah begitu banyak persoalan bangsa. Kemiskinan di mana-mana, pencurian merajalela, dan masih lebih banyak lagi yang lainnya. Rapuh dan lunturnya kebudayaan Indonesia sangat terasa sekali, Indonesia juga mengalami krisis kebangsaan yang ditandai dengan memudarnya karakter bangsa, anjloknya wawasan kebangsaan sudah tampak begitu nyata. Survei yang dilakukan terhadap siswa kelas 4-6 sekolah dasar di sembilan kecamatan di Kabupaten Labuhan Bajo menemukan beberapa fakta memprihatinkan. Tidak satu pun di antara siswa itu yang hafal lagu kebangsaan Indonesia Raya, ada siswa yang tidak tahu bendera Republik Indonesia, hanya seorang siswa yang hafal Pancasila, dan sebagian besar siswa hanya hafal sila pertama Pancasila.

Pudarnya wasawan kebangsaan terjadi hampir merata. Dalam survei yang lebih luas di 181 kabupaten/kota di 33 propinsi, dengan 12.056 responden, juga ditemukan fakta yang mencengangkan. Sekitar 10 persen responden tidak mampu menghafal Pancasila secara lengkap, sebanyak 67-78 persen responden tidak tahu NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, dan 49 persen remaja Indonesia tidak meyakini relevansi Pancasila sebagai dasar negara.

Inilah pentingnya pemahamab kebudayaan dalam keseluruhan program pembangunan bangsa menuju Indonesia yang adil, makmur, demokratis dan sejahtera. Tanpa pembangunan kebudayaan, baik itu kesenian, sastra, tradisi lokal ataupun pemikiran budaya, sebuah bangsa akan kehilangan spirit dan ruh kehidupan masyarakatnya.

Peran budaya dalam membangun bangsa sangat mendasar karena menyangkut nilai-nilai kehidupan yang melandasi sebuah tatanan kehidupan masyarakatnya. Beberapa Contoh Poin poin penting Pada Nilai kebudayaan:  Kemajuan Korea Selatan adalah sebuah contoh nyata bagaimana kebudayaan mereka berhasil dikapitalisasi menjadi produk-produk industri kreatif. Hal ini hanya dimungkinkan jika nilai-nilai budaya mereka telah mengakar kuat sebagai sendi kehidupan masyarakat. Artinya, rakyat Korea adalah masyarakat yang menjadikan tradisi dan budaya mereka sebagai landasan dalam setiap sendi kehidupan.

Contoh berikutnya: Sebuah Masjid umumnya dipahami oleh masyarakat sebagai tempat ibadah khusus, seperti shalat, padahal fungsi masjid lebih luas dari itu. Pada zaman Rasulullah, masjid berfungsi sebagai pusat peradaban. Nabi mensucikan jiwa kaum muslimin, mengajar Al-qur’an dan Al-hikmah, bermusyawarah berbagai permasalahan umat hingga masalah upaya-upaya peningkatan kesejahteraan umat. Hal ini berjalan hingga 700 tahun, sejak Nabi mendirikan masjid yang pertama, fungsi masjid dijadikan simbol persatuan umat dan masjid sebagai pusat peribadatan dan peradaban. Sekolah-sekolah dan universitas-universitas kemudian bermunculan justru dari masjid. Masjid Al Azhar di Mesir merupakan salah satu contoh yang dapat dikenal oleh umat Islam di Indonesia maupun dunia. Masjid ini mampu memberikan bea siswa bagi para pelajar dan mahasiswa, bahkan pengentasan kemiskinan merupakan program nyata masjid.

Itulah poin penting Sebuah Kebudayaan, yaitu bahwa seni-budaya memiliki fungsi lain yang sangat mendasar. Pendidikan yang juga seperti halnya, Korea Selatan, bisa menggerakkan ekonomi masyarakat, begitupun umat Islam menjadikan fungsi masjid sebagai simbol persatuan umat dan masjid sebagai pusat peribadatan dan peradaban. Oleh karenanya, masyarakat yang kehilangan nilai budaya dan tidak mampu mengaktualisasikan seni-budaya mereka akan menjadi masyarakat yang kehilangan fondasi etik dalam tatanan kehidupan mereka. Fungsi pendidikan kebudayaan adalah pembangunan karakter suatu masyarakat. Itulah peran fundamental pendidikan kebudayaan.

Peran budaya dalam membangun dan memajukan bangsa adalah membentuk karakter dan moral bangsa. Krisis karakter, generasi muda yang tidak punya prinsip dan integritas adalah indikasi kegagalan pembangunan kebudayaan, upaya membangun karakter bangsa ini dalam Gerakan Revolusi Mental dan Pendidikan Karakter melalui Gerakan Kebudayaan adalah sebuah langkah dan pupuk terbaik dalam mengatasi adanya indikasi krisis di kalangan generasi muda saat ini serta upaya menghidupkan spirit kebudayaan yang harus ditanamkan sebagai fondasi pembentukan karakter bangsa. (*)


Fakhrur Khafidzi, Demisioner Presiden Mahasiswa IAIB Serang Kabid PTKP HMI Komisariat IAIB Serang. 


Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi.

Editor: Andri Firmansyah

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Back to top button