InspirasiOpini

Achmad Rozi El Eroy: Menjemput Lebaran Substantif

Oleh Achmad Rozi El Eroy

 

biem.co — Menjelang datangnya hari raya Idul Fitri 1439 H, umat Muslim di seluruh dunia sibuk mempersiapkan perayaaan tahunan tersebut dengan berbagai aktifitas dan  kesibukan yang tidak pernah berhenti dari pagi sampai malam hari. Kesibukan terlihat di dapur rumah, di mana setiap ibu mempersiapkan aneka makanan dan hidangan istimewa untuk tamu istimewa. Anak-anak sibuk dengan agenda membeli perlengkapan pakaian baru yang akan dipakai saat lebaran, pun juga sang ayah tidak lupa sibuk mempersiapkan jadwal kunjungan silaturahmi saat lebaran tiba. Semuanya sibuk dan hanyut dalam kesibukan yang sangat kompleks.

Lebaran 1 Syawal sebagaimana lebaran-lebaran sebelumnya, selalu menghipnotis setiap orang yang akan merayakannya menjadi manusia paling sibuk dan repot. Beruntung bagi mereka yang memiliki sumber pendanaan yang cukup, mereka bisa membeli apa saja yang bisa dibeli. Tapi bagi mereka yang sumber pendanaannya terbatas, bahkan tidak memiliki sumber pendanaan yang pasti, apa yang harus disibukkan? Sebisa mungkin mereka sampai malam terakhir Ramadhan mereka yang memiliki keterbatasan dalam hal pendanaan akan mencari dan mengais rizki untuk melaksanakan Idul Fitri.

Berbagai kesibukan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kita dalam menghadapi  Idul fitri, seyogyanya tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban yang disyaratkan oleh Agama, yaitu mengeluarkan zakat fitrah bagi setiap orang Muslim.  Dikeluarkannya zakat fitrah bagi setiap orang, merupakan sebuah kewajiban yang harus di pentingkan di atas kesibukan kita yang lain. Allah telah mewajibkan kepada kita sebagai umatnya untuk menunaikan zakat, “Dan dirikanlah Sholat, tunaikanlah Zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang ruku.” (QS Al Baqarah: 43) dan tidak saja terbatas pada zakat fitrah, Islam telah memberi kewajiban kepada umatnya untuk mengeluarkan zakat maal bagi mereka yang memenuhi rukun syaratnya penunaian zakat maal, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah, ”Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapatkan pahalanya disisi Allah.”  (QS Al Baqarah : 110)

Kewajiban menunaikan zakat, baik zakat fitrah maupun zakat maal adalah bentuk kesadaran yang harus ditunaikan secara proporsional. Artinya jangan sampai zakat yang dikeluarkan dari sisi manfaat tidak terpenuhi dan tidak terdistribusikan secara merata. Jika hal tersebut terjadi, maka sungguh penunaian zakat kita menjadi tidak bermakna, dan sebatas hanya sekedar menggugurkan kewajiban semata. Padahal seharusnya, zakat yang ditunaikan haruslah memberi impact pada kebahagiaan dan kesejahteraan orang lain yang masih membutuhkan bantuan.

 

Ramadhan dan Keshalehan Sosial

Sebagaimana yang sering kita dengarkan, bahwa momentum Ramadhan adalah momentum paling indah untuk meningkatkan kualitas ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah. Mengapa disebut momentum yang paling indah? Karena syetan dan iblis dikrangkeng oleh Allah swt, dan keduanya tidak bisa mengganggu manusia yang sedang melaksanakan Ramadhan. Oleh karena itu, dalam momentum yang paling indah ini, seharusnya kita dapat secara leluasa menanamkan berbagai kebaikan dan meraih pahala Allah dengan sebanyak-banyaknya tanpa gangguan.

Salah satu amalan yang paling disukai dan paling dianjurkan di bulan Ramadhan adalah amalan bersedekah. Dan seperti yang sering diriwayatkan oleh para ulama, bahwa Nabi Muhammad Saw termasuk orang yang gemar bersedekah di bulan Ramadhan, dan lebih meningkat lagi semangatnya ketika datangnya bulan Ramadhan. Maka menjadi sebuah kewajiban moral bagi kita untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dalam hal amalan bersedekah di bulan Ramadhan. Nabi Muhammad Saw pernah bersabda,” Sedekah itu memadamkan Dosa, sebagaimana api dapat dipadamkan dengan air, begitu pula shalat malam seseorang selepas tengah malam.” (HR. Tharmidzi dan Ibnu Majah)

Imam Syafii rahimahullah pernah berkata,”Aku sangat senang ketika melihat ada yang bertambah semangat mengulurkan membantu orang lain di bulan Ramadhan karena meneladai Rasulullah Saw, juga karena manusia saat puasa sangat-sangat membutuhkan bantuan, di mana mereka telah tersibukkan dengan puasa dan shalat sehingga sulit untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan mereka.” (Lathaif al Maarif, hal. 301)

Dengan mengikuti teladan Rasulullah Saw, yaitu gemar bersedekah di bulan Ramadhan dan semakin meningkat tensi sedekahnya, maka sejatinya kita sudah menerapkan keshalehan sosial terhadap lingkungan kita, khususnya mereka yang membutuhkan bantuan. Ramadhan, bukan saja mengajarkan keshalehan indivial, tetapi juga keshalehan sosial yang sangat luar biasa. Oleh karena itu, sungguh sangat beruntung mereka yang memiliki kemampuan untuk bersedekah secara massif di bulan mulia ini.

Akhirnya dengan sedekah dan zakat yang kita tunaikan di bulan Ramadhan dengan semata-mata mengharap ridha Allah, maka kelak di hari Idul Fitri yang akan daaing kita akan menjemput makna lebaran yang sebenar-benarnya, yaitu lebaran yang bervisi subtansial dan berdimensi sosial. Lebaran yang mampu memberi kebahagiaan dan kesejahteraan bagi mereka yang masih membutuhkan bantuan, mereka yang masih kekurangan dana untuk berlebaran. Dan lebaran yang juga mampu merekatkan silaturahmi antara si kaya dengan si miskin dalam bingkai kebersamaan yang penuh keberkahan di hari Idul Fitri, itulah sejatinya makna Ramadhan dan lebaran yang harus kita perjuangkan di sisa-sia Ramadhan ini. Wallahu’alam.


Achmad Rozi El Eroy, Ketua IKatan Dosen RI (IDRI) Banten dan Pengurus MES Wilayah Banten.


Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi.

Editor: Andri Firmansyah

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Back to top button