InspirasiOpini

Masjid Bukan Sekedar Barisan Tempat Sujud

Oleh : Eko Supriatno

PANDEGLANG, biem.co – Dari sebuah data, Jumlah masjid di Indonesia adalah sesuatu yang terbesar di dunia. Ada hampir 800 ribu lebih terdiri atas masjid besar, masjid agung, masjid raya, masjid bersejarah, masjid jami’, dan seterusnya. Tak ada negara di dunia, yang memiliki jumlah masjid sebesar Indonesia.

Potensi besar ini meniscayakan masjid sebagai pusat edukasi, pusat dakwah, pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan pusat kebudayaan yang signifikan.

Kata masjid berasal dari kata fi’il madli (kata kerja lampau) sajada yang berarti tempat sujud. Sedangkan masjidan merupakah isim makan (kata benda tempat) yang berarti tempat bersujud. Jadi, masjid adalah tempat bersujud kaum muslim kepada Allah SWT. Masjid sebagai sebutan tempat ibadah terdapat dalam QS. al-Haj: 40. Sedangkan fungsi masjid sebagai tempat ibadah (bertasbih) terdapat dalam QS. An-Nur: 36-37.

Sedemikian pentingnya masjid, sehingga disebut sebanyak 28 kali di dalam al-Qur’an. 22 kali diantaranya dalam bentuk tunggal dan 6 kali dalam bentuk jamak (plural). Dari sejumlah penyebutan tersebut, 15 kali diantaranya membicarakan Masjid al-Haram di kota Makkah atau lembah Bakkah.

Dalam Sejarahnya

Dalam sejarahnya, umat Islam tidak dapat dipisahkan dari Masjid. Masjid tidak terbatas sebagai tempat ibadah atau ritual keagamaan, akan tetapi menjadi pusat peradaban dan pemberdayaan umat Islam.

Masjid berfungsi tidak saja sebagai institusi spiritual tetapi jauh lebih daripada itu. Masjid juga merupakan institusi pendidikan, sosial, pemerintahan, dan bahkan administrasi.

Dengan peran yang sentral tersebut, peradaban umat Islam dibangun dari masjid dan pada akhirnya kemajuan peradaban berkembang mewarnai kehidupan masyarakat. Masjid harus menjadi saksi persinggungan berbagai kebudayaan, dan menjadi saksi perubahan zaman.

Dikisahkan, dulu saat membangun masjid Nabawi di Madinah, Rasulullah memfungsikan masjid bukan sekedar tempat ibadah seperti sholat, i’tikaf, atau majelis dzikir seperti sekarang kerap kita saksikan. Pada masa Rasulullah dan para sahabat, dan bahkan berlanjut hingga masa kejayaan imperium Islam, masjid merupakan pusat pendidikan, pusat kebudayaan yang mentautkan antara yang duniawi dan yang ukhrawi, antara yang ardli dan yang samawi.

Melalui masjid Nabawi, Rasulullah telah berhasil menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan spritual, pemikiran, aktivitas kemasyarakatan yang selanjutnya membentuk budaya dan peradaban.

Rasulullah berhasil mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat yang terbaik (Khaira Ummah). Beliau juga berhasil mengubah kampung kecil bernama Yatsrib yang tidak dikenal dan tidak masuk dalam peta menjadi Madinatul Munawaroh yaitu pusat peradaban yang gemanya sampai keseluruh dunia, termasuk sampai ke negara kita.

Masjid tidak boleh absen dalam seluruh denyut nadi persoalan manusia.

Masjid tak pernah sepenuhnya berdimensi akhirat di seberang sana, melainkan selalu menjadi suatu tegangan antara “Yang di sana” dan “Yang di sini”.

Ia hadir sebagai jembatan penghubung antara manusia dengan Allah dan manusia dengan manusia.

Banyak sekali catatan sejarah lisan maupun tertulis yang mengatakan bahwa di masa kolonial, baik di Indonesia dan sekarang contohnya, di Palestina, masjid menjadi tempat konsolidasi perjuangan pembebasan, tempat merumuskan gerakan, hingga tempat persembunyian para pejuang yang dikejar-kejar musuh.

Fungsi Strategis Masjid

Secara strategis sekarang ini masjid dapat difungsikan sebagai lembaga pendidikan untuk membina potensi masyarakat dari berbagai latar belakang.

Pendidikan dan pembinaan masyarakat yang bisa dilakukan antara lain pembinaan dari aspek keagamaan, keilmuan, sosial, ekonomi, kesehatan, sosial, budaya dan seni.

Masjid tidak boleh lari dari tanggung jawab, lari dari kenyataan, melainkan justru mengemban tugas dan tanggung jawab baru, yakni mempersiapkan segala sesuatu bagi kepentingan umat pada masa depan.

Kondisi ini harus memotivasi umat muslim untuk meningkatkan kualitas pelayanan di tengah dunia.

