Opini

Subhan Hi Ali Dodego: Masifnya Aksi Terorisme di Indonesia, Pemuda Bisa Apa?

biem.co — Judul tulisan ini sengaja diangkat untuk menguji komitmen pemuda sebagai garda terdepan dalam menangkal gerakan terorisme di Indonesia, dan juga menakar sejauh mana kaum muda berperan aktif dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari kepungan kelompok teror dan ekstremis.

Sebelum lebih jauh membahas permasalahan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk bersepakat dan berkesepahaman bahwa tidak ada satu agama di dunia ini yang menyeru kepada pemeluknya untuk berbuat tindakan teror dan melakukan ujaran kebencian. Namun, semua agama menyerukan kepada pengikutnya untuk menebarkan toleransi dan kasih sayang.

Lantas mengapa gerakan terorisme masih terus terjadi di Indonesia? Sepertinya bangsa Indonesia yang besar ini sedang diuji dan sengaja dibenturkan agar saling curiga dan saling gontok-gontokkan. Aksi teror bom bunuh diri yang terjadi di beberapa daerah termasuk yang baru saja terjadi di gereja Katedral Makassar adalah sebuah perbuatan keji dan menubruk nilai dasar Pancasila dan UUD 1945.

Tentunya aksi terorisme yang terjadi di Bali, Aceh, Surabaya dan sekarang di Gereja Katedral Makassar tidak dapat dibenarkan oleh semua agama. Bahkan semua agama mengutuk keras tindakan tersebut. Agama Islam dengan ajaran agama yang toleran mengajarkan umatnya menjadi umat yang ramah, sopan, toleran dan menebarkan nilai perdamaian dan kemanusiaan di muka bumi. Oleh karena itu, tindakan terorisme bertentangan dengan ajaran agama Islam, Pancasila, dan UUD 1945.

Imam Asy Syatibi mengemukakan lima prinsip dasar hidup yang harus dijaga atau dilindungi dalam kehidupan manusia. Pertama, melindungi agama. Kedua, melindungi jiwa. Ketiga, melindungi akal. Keempat, melindungi harta. Kelima, melindungi keturuan.

Inilah yang disebut dengan Maqashid Syari’ah yang lahir dari sebuah kaidah fiqh bahwa “Sesungguhnya syariah bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dunia akhirat”.  Oleh karena itu, sangat jelas agama Islam melarang umatnya melakukan tindakan teror, seperti menimbulkan kengerian dan ketakutan di masyarakat.

Sebetulnya, munculnya gerakan terorisme di beberapa negara dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya, seperti faktor ekonomi, politik, ideologi, budaya dan lainnya. Secara politis, tindakan terorisme lebih disebabkan oleh faktor ketidakadilan, imperialisme, kolonialisme hingga ketimpangan sosial serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terus terjadi. Jika persoalan ini tidak dapat diatasi secara tuntas, maka dari sanalah akan muncul bibit-bibit intoleran, radikalisme, dan bermuara pada terorisme.

Pada posisi ini, komitmen dalam menjaga keutuhan keumatan dan kebangsaan pemuda di Indonesia diuji. Masih adakah nilai budaya, agama, dan pancasila yang terpatri dalam jiwa dan raga kaum muda? Ataukah semangat pemuda saat ini sudah sirna ditelan zaman? Lalu pemuda bisa apa ketika semakin maraknya terjadi aksi terorisme hari ini dan nanti? Sejatinya saat ini dibutuhkan kehadiran pemuda sebagai agen perubahan bangsa dan negara untuk turut andil dalam melakukan tindakan preventif terhadap gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Pemuda saat ini seharusnya lebih berperan aktif dalam menyosialisasikan isu dan fakta gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme di Indonesia. Namun, sayangnya sebagian pemuda saat ini lebih cenderung memilih diam, apatis dan hedonis dengan dunianya sendiri sehingga kerap kali mengabaikan isu-isu tentang terorisme di Indonesia. Padahal, kehadiran terorisme di Indonesia jelas mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebetulnya, tugas seorang pemuda adalah bagaimana ia berpikir tentang masa depan umat dan bangsa ini. Sebab, bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan multikultural dan multiagama. Kekayaan ini bisa menjadi ancaman bagi keutuhan bangsa jika tidak ada sikap toleransi antar sesama umat beragama di Indonesia. Oleh karena itu, tugas pemuda adalah memberikan pemahaman inklusif kepada masyarakat.

Jika hal ini tidak dilakukan, dan pemuda lepas tanggung jawab, maka tidak menutup kemungkinan, masyarakat dapat didoktrin dengan pemahaman eksklusif dan intoleran. Itulah sebabnya, untuk menyatukan bangsa Indonesia tidak bisa hanya satu kelompok saja yang bergerak dan berjuang. Namun, harus ada kolaborasi antar pemerintah dengan ulama, masyarakat, pemuda dan seluruh elemen masyarakat untuk sama-sama berjuang membasmi terorisme sampai ke akar-akarnya.

Dengan demikian, tugas pemuda hari ini seharusnya melanjutkan perjuangan dari para pendiri bangsa dan negara. Pemuda harus menjadi garda terdepan melawan siapa pun yang ingin mnggerogoti eksistensi keutuhan umat dan bangsa. Tugas pemuda selain belajar, ia juga harus turut andil dalam melakukan sosialisasi, diskusi, dialog terkait bahaya terorisme dan cara pencegahannya di lingkungan masyarakat secara terprogram dan berkelanjutan. Sikap proaktif terhadap lingkungan sosial harus selalu ditumbuhkan dalam jiwa pemuda. Karena pemuda memiliki banyak waktu, kuat tenaganya, pikirannya jernih dan cekatan dalam menyelesaikan masalah. (*)

Tentang Penulis:

Subhan Hi Ali Dodego, aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Direktur Forum Kajian Agama & Pendidikan Islam (FKAPI).

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button