biem.co — Tak ada yg membayangkan — setidaknya saya — bahwa covid ini akan berlangsung selama ini di tanah air. Bahkan sudah melebihi ulang tahun pertamanya. Itu jika kita menetapkan maret sebagai tonggak awal penyebaran wabah ini.
Bahkan pada medio April lalu, saya dan istri tercinta merasakan sendiri bagaimana sengatan wabah ini. Tidak seperti istri saya yang negatif 14 hari, virus Corona ‘betah’ bersarang di tubuh saya selama lebih dari satu bulan. Jadi saya sangat bisa menyelami dan menjiwai bagaimana ‘penderitaan’ dan pengalaman sakit ini.
Diawali dengan meriang, lantas demam. Badan lemas dan agak pusing serta tidak “puguh” perasaan. Kemudian datang batuk dan agak sesak nafas. Disela-sela itu, sirna penciuman dan rasa. Virus ini sampai memaksa saya ibadah lima waktu dengan berbaring. Karena jika ruku atau sujud normal, hasilnya adalah pusing limbung dan memicu batuk berkepanjangan.
Yang paling menyiksa, jika gejala diatas datang bersamaan. Yakni saat demam, batuk yang tidak berhenti, sesak hingga muntah-muntah dan perut keram sampai sulit bernafas. Kok Muntah? Belakangan saya pelajari bahwa muntah ini konon dipicu oleh banyaknya virus yg mati sehingga membuat ‘enek’.
Nah, rangkaian situasi itu bisa membuat level saturasi oksigen merosot drastis. Agaknya, banyak pasien akhirnya wafat karena serangan berbarengan tersebut. Terlebih jika ada kormobid atau gejala penyakit bawaan sebelum covid spt diabetes, asma, jantung, gagal ginjal dll. Banyak sahabat yg jauh dan dekat telah berpulang ke haribaan Tuhan karenanya.
Situasi covid ini — tak seorangpun yg menduga — makin kesini makin darurat saja. Pakailah parameter yang paling sederhana. Laman pertemanan via FB dan IG misalnya. Sebulan terakhir ini kedua sosmed itu makin sering menginformasikan ucapan duka, belangsungkawa dan doa. Ambulance dengan bunyi sirine meraung-raung semakin sering lalu-lalang. Jadi, memprihatinkan. Menyedihkan.
Tak heran, negara “mengakui” bahwa keadaan semakin gawat dan darurat. Banyak kalangan menilai Pemerintah terlalu telat mengambil langkah. Banyak kalangan heran dgn penggunaan istilah-istilah agar menghindari sebutan Lockdown. Banyak kalangan mempertanyakan juga tindakan atau sangsi-sangsi yg beda. Hukuman tergantung siapa yang melanggar protkes.
Tapi, meski dipandang telat, pemerintah akhirnya mengambil langkah darurat. Tepatnya, menerapkan PPKM darurat. Jadi, negara telah mengumumkan secara resmi keadaan daruratnya. Setidknya darurat Covid. Kita, masyarakat atau warga negara wajib melaksanakan protkes ketat dan lebih baik berdiam di rumah. Jika tidak terpaksa karena kebutuhan atau pekerjaan, batasi pergerakannya. Semoga covid segera pergi. Yang sakit kembali pulih. Dan Negara normal kembali. Salam sehat. (*)