biem.co — Tahun 2016 tinggal hitungan jari. Tahun 2017 sudah gagah menghadang di depan mata? Astaga, apa yang akan ia lakukan pada kita