biem.co – Meski nilai tukar rupiah bergerak melemah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 tetap positif. Pelemahan nilai tukar saat ini diperkirakan bikin kas negara justru ‘untung’ Rp9,5 triliun.
Diansir dari cnni, pernyataan tersebut disampaikan guna menjawab pertanyaan Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Melchias Marcus Mekeng saat rapat bersama pemerintah dan Bank Indonesia (BI) hari ini, Senin (10/9).
“Intinya, apakah pemerintah tetap untung dengan pelemahan rupiah saat ini?” tanya Mekeng kepada bendahara negara itu.
Berita terkait:
Hitung-hitungan Sri Mulyani, setiap pelemahan rupiah Rp100 terhadap dolar AS berdampak pada kenaikan penerimaan negara Rp4,7 triliun dan belanja Rp3,1 triliun.
Berdasarkan informasi perhitungan yang dilakukan CNNI, rata-rata nilai tukar rupiah hingga 7 September tercatat Rp13.997 per dolar AS, melemah Rp597 per dolar AS dari asumsi APBN 2018 sebesar Rp13.400 per dolar AS.
Dengan demikian, berdasarkan perhitungan tersebut, pelemahan rupiah membuat kas negara positif Rp9,55 triliun.
Berita terkait:
“Sebetulnya kami tidak memakai istilah ‘untung-rugi’, karena prinsip mengelola APBN bukan masalah ‘untung-rugi’. Tapi (dampak rupiah yang membuat) kenaikan penerimaan yang lebih tinggi dari belanja, artinya APBN masih positif Rp1,6 triliun,” ungkap Sri Mulyani.
Dirinya menjabarkan pelemahan rupiah sejak awal tahun membuat penerimaan negara dari pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tumbuh 24,3 persen sampai 31 Agustus 2018. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, PNBP hanya tumbuh 20,2 persen.
Selain itu, berdasarkan informasi yang didapat juga, pelemahan rupiah turut memberi dampak pada pos penerimaan pajak. Penerimaan pajak, katanya, sudah tumbuh di kisaran 16,5 persen pada tahun ini. Sedangkan tahun lalu periode yang sama, baru 9,5 persen.
“Secara keseluruhan, penerimaan negara sudah tumbuh 18,4 persen, sedangkan tahun lalu di kisaran 11 persen,” katanya.
Masih dari sumber sama, terhadap belanja, pelemahan kurs paling sensitif mempengaruhi pos belanja subsidi.
Namun, Sri memastikan dampak tidak begitu besar lantaran pengeluaran kas untuk belanja subsidi sejatinya telah diatur secara rinci dari sisi volume hingga harga yang disepakati dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dan PT Pertamina (Persero).
Dengan penerimaan negara yang masih lebih tinggi ketimbang belanja negara, dirinya mengklaim bahwa keseimbangan neraca primer kembali surplus Rp11 triliun.
Berita terkait:
“Pada Juli, primary ballance sempat berubah dari positif ke negatif, tapi sekarang sudah positif lagi. Bahkan kalau dibandingkan dengan tahun lalu, Agustus 2017, keseimbangan primer justru defisit Rp84 triliun. Jadi ini lonjakan yang nyata,” jelasnya.
Sementara, defisit APBN 2018 sampai 31 Agustus 2018 sebesar Rp150 triliun atau lebih rendah dari Agustus 2017 yang mencapai Rp220 triliun.
Pada perdagangan siang ini di pasar spot, rupiah bertengger di level Rp14.870 per dolar AS. Sedangkan kurs referensi BI, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di kisaran Rp14.835 per dolar AS. (Iqbal/red)