biem.co —Jika kita mengamati kehidupan di sekitar kita, bahkan kehidupan kita sendiri, akan terlihat bahwa sejatinya kehidupan merupakan rangkaian proses dari satu peristiwa atau momen ke peristiwa lain. Semua melakukan gerakan baik dalam kacamata fisik sebagai manusia, pada sudut pandang makro kosmos, sekaligus dengan tinjauan mikro kosmos.
Pada alam mikro, ketika kita menarik nafas maka akan tersedot oksigen untuk menghasilkan energi pada level seluler dan melepaskan karbon dioksida yang dapat dipastikan akan menghasilkan rentetan proses sehingga mempengaruhi alam makro. Bahkan ketika menarik nafas dalam-dalam, maka tubuh akan mengeluarkan hormone endorphin dan rangkaian bio kimia kompleks lainnya yang membutuhkan pejelasan ilmiah, setelah dilakukan serangkaian kajian dan penelitian sesuai bidang yang terkait.
Ribuan hingga jutaan aktifitas yang terkait dengan kegiatan ‘sederhana’ seperti bernafas, padahal dalam 1 menit kehidupan, dapat dipastikan aktifitas kita sebagai manusia bukan hanya bernafas.
Ya, itulah kehidupan. Kehidupan bergerak dengan iramanya sendiri mengikuti ketentuan alam atau yang sering dikenal dalam terminologi Islam dengan istilah ‘sunatullah’. Berbagai aspek kehidupan dan penghidupan saling terkait satu sama lain mengikuti ritme yang telah di tulis oleh Sang Maha Pencipta pada sebuah kitab ‘nyata’ yang disebut ‘lauhul mahfudz’.
Pengamatan terhadap berbagai aspek yang terjadi dalam kehidupan akan membawa nalar kita untuk mengetahui kaitan-kaitan yang terjadi, baik dalam bentuk hubungan sebab akibat secara langsung, maupun tidak langsung karena terhubung melalui variabel-variabel unsur kehidupan yang lain. Mencermati kaitan-kaitan tersebut mengantar kita untuk menyelami berbagai pengajaran yang diberikan oleh kehidupan. Inilah esensi dari kata pembelajar kehidupan.
Baca Juga
Keterkaitan ini, mengingatkan penulis kepada perkataan Prof. Masudul Alam Chowdhury tentang ‘circular causation’, sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebuah hubungan yang kompleks dan saling terkait antara satu fenomena dengan fenomena lainnya yang terjadi terus menerus dalam kehidupan manusia.
Betapa luas dan kompleksnya kehidupan memberikan samudera ilmunya, tergambar dalam makna surat Ali-Imran ayat 190 yang berbunyi “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”.
Yang dimaksud tanda tanda tersebut adalah bukti bukti kebesaran Sang Maha Pencipta kehidupan yakni Allah SWT. Dimana bukti bukti tersebut dapat ditemukan, dilihat, dan dipelajari oleh orang orang yang berakal atau Ulul Albab.
Jika dikutipkan tafsir ibnu katsir untuk ayat tersebut maka akan di temukan kalimat yang berbunyi: inna fii khalqis samaawaati wal ardli, (“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi.”) Artinya, yaitu pada ketinggian dan keluasan langit dan juga pada kerendahan bumi serta kepadatannya. Dan juga tanda-tanda kekuasaan-Nya yang terdapat pada ciptaan-Nya yang dapat dijangkau oleh indera manusia pada keduanya (langit dan bumi), baik yang berupa bintang-bintang, komet, daratan dan lautan, pegunungan, dan pepohonan, tumbuh-tumbuhan, tanaman, buah-buahan, binatang, barang tambang, serta berbagai macam warna dan aneka ragam makanan dan bebauan,
Wakh-tilafil laili wanna Haari (“Dan silih bergantinya malam dan siang.”) Yakni, silih bergantinya, susul menyusulnya, panjang dan pendeknya. Terkadang ada malam yang lebih panjang dan siang yang pendek. Lalu masing-masing menjadi seimbang. Setelah itu, salah satunya mengambil masa dari yang lainnya sehingga yang terjadi pendek menjadi lebih panjang, dan yang diambil menjadi pendek yang sebelumnya panjang. Semuanya itu merupakan ketetapan Allah yang maha perkasa lagi maha mengetahui.
