biem.co — Biasanya, aktivitas melaut identik dengan pekerjaan laki-laki. Namun, apabila Anda berkunjung ke Kampung Rujakbeling, sebuah desa di pesisir utara Kota Serang, Banten, Anda akan dibuat terkagum oleh sosok seorang wanita tangguh. Satem namanya.
Satem memiliki kepribadian yang kalem, namun ia selalu punya ide dan saran untuk kemajuan koperasi tempat dirinya dan puluhan masyarakat Rujakbeling lainnya bernaung.
Meski hanya mengenyam pendidikan hingga bangku sekolah dasar, gagasan cermerlangnya mampu ia tuangkan dalam forum pertemuan bulanan mitra Koperasi ISM Sinar Abadi, sebuah koperasi yang dibina oleh lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa di desa itu.
Bagi masyarakat Rujakbeling, terutama di mata ibu-ibu sesama anggota koperasi, Satem terkenal juga sebagai wanita pekerja keras. Bagaimana tidak, di antara seluruh wanita di daerahnya, hanya Satem yang terlihat ikut melaut membantu suaminya memanen kerang hijau.
Memanen kerang hijau bukanlah perkara mudah. Namun bukan Satem namanya, semangat dan kegigihannya untuk memperbaiki kehidupan keluarganya, wanita kelahiran 9 Juli 1980 ini tak segan-segan ikut beserta suami melaut.
Usai salat Subuh, Satem beserta suami dan anaknya telah berangkat menuju laut untuk memanen kerang hujau dari bagan yang dimilikinya. Bagan-bagan tersebut ia peroleh dari program pemberdayaan nelayan kerang hijau yang dilakukan Dompet Dhuafa dan Komunitas Muslim Citybank di desanya.
“Sebelum ikut bantu-bantu suami ke laut, saya hanya ngupas kerang di penampungan. Hasilnya gak seberapa, cukup buat tambahan makan dan biaya hidup sehari-hari,” ujarnya.
Akhir tahun 2015, Satem dan suami bergabung di program pemberdayaan nelayan kerang hijau. Berkah pun menghampiri keluarga kecilnya, juga keluarga-keluarga lain sesama anggota koperasi.
Semagat mustahik move to muzakki yang diusung Dompet Dhuafa, telah mengantar Satem keluar dari jerat kemiskinan yang membelenggu bertahun-tahun lamanya.
Sebelumnya, dari aktivitas mengupas kerang di penampungan, Satem hanya mampu membawa pulang penghasilan 15 ribu rupiah saja. Namun kini, dalam satu hari, tak kurang dari 100 ribu rupiah mampu dia bawa pulang ke rumah.
“Alhamdulillah, dulu, ibu-ibu hanya dapat upah dari hasil mengupas kerang dan itu pun tidak setiap hari. Syukur-syukur kalau hasil panennya banyak. Kalo sedikit ya sedikit juga uang yang dibawa pulang. Paling Rp15 ribu,” ujar Satem.
Kini, dari hasil budidaya kerang hijau, Satem mampu memperbaiki rumahnya, sebuah impian yang telah lama ia simpan. Namun kini, impian itu telah berhasil ia genggam berkat kerja kerasnya. (red)