Tugas-tugas penyembuhan, pembebasan dari kebodohan, perlindungan HAM, peningkatan harkat, dan martabat manusia, concern terhadap orang-orang marginal yang dulu dilakukan Rosulullah, kini mesti ditangani Masjid dan umat islam.

Dalam mengisi penantian ini, Masjid dan umat muslim perlu melaksanan karya signifikan yang bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat.

Sekarang ini masih sedikit sekali masjid-masjid yang memiliki peran sebagai pusat pendidikan dan pembinaan masyarakat. Melihat fungsi masjid yang sangat starategis dalam membina masyarakat agar menjadi masyarakat cerdas dan sejahtera, tentunya kita tidak mau ketinggalan untuk ikut berperan dalam mewujudkan hal tersebut.

Dalam hal ini peran serta seluruh lapisan masyarakat sangat diharapkan dalam memberdayakan masjid sebagai lembaga pendidikan kemasyarakatan.

Kontribusi yang diberikan masjid sebagai pusat pendidikan dan pembinaan masyarakat adalah memberikan rasa tentram, aman, kekuatan, kemakmuran dan mampu meningkatkan potensi ruhiyah manusia melalui bekal-bekal keilmuan, keiklasan, kesabaran. optimisme dan akhlak mulia lainnya, sehingga pada akhirnya akan tercipta masyarakat yang memiliki kualifikasi intelektual dan spiritual yang menjadi basis akhlak masyarakat Indonesia.

Misal di Jogokarya, Yogyakarta, masjid telah berhasil menjadi institusi yang menggerakkan. Setiap pagi orang berbondong-bondong salat Subuh berjamaah.

Masjid itu menyediakan sarapan pagi bersama. Dengan demikian, jamaah yang akan kerja bisa langsung berangkat kerja. Yang sekolah juga bisa langsung berangkat sekolah setelah berjamaah di masjid.

Menyambut Ramadan

Bagi umat muslim di Indonesia, bulan ramadan adalah bulan yang tepat untuk memulai memakmurkan masjid dan memiliki makna yang amat strategis.

Di bulan ramadan suasana masjid terasa tidak pernah sepi dari pelbagai aktivitas peribadahan seperti takjilan, tadarus al-qur’an, sholat terawih dan kajian subuh.

Semua orang menyambut ramadan dengan suka ria. Anak-anak maupun orang tua sangat antusis dalam mengikuti kegiatan ramadhan di masjid.

Tugas yang penting sekarang ini adalah bagaimana mempertahankan gegap gempita ramadan di bulan-bulan berikutnya.

Masjid-Masjid dan umat muslim mengalami penguatan, kegembiraan, dan bahkan pencerahan untuk meyiapkan tempat bagi umat-Nya.

Peristiwa ‘lailatul qadar’ tidak boleh menjadi Masjid terpana, menatap ke langit, tetapi justru lebih disadarkan untuk memberikan pelayanan yang terbaik, inklusif, dan nondiskriminatif bagi umat manusia yang tinggal di bumi.

Membangun Jejaring

Perubahan persepsi tentang fungsi masjid akan menjadi semakin bermakna jika diikuti dengan upaya membangun jejaring antarmasjid.

Jejaring tersebut berfungsi memperluas jangkauan manfaat masjid bagi masyarakat di sekitarnya. Melalui jejaring antarmasjid tersebut juga memungkinkan penularan program-program kemasyarakatan masjid.

Dibutuhkan langkah ‘bareng’ antar pengurus masjid untuk mempercepat perubahan persepsi fungsi masjid. Sekaligus diperlukan kerja sama antarmasjid untuk mempercepat kesadaran untuk menjadikan masjid sebagai pusat peradaban dalam meningkatkan kualitas hidup jamaahnya.

Jika semua itu bisa dilakukan, masjid akan menjadi instrumen di dalam masyarakat untuk kemajuan mereka.

Menjadi tempat berkumpul dari komunitas terkecil dalam masyarakat tersebut, pusat penyebaran inovasi baru, pusat gotong royong warga untuk memecahkan persoalan mereka bersama, dan penggerak kemajuan masyarakat.

Dalam menjalankan agenda besar seperti itu Masjid harus solid, tidak dicabik-cabik konflik internal.

Masjid juga harus mengembangkan kemampuan manajerial, mengonsolidasi dan menyiapkan SDM yang berkualitas.

Pemikiran-pemikiran teologi yang inovatif perlu menjadi aksentuasi agar visi muslim dapat dijelaskan dalam ruang dan waktu yang kontemporer.

Masjid harus membumi, solider dengan pergulatan umat manusia di kekinian zaman. Bukan Masjid yang introvert, lemah, letih, lesu, loyo, leklok, bisu, dan yang akan tergerus zaman.

Masjid bukan sekedar barisan tempat sujud. Ia adalah tempat membangun visi kemanusiaan. (Red)

Eko Supriatno, penulis adalah Intelektual Entrepreneur, Pengurus ICMI Orwil Banten, Pengurus IDRI Provinsi Banten, Dosen Fakultas Hukum dan Sosial UNMA Banten.

Editor: admin

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button