Oleh karena itu Allah berfirman: la aayaati li-ulil albaab (“Terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal [Uulul Albaab].”) Yaitu mereka yang mempunyai akal yang sempurna lagi bersih, yang mengetahui hakikat banyak hal secara jelas dan nyata. Mereka bukan orang-orang tuli dan bisu yang tidak berakal”
Dalam bahasa yang sederhana dari tafsir tersebut, dapat dikatakan bahwa berbagai fenomena yang terjadi antara langit dan bumi, yakni pada berbagai peristiwa yang terjadi sepanjang kehidupan, jika dicermati, dihayati, dan direnungkan dengan menggunakan berbagai instrumen sensorik seperti mata, telinga, perasaan dan diolah dengan akal pikiran maka akan berisi penuh dengan tanda-tanda kekuasaan Sang Maha Pencipta.
Kemampuan untuk menggali berbagai tanda-tanda kekuasaan Allah SWT tersebut, tidak mungkin tercapai tanpa kita melakukan kegiatan pembelajaran terhadap kehidupan. Karena kehidupan itu tidak statis, melainkan dinamis, selalu bergerak, selalu berproses dengan menyebarkan sinyal yang memiliki makna, yang sering kita sebut dengan istilah hikmah kehidupan.
Berbagai rumus matematika, fisika, dan kimia merupakan simpulan hasil dari pembelajaran yang dilakukan terhadap serangkaian proses-proses kehidupan dan kejadian yang mengiringnya. Berbagai ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, bahkan ilmu politik merupakan hasil upaya dari para pembelajar untuk menemukenali dan melakukan pencatatan berbagai aspek yang dilakukan dan dialami oleh manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia serta lingkungan sosialnya. Sementara ilmu biologi, psikologi dan kedokteran merupakan hasil introspeksi manusia terhadap kondisi fisik, jiwa, dan mentalnya serta pengamatan terhadap mahluk hidup yang ada di sekitarnya.
Termasuk jika mengamati berbagai kemajuan teknologi yang ada di sekitar kita. Semua aplikasi teknologi hari ini, bermula dari keinginan keras manusia untuk mencontoh yang terjadi dalam kehidupan. Bukan kah kapal terbang yang diciptakan meniru bagaimana burung dapat terbang di udara? hingga neuro system computer yang dibuat dengan meniru kemampuan berpikir manusia.
Jika demikian adanya, bukankah kehidupan itu penuh dengan ilmu, pengetahuan, dan hikmah yang dapat di pelajari bagi manusia yang memiliki akal pikiran? Percayalah, otak manusia yang diciptakan oleh Allah SWT memiliki kemampuan untuk menerima dan melakukan berbagai proses yang diperlukan terhadap apa yang dilihat dan dirasakannya, sepanjang ditujukan untuk menyimak berbagai kekuasaan-Nya sehingga meningkatkan rasa syukur kita dan memperkuat kepatuhan terhadap berbagai ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT sebagai Sang Maha Pemilik Kehidupan.
Jadi, buka hati, pikiran, dan perasaan untuk menyerap apa yang terjadi di sekitar kita, biarkan akal dan nalar kita yang merespon berbagai masukkan tersebut. Akal dan nalar kita akan membuat catatan-catatan penting terhadap berbagai peristiwa yang berlalu lalang dihadapan kita dan endapkan semua hal tersebut, hingga akan terjalin secara otomatis benang-benang merah, yang menghubungkan antara satu sama lain berbagai fenomena yang telah dan sedang terjadi. Lalu ambil hikmah atau pelajarannya, karena setiap peristiwa akan memberi makna yang memperkaya kehidupan itu sendiri, sehingga dengan demikian, anda sedang menjadi pembelajar kehidupan.
Boyke Pribadi, lahir di Bandung, 25 Juli 1968. Adalah Dosen di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Banten, Alumni Taplai Lemhannas, serta aktif menulis artikel tentang politik, ekonomi, dan pelayanan publik. Ketua Umum MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) Provinsi Banten. Pernah menjadi Anggota Tim Pemeriksa Daerah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (TPD-DKPP) Provinsi Banten (2015-2017). Direktur komunikasi & kerjasama Banten Institute of Regional Development (BIRD). Penggagas scenario planning “Banten 2045”, Sekretaris Umum ICMI Provinsi Banten.