KabarTerkini

Uday Suhada, “Koruptor di Banten Masih Berkeliaran!”

PANDEGLANGbiem.co – Setahun setelah dicetuskan pertama kali dalam United Nation Convention Against Corruption di Meksiko tanggal 9 Desember 2003, Indonesia bertekad ikut serta dalam memerangi korupsi dengan meresmikan tanggal tersebut sebagai hari anti korupsi sedunia sekaligus hari anti korupsi nasional.

Pemerintah Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam melakukan berbagai usaha untuk memberantas tindak pidana korupsi, berbagai produk perundang-undangan, lembaga dan tim khusus telah dibentuk oleh pemerintah guna memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya untuk menyelamatkan perekonomian dan keuangan Negara.

Meski tidak mudah, kemudian bermunculan organisasi dan para pejuang anti korupsi yang aktif mengawasi dan melaporkan kasus korupsi dilingkungannya, seperti di Provinsi Banten kita mengenal sosok Uday Suhada, lelaki asal Menes, Kabupaten Pandeglang yang konsisten selama bertahun-tahun terus berjuang melawan siapa saja yang melakukan tindak pidana korupsi.

Salah satu strategi yang digunakan oleh Direktur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (Alipp) ini adalah dengan memanfaatkan jaringan media untuk mempublish gagasan dan kreatifitasnya, baik itu di media sosial, media konvensional lokal, nasional maupun internasional, baik itu cetak maupun elektronik.

“Jadi salah satu tips agar gerakan moral yang kita lakukan besar gaungnya selain berkolaborasi dengan berbagai kalangan yang memiliki pandangan yang sama, kita juga bekerjasama dengan media. Contoh riil, dulu saat kami tumbangkan Gubernur Atut (Ratu Atut Chosiyah) jika tidak dibantu teman-teman pers, tak mungkin KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) prioritaskan Banten, sebab laporan korupsi yang masuk ke KPK itu berasal dari berbagai pelosok tanah air yang ribuan jumlahnya,” ujar Uday Suhada, Kamis (08/12/2016).

Dikatakan oleh Uday Suhada, sejak ditahannya Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan adiknya Tubagus Chaeri Wardana (Wawan) oleh KPK 3 tahun silam, persoalan korupsi di Banten menjadi pusat perhatian publik. Sebab KPK menyampaikan beberapa statement yang mengagetkan, seperti “ada 1800 kasus korupsi di Banten”, “Korupsi di Banten adalah kejahatan keluarga”, dan sebagainya. Namun statement tersebut hingga kini belum ditindaklanjuti secara tuntas.

“Saya melihat KPK belum maksimal memberantas korupsi di Banten, PR (Pekerjaan Rumah) KPK diantaranya, kasus TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), Gratifikasi mobil mewah kepada sejumlah anggota DPRD Banten yang dikenal dengan Tim Samurai, kasus pembangunan sejumlah ruas jalan, kasus pembebasan lahan Sport Center, dan lain-lain,” tutur Uday Suhada.

Uday Suhada juga menyesalkan kinerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dalam menangani kasus korupsi bantuan hibah dan bantuan sosial Tahun Anggaran 2011. “Hanya Zaenal Mutaqien cs yang dikorbankan, padahal ada 221 lembaga yang menjadi penerima hibah 340 Milyar tersebut. Jika mereka berkomitment untuk memberantas korupsi, tak ada alasan baginya untuk mempeti-es-kan kasus tersebut,” katanya.

Ditambahkan oleh Uday Suhada, kondisi ini disebabkan oleh kurang komitmentnya para penegak hukum. Walaupun sebenarnya tugas KPK, Kejaksaan Agung (Kejagung), Kejati, Kejaksaan Negeri (Kejari), Kepolisian Daerah (Polda), Kepolisian Resor (Polres) maupun Pengadilan Negeri lebih ringan jika benar-benar ingin memberantas korupsi di wilayah Banten.

“Dulu kan ada semacam ketakutan jika membongkar dinasti di Banten, resikonya akan berhadapan dengan para jawara bayaran, dukun santet, dan sebagainya. Tapi saya katakan waktu itu, rakyat Banten mendukung penuh upaya KPK dalam memberantas korupsi, tanpa chaos dan faktanya tak ada kerusuhan,” terangnya.

Tentu saja Konsultan Politik di Saiful Mujani Research and Consulting ini merasa heran, ada kepentingan apa para penegak hukum sampai membiarkan para koruptor berkeliaran dan mengapa masih tebang pilih. Bahkan Uday Suhada dengan sangat menyesal harus mengatakan bahwa kebiasaan korupsi berjamaah yang banyak terjadi merupakan gejala kedunguan kolektif yang endemik.

“Salah satu yang  membuat kita terbengong juga adalah vonis yang dijatuhkan kepada Wawan dalam persoalan pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Kota Tangsel. Kerugian keuangan Negara 9,5 milyar rupiah, tapi vonis yang dijatuhkan tak sebanding dan sangat mencederai rasa keadilan masyarakat” ujarnya dengan nada heran.

Namun demikian, kenyataan tersebut tidak menyurutkan semangat Uday Suhada untuk terus melawan penguasa yang dzalim dan para perampok Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Dengan segala keterbatasan kemampuan yang saya miliki, sejak berdirinya Banten sebagai provinsi saya memulai kiprah di salah satu elemen civil society dalam mengontrol penyelenggaraan pembangunan,” tambahnya.

Walaupun sangat menguras energi, baik waktu, tenaga, ekonomi bahkan keluarga, kondisi kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat di Banten membuat semangat perjuangan dari Uday Suhada terus menyala, “alasan lainnya adalah kesadaran bahwa saya bukan orang baik-baik dan saya ingin berbuat baik dalam bentuk perlawanan terhadap penguasa yang dzalim dan korup,” kenang Uday Suhada ditengah kesibukannya mempersiapkan acara Mimbar Bebas dengan tema Melawan Korupsi di alun-alun timur Pandeglang.

Berkaitan dengan peringatan Hari Anti Korupsi yang jatuh pada tanggal 9 Desember 2016, Uday Suhada merasa sedikit lega karena momok penguasa yang bagi sebagian besar orang dulu sangat menakutkan, kini sudah mulai hilang. Hal ini tercermin dari makin banyaknya komponen masyarakat sipil yang sama-sama bersuara melawan tindak pidana korupsi.

“Semangat ini harus terus kita bangun, tidak hanya seremonial tentunya. Ingat, teriak kita harus berdasarkan data-data akurat dan bukan fitnah. Jangan pula data-data penyimpangan justru dijadikan sebagai alat untuk memeras pejabat yang bermasalah. Saya sering mendapat keluhan semacam itu dari sejumlah pihak,” ujar Uday Suhada mengingatkan.

Kepada generasi muda Banten Uday Suhada berharap kita semua bisa melakukan sesuatu dengan hati. Sudah saatnya kita belajar mengedepankan kejujuran. Sebab, sepanjang apa yang kita lakukan memberi manfaat bagi sesama, tentu lebih mulia, apa pun profesi kita. (nur)

Editor:

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button