Pembentukan karakter kebangsaan yang kuat, melalui proses pendidikan akademik di ruang kelas dan non-akademik di luar ruang kelas, telah membuktikan bahwa Soekarno merupakan seorang pelopor pembelajar merdeka yang pada hakikatnya mendasari konsep Merdeka Belajar. Rekam jejak pendidikan Soekarno telah mencetak sebuah pribadi yang memiliki kualitas, menjadi penggerak dan mampu bersaing dengan bangsa lain melalui perjuangan untuk membangkitkan rasa nasionalisme, memperjuangkan rakyat dan pada akhirnya, dapat memerdekakan Indonesia.”
biem.co – Setiap tanggal satu juni, Bangsa Indonesia memperingati hari lahirnya Pancasila. Salah satu tokoh penggagas dan perumus sila sila dasar negara Pancasila, adalah Soekarno, sang pembelajar merdeka. Sebagai sosok pembelajar merdeka, Soekarno banyak belajar dari berbagai peristiwa dan pengalaman selama beraktifitas sebagai pelajar dan pemuda pergerakan.
Soekarno juga sangat haus ilmu, gemar membaca buku dan menelaah untuk diambil intisarinya sebagai bekal dalam menjalani aktifitas. Berbagai jenis buku yang dibaca sangat beragam, dari buku mengenai politik, sejarah, ekonomi, sosial, biografi tokoh-tokoh besar dunia maupun buku-buku agama. Hasil dari budaya baca yang ditekuni, Soekarno menjadi pribadi yang memiliki kapasitas intelektual tinggi, keluasan pandangan berpikir. Hal tersebut menjadi pondasi kuat untuk tetap berkomitmen dan konsisten berjuang untuk kemerdekaan NKRI dari segala bentuk penindasan dan penjajahan.
Pembentukan karakter kebangsaan yang kuat, melalui proses pendidikan akademik di ruang kelas dan non akademik di luar ruang kelas, telah membuktikan bahwa Soekarno merupakan seorang pelopor pembelajar merdeka yang pada hakikatnya mendasari konsep Merdeka Belajar. Rekam jejak pendidikan Soekarno telah mencetak sebuah pribadi yang memiliki kualitas, menjadi penggerak dan mampu bersaing dengan bangsa lain melalui perjuangan untuk membangkitkan rasa nasionalisme, memperjuangkan rakyat dan pada akhirnya, dapat memerdekakan Indonesia.
Pendidikan menjadi elemen penting dalam pandangan Soekarno pasca proklamasi dan saat Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia. Hal ini Soekarno tegaskan, bahwa keadaan masyarakat Indonesia ke depan dapat dilihat dengan kondisi pendidikannya saat ini, bila pendidikan saat ini berjalan dengan baik maka ke depan kehidupan masyarakat Indonesia akan mengalami peningkatan yang lebih baik pula.
“Sesuatu bangsa mengajar dirinya sendiri! Sesuatu bangsa hanyalah dapat mengajarkan apa yang terkandung dalam jiwanya sendiri! Bangsa budak belian akan mendidik anak-anaknya di dalam roh perhambaan dan penjilatan; bangsa orang merdeka akan mendidik anak-anaknya menjadi orang-orang yang merdeka…” Soekarno (2019, p. 675)
Soekarno beranggapan bahwa esensi pembelajaran suatu bangsa itu harus berasal dari kandungan dan jiwa bangsa itu sendiri. Bangsa Indonesia yang telah merdeka wajib mendidik generasi berikutnya dengan prinsip prinsip dasar kemerdekaan. Oleh karenanya, Soekarno menganggap pendidikan sebagai instrumen penting untuk dapat mendukung keberlanjutan kemerdekaan Indonesia.
Soekarno juga memiliki pandangan bahwa keterbukaan, dilaksanakan secara merdeka dan sesuai prinsip demokrasi pada bidang pendidikan harus dijalankan (Firdaus, 2016). Demokratisasi pendidikan bagi Soekarno yaitu berupa penegasan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh pelaksana pendidikan kepada peserta didik dalam kondisi yang senang, bebas, penuh keceriaan tanpa perasaan takut dan tekanan (Pangestu & Rochmat, 2019).
Kondusivitas pada aktivitas pembelajaran, baik itu demokrasi dan persamaan hak akan menumbuh kembangkanpikiran-pikiran kritis, open-minded, mandiri dan berdemokrasi dalam mengemukakan pendapat sehingga akan menghasilkan individu-individu yang merdeka dalam belajar, berkualitas penuh terhadap kompetensi keilmuwannya (Firdaus, 2016).
