Kabar

Informasi Cuaca Jadi Acuan dalam Upaya Pencegahan dan Penanganan Bencana

JAKARTA, biem.co — Masih dalam kegiatan webinar KedaiIklim#4 BMKG yang bertajuk ‘La Nina: Manfaatkan Air Hujan Berlimpah Untuk Kesejahteraan dan Pengurangan Risiko Bencana Hidrometeorologi’, Kepala Pusat Informasi Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab mengatakan, bencana hidrometeorologi merupakan bencana menahun yang kerap terjadi baik pada musim hujan, transisi, maupun kemarau.

“Pada musim hujan, berpotensi terjadi banjir, banjir bandang dan tanah longsor, dimasa transisi biasanya ditandai hujan lebat pada periode singkat disertai angin kencang hingga hujan es. Sedangkan di musim kemarau potensi bencana yang dihadapi berupa karhutla dan gelombang tinggi,” ungkapnya.

Fachri menyampaikan, BMKG menggunakan berbagai sumber data untuk membuat informasi cuaca, mulai dari data pengamatan dengan menggunakan Satelit, serta 42 Radar Cuaca, ribuan peralatan observasi secara digital yg terhubung dengan Internet of Things (IoT), hingga memperhatikan fenomena atmosfer global dan lokal.

“Seluruh data tersebut diolah dengan Pemodelan Numeris secara ‘ensambel’, untuk memberikan hasil Prakiraan dengan resolusi 3 kilometer persegi hingga skala tapak, untuk seluruh kecamatan di Indonesia. Prakiraan Cuaca tersebut disajikan untuk periode 1 hingga 6 hari ke depan, dengan interval waktu tiap 3 jam hingga 6 jam untuk cuaca publik, dan interval waktu update untuk tiap 30 menit bagi cuaca penerbangan (untuk take off dan landing pesawat),” jelasnya.

Bahkan, lanjutnya, BMKG juga sudah menerapkan prakiraan cuaca berbasis dampak, yaitu sebuah perubahan paradigma layanan yang sudah memperkirakan faktor bahaya dan kerentanan.

“Dalam menghadapi berbagai potensi bencana tersebut, sinergi dilakukan mulai dari hulu dengan informasi kesiapsiagaan hingga ikut serta dalam operasi TMC untuk penanganan karhutla,” ucapnya.

Informasi cuaca yang diberikan, masih kata Fachri, bersifat multi layer, dengan periode dari perkiraan panjang, setahun, enam bulan, bulanan, harian bahkan juga periode pendek, dengan harapan informasi yang disebarkan dapat  dimanfaatkan masyarakat untuk berbagai kegiatan multi sektor dan kesiapsiagaan dalam rangka mewujudkan ‘zero victim’ (nol jumlah korbannya).

Sementara itu, Muhammad Saparis Soedarjanto dari Direktorat Perencanaan Evaluasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan, bahwa data dan informasi dari BMKG, menjadi acuan dari berbagai pihak seperti KLHK, dalam upaya pencegahan dan penanganan bencana.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Bidang Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)-Kementerian ESDM, Agus Budianto.

Menurutnya, informasi cuaca menjadi masukan penting untuk peringatan dini longsor (pergerakan tanah) yang dikeluarkan oleh PVMBG.

Ia menambahkan, pergerakan tanah menjadi pola rutin berulang setiap tahun ditambah dengan aktivitas manusia, sehingga peringatan dini sejak jauh hari harus disiapkan.

“Untuk peringatan dini kita sudah punya gambaran secara global, apa yang dilakukan menjelang masa puncak, dengan informasi curah hujan ini menjadi lebih detil lagi,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Kesiapsiagaan BNPB Eny Supartini mengatakan, hingga 28 Desember 2020 bencana di Indonesia masih didominasi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor.

Adapun, kata Eny, program pencegahan yang dilakukan BNPB sudah dilakukan, mulai dari penguatan kelembagaan di daerah, informasi risiko sampai ke level bawah, sistem peringatan dini dan sinergitas antarpihak terkait.

“Kami tetap meminta daerah untuk memantau informasi yang diberikan BMKG, meski BNPB sudah memiliki aplikasi InaRISK sebagai antisipasi jangka pendek dan jangka panjang. Dan yang terpenting, agar informasi bisa sampai ke masyarakat,” tandasnya. (Arief) 

Editor: Esih Yuliasari

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button