Opini

Sutia Budi: Satu Liter Kopi

biem.co – Kehidupan tentang masa depan tidak ada yang tahu, kecuali Sang Pencipta Masa Depan itu sendiri. Dia-lah Pencipta Rahasia.

Bahkan seorang bijak pernah mengatakan bahwa “Masa depan itu tidak ada, yang ada adalah bagaimana hari ini berbuat baik.” Kalimat singkat itu cukup menghentak kesadaran. Pertama, bahwa sesungguhnya manusia memiliki keterbatasan pengetahuan akan masa depan. Masa depan itu tiada, karena ia waktu. Masa depan itu tiada, karena ia makhluq. Selain Diri-Nya adalah makhluq. Semuanya fana, sementara saja.

Kedua, Yang Ada, yang terpenting adalah bagaimana hari ini berbuat baik. Yang Maha Baik hanya Dia. Yang Ada hanya Dia. Selain Dia, itu adam (tiada).  Kembali, jika seseorang selalu berpikir untuk berbuat baik setiap harinya, setiap detiknya, maka jiwa raganya diyakini akan selalu bergerak ke arah kebaikan. Orang baik orang berguna. Sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.”

Kebaikan membuahkan kesadaran dan kedewasaan. Keduanya menjadi tiket kebijaksanaan. Pada tahap itulah, barangkali menjadi satu dari banyak jalan menuju taqwa. Jadi, jalan kita itu tampak panjang. Tapi tak pernah tahu di titik mana kita berhenti. Secara hakikat, itu “dihentikan”.

Covid-19 memantik kesadaran. Menghujam jantung, menghentak otak. Beragam respons yang nampak. Ada yang berucap menunda rencana. Bahkan “mengubur mimpinya.” Namun ada pula yang terus berjalan pelan.Memancar secercah harapan. Juga ada yang lakukan sedikit lompatan, mencoba menerka selera. “Yang penting berbuat baik”, katanya.

Mencari pintu selamat dan berdo’a memohon keselamatan, itu yang bisa dilakukan. Sebisanya selamat bersama-sama. Walau dalam tataran “laku lampah” masing-masing punya jalan berbeda, punya alternatif pilihan laku positif.

Tak dinyana, Covid-19 menghantam seluruh sektor kehidupan. Sektor bisnis -dalam ragam aspeknya- yang paling mengemuka di ruang publik. Paling banyak dibicarakan. Maklum, menyangkut urusan-kebutuhan paling dasar. Dapur, Perut, dan Tikar.

Kedai Kopi, perlahan menemukan “bentuk baru”. Varian produk, kemasan, cara penyajian, dan semua variabel marketing yang meling-kupi-nya. Satu Liter Kopi adalah upaya kecil untuk bertahan dari gulungan ombak besar. Kopi 1 Liter bisa menjadi penawar. Ya, seperti penenang di sebuah jembatan menuju titik equilibrium yang baru.

Kopi Satu Liter setara dengan lima gelas. Ia mampu bertahan dengan ‘aroma aslinya’ berkisar tiga hari lamanya. Kopi Satu Liter menghemat beban. Harga lebih murah, hemat biaya antar, suasana pun jadi meriah. Kopi Satu Liter untuk mengikat kebersamaan. Kebahagiaan hidup kita bersama, sesama cucu Adam dan Hawa.

Sambil menikmati es kopi, muncul kalimah tanya. Bagaimana dengan Industri kita, tempat kerja kita, bisnis kita, “rumah tangga” kita? Sahabat…, kini kita lewati sebuah jembatan menuju titik keseimbangan baru, maka kembalilah… “Jangan berhenti berbuat baik!” Karena kata sang bijak, “Yang Ada adalah bagaimana hari ini berbuat baik.” Merencanakan sesuatu untuk merespons masa depan semoga menjadi bagian dari perbuatan baik. [ ]


Sutia Budi merupakan Wakil Rektor ITB Ahmad Dahlan ~ Socio-Technopreneur University, The Virtual University of Indonesia.

Editor: Irwan Yusdiansyah

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button