Perhatian pada dunia Pendidikan oleh pemerintah juga menjadi landasan pembentukan Negara Indonesia yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (pembukaan UUD 1945 alinea IV) melalui suatu sistem pendidikan nasional. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Soekarno membentuk sebuah Kementerian yang saat itu diberi nama Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K). Kementerian tersebut dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara. Selain itu, Soekarno juga mendorong percepatan pendirian beberapa universitas di setiap provinsi di seluruh Indonesia.
Gagasan dan pandangan Soekarno tersebut merefleksikan prinsip fundamental dari Merdeka Belajar, dimana substansi Merdeka Belajar ingin menciptakan suasana belajar yang menggembirakan di sekolah (Makarim, 2020). Kemerdekaan dalam memperoleh akses pendidikan merupakan bentuk dari transformasi perubahan dalam dunia pendidikan yang tadinya terdapat sekat-sekat penghambat dari imperialisme penguasa menuju kemerdekaan hakiki. Kondisi tekanan, diskriminasi, perbedaan hak karena gender, menjadi hal pokok yang ingin dirubah oleh Soekarno, sehingga sistem pendidikan yang dihiasi dengan inovasi-inovasi, penggerak perubahan, berwawasan luas dapat terwujud.
Filsafat pendidikan yang digagas Soekarno, merupakan bagian dari esensi Merdeka Belajar, yakni kemerdekaan berpikir dengan keleluasaan yang terarah dalam rangka pengembangan kompetensi keilmuwan serta penguatan literasi dan karakter.
Relevansi Merdeka Belajar dengan gagasan Soekarno, pada akhirnya memiliki kesamaan tujuan yakni menghasilkan pendidikan berkualitas dengan diwujudkannya Profil Pelajar Pancasila. Enam profil pelajar pancasila, antara lain memilliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME, memahami perbedaan keragaman (sikap toleran) dalam persatuan (kebhinekaan), memiliki kemandirian, senantiasa berpikir kritis dan kreatif dan mempunyai kemampuan bergotong royong. Enam profil tersebut telah dijabarkan secara jelas dan kongkrit oleh Soekarno untuk keberlanjutan bangsa yang merdeka.
Sejarah perjalanan pendidikan Soekarno yang merupakan bentuk nyata dari seorang pembelajar merdeka pada saat itu dapat dijadikan tauladan bagi generasi merdeka belajar saat ini.
Ketimpangan perlakuan atau diskriminasi, perbedaan hak, keterbatasan dan tekanan saat mengenyam pendidikan dasar hingga tinggi tidak menjadi hambatan bagi Soekarno untuk terus menjadi pembelajar sepanjang hayat dan bahkan mampu menjadi penggerak bagi perubahan menuju kemerdekaan Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdekaan, untuk keberlanjutan Indonesia sebagai bangsa yang Merdeka, Soekarno menaruh perhatian besar terhadap pentingnya pendidikan. Soekarno juga memiliki pandangan bahwa keterbukaan, dilaksanakan secara merdeka dan sesuai prinsip demokrasi pada bidang pendidikan harus dijalankan, agar peserta didik merasakan proses pendidikan dengan penuh keceriaan dan kegembiraan.
Pandangan kemerdekaan dalam pendidikan ini pada akhirnya akan menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul, adaptif, siap bersaing dengan bangsa-bangsa merdeka lainnya dan memiliki karakteristik enam profil pelajar Pancasila.
Transformasi pendidikan yang digagas Kemendikbudristek RI adalah untuk merespons disrupsi besar yang terjadi dewasa ini, yakni melalui kebijakan merdeka belajar yang filosofinya disintesis dari rekam jejak kehidupan serta pemikiran luas dan mendalam Soekarno.
Sehingga Implementasi Merdeka Belajar melalui Merdeka Belajar – Kampus Merdeka sangat potensial akan melahirkan Soekarno Soekarno millenial, sebagai sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan utuh yang memiliki kecakapan kompetensi ilmu pengetahuan, cinta tanah air dan memiliki semangat nasionalisme yang tinggi, serta sehat jasmani, mental dan spiritual. (Red)
Prof. Dr. Ir. H. Fatah Sulaiman, ST.,MT, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) periode 2019/2023. Memulai jenjang karir sebagai Dosen di Fakultas Teknik, kemudian Doktor pengelolaan Sumber Daya alam dan pengendalian serta pembantu dekan akademik Fakultas Teknik. Kemudian menjadi Wakil Rektor Bidang Kerja Sama Perencanaan dan sistem informasi dari 2011 sampai 2015 dan selanjutnya menjadi Wakil Rektor Bidang akademik Untirta dari 2015 sampai 2019. Dan akhirnya terpilih sebagai Rektor Untirta. Pada tahun 2021 Fatah mendapat gelar Profesor dalam bidang Teknik Kimia.