BANTEN, biem.co – Santri Milenial Banten mendukung Gibran Rakabumi Raka atau disapa Mas Gibran untuk mewakili generasi muda alias milenial untuk menjadi pemimpin di negeri ini, apa pun bentuk jabatan yang bakal diberikan rakyat melalui sistem demokrasi yang berlaku.
Dukungan Santri Milenial Banten terhadap Mas Gibran memiliki tiga alasan pokok. Pertama, kepemimpinan Mas Gibran di dunia usaha. Kedua, kepemimpinannya di pemerintahan sebagai Walikota Solo. Ketiga, sikapnya yang santun dan humble (rendah hati).
Sosok Mas Gibran merupakan representasi milenial, lahir pada 1 Oktober 1987 atau saat ini (2023) berusia 36 tahun. Generasi milenial yang juga disebut generasi Y lahir pada rentang 1980 – 1995 saat perubahan besar terjadi akibat kemajuan teknologi komunikasi dan informatika.
1. Kepemimpinan di Dunia Usaha
Kepemimpinan Mas Gibran di dunia usaha terlihat dengan merintis bisnis dengan membuka katering bernama Chili Pari dan Markobar, perusahaan kuliner martabak. Kemudian berkembang terus mendirikan lebih 10 usaha untuk menyerap tenaga kerja sebanyak-banyak.
Misal 9 Juni 2018, Mas Gibran mendirikan aplikasi untuk pekerja lepas dan partuh waktu bernama Kerjaholic. Aplikasi ini menghubungkan perusahaan atau perorangan yang membutuhkan pekerja lepas atau paruh waktu dengan si pekerja.
Kemudian Mas Gibran bersama adiknya Kaesang Pangarep mendirikan restoran bernama Mangkoku pada 20 Juli 2019.
Pada 20 Juli 2019, Gibran bersama adiknya Kaesang Pangarep, Chef Arnold Poernomo dan Randy Julius mendirikan restoran bernama Mangkokku.
Sebelumnya, pada 17 Agustus 2018 ia membangun Goola, sebuah perusahaan minuman kekinian yang sebagian besar khas Indonesia.
Usaha lainnya antara lain Pasta Buntel yang menyajikan pasta buntelan, cemilan Siap Mas, Madhang Indonesia yang bergerak di jasa pengiriman makanan rumahan, Tugas Negara Bos yang merupakan produksi jas hujan, IColor yang bergerak di bidang jasa service peralatan elektronik dan sebagainya.
2. Kepemimpinan di Pemerintahan
Pada Pilkada Solo (Surakarta) tahun 2020, Mas Gibran ikut dalam pemilihan dan terpilih sebagai Walikota Solo. Usianya baru 33 tahun, sempat diragukan kepemimpinanya dan banyak dituding hanya berkat ayahnya sebagai Presiden RI, Joko Widodo. Mas Gibran memang anak pertama Joko Widodo.
Selama hampir 3 tahun berjalan, Mas Gibran membuktikan kepempinannya di Solo. Hingga Juni 2023, setidaknya Kota Solo (Surakarta) menyabet 6 penghargaan mulai dari Sertifikat Adipura Kota Besar dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), penghargaan UHC dari Kementrian Kesehatan tentang cakupan layanan kesehatan.
Kemudian penghargan Digital Government Award dari Kemanpan RB kategori pencapaian ideks SPBE (sistem pemerintahan berbasis elektronik), penghargaan kota dengan kinerja terbaik dari Kemendgari. Penghargaan ini karena keberhasilan mengelola kota menjadi lebih baik.
Dan menerima penghragaan wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK RI yang ke-13 kalinya, dua diantaranya di era Mas Gibran menjadi Walikota.
Kota Solo menyandang gelar Kota Toleran. Pembangunan Infrastruktur pendukung terus diekrjakan dan pelibatan komunitas muda dalam pembangunan kota. Kota Solo tidak memiliki sumberdaya alam apa pun tetap bisa menumbuhkan perekonomian untuk kesejahteraan rakyatnya.
3. Santun dan Humble
Mas Gibran di mata masyarakat Solo dikenal santun dan rendah hati (humble). Kerjanya sebaga Walikota Solo tidak banyak dipublikasikan, tetapi berhasil mengubah cara kerja ASN yang birokratis menjadi pegawai yang memiliki jiwa CEO, berjiwa seorang pengusaha yang berusaha mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk kesejahteraan rakyatnya.
Sikap santun dan rendah hati itu juga sudah menjadi kebiasaan. Banyak bawahannya, terutama ASN yang terkaget-kaget dan rikuh yang melihat Gibran sebagai Walikota Solo tidak sungan untuk berjongkok dan menyalami seorang lansia yang tengah antre mendapatkan pelayanan kesehatan maupun jenis pelayanan publik lainnya. Tak jarang, Mas Gibran terjun langsung menyelesaikan masalah lansia tersebut.
Di akun twitternya, Mas Gibran sering mencuitkan kata-kata yang menggambarkan kerendahan hatinya. Suatu saat ada warganya berkomentar setelah menonton potongan video yang meperlihatkan keasrian, keindahan obyek wisata setelah ditanganinya.
“Ini yang membuat aku semakin benci Gibran karena tempat wisata itu menjadi lebih indah, bagus dari sebelumnya,” cuit seorang warga. Mas Gibran menjawab. “Kalau gitu, laknatlah aku”.
Mas Gibran tidak sungkan menundukan kepala dan cium tangan ke Mbah Prapto, budayawan Solo yang sederhana tapi dihormati pegiatan seni dan budaya di sana.
Mas Gibran juga terlihat merunduk dan mencium tangan ketika diberi gelar Kanjeng Pangeran Widuronegoro dari Kesunanan Surakarta Hadiningrat. Hal serupa juga terjadi ketika menerima gelar Pangeran Haryo dari Kadipaten Mangkunegaran. (Red)
Asmawi Rofik, penulis adalah Koordinator Santri Milenial Banten For Gibran