biem.co – ”Nggak makan, kalau nggak makan nasi” menjadi istilah ataupun pola pikir yang masih berkembang di tengah masyarakat Indonesia. Sehingga beras menjadi komoditas utama sebagai makanan pokok. Pola pikir tersebut menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan adanya krisis pangan di masa yang akan datang.
Dengan adanya krisis pangan maka ketahanan pangan tidak mampu tercapai. Ketahanan pangan merupakan aspek yang memiliki dampak begitu besar terhadap berbagai sektor kehidupan karena pangan menjadi salah satu aspek yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia. Seluruh makhluk hidup memerlukan makanan untuk dapat bertahan hidup dan berkembang biak.
Menurut UU No. 18 tahun 2021, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Dapat kita lihat di beberapa media massa, seperti kasus impor beras, kacang kedelai, dan kebutuhan pokok lainnya. Padahal Indonesia adalah negara dengan kekayaan sumber daya alam yang berlimpah baik di darat maupun dilaut. Ini menjadi tugas kita bersama khususnya saya sebagai mahasiswa Ilmu Pangan untuk terlibat dalam sektor pangan di Indonesia.
Dari permasalahan tersebut, diperlukan diversifikasi pangan dalam upaya meningkatkan konsumsi pangan agar masyarakat Indonesia tidak hanya mengandalkan beras sebagai makanan pokok. Peran saya dalam ketahanan pangan ini adalah mengembangkan pangan fungsional sebagai pengganti nasi untuk sarapan sehat.
Di tengah kemajuan teknologi dan meningkatnya urbanisasi, masyarakat menjadi cukup sibuk dan gaya hidup berubah signifikan. Sehingga, banyak masyarakat yang meninggalkan sarapan karena tidak memiliki cukup waktu untuk menyiapkan dan mengonsumsi sarapan karena padatnya jadwal di pagi hari. Tren hidup 5-10 tahun ke depan tentunya menuntut setiap orang untuk aktif dan cepat disegala kegiatan. Sehingga perlu adanya inovasi pengembangan sereal siap saji dengan nilai gizi tinggi yang dapat memenuhi kebutuhan optimal masyarakat.
Komoditas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti beras salah satu nya adalah bekatul. Bekatul dapat dimanfaatkan sebagai sereal sarapan pengganti beras. Bekatul beras merupakan produk samping hasil penyosohan beras yang kaya akan zat gizi dan senyawa bioaktif. Bekatul memiliki kandungan protein, lemak, serta pangan dan komponen bioaktif seperti asam fenolik, flavonoid, antosianin, tokoferol, asam fitat, ɣ-oryzanol, dan lainnya.
Senyawa ɣ-oryzanol berperan dalam efek penurunan kadar kolesterol dan berfungsi sebagai antioksidan. Namun, kebanyakan bekatul dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan terbuang sia-sia. Tinggi nya konsumsi beras menjadi salah satu peluang pemanfaatan bekatul beras yang belum banyak dikembangkan masyarakat.
Selain bekatul, pemanfaatan sumber pakan lokal seperti kacang-kacangan yaitu kacang hijau dapat dimanfaatkan sebagai pangan alternatif yang aman dalam penyediaan energi dan zat gizi. Kacang hijau merupakan salah satu pangan nabati sumber protein nabati, vitamin (A, B1, C, dan E) serta beberapa zat lain yang bermanfaat bagi tubuh diantaranya kalsium, amilum, magnesium, besi, mangan, belerang, asam lemak, dan niasin. Asam lemak tak jenuh pada kacang hijau memiliki manfaat bagi tubuh untuk mencegah penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung.
Sereal sarapan sehat berbahan dasar bekatul dan kacang hijau ini dikembangkan dengan teknologi ekstruksi. Teknologi ekstruksi merupakan teknik populer yang dapat menghasilkan produk makanan RTE (ready to eat). Ekstruksi adalah teknologi pemrosesan suhu tinggi dan waktu singkat dimana bahan pangan dibuat elastis dan dimasak dengan kombinasi suhu dan gaya geser dibawah tekanan tertentu. Proses ekstruksi dapat membunuh mikroorganisme, membuat protein terdenaturasi sehingga dapat inaktivasi enzim lipase dan lipoksigenase penyebab bau tengik pada produk pangan. Selain itu, proses ekstruksi dapat meningkatkan daya cerna pati dan protein, serta dapat meningkatkan kelarutan serat.
Pengolahan bekatul dan kacang hijau menjadi sereal sarapan ini diharapkan dapat meningkatkan diversifikasi pangan dan menambah fungsionalitas produk yang akan dikembangkan, sehingga menjadi sereal sarapan sehat yang mengandung zat gizi dan kandungan senyawa bioaktif yang berguna bagi kesehatan tubuh. Inovasi ini diharapkan dapat membantu sektor pangan di Indonesia 5-10 tahun ke depan. (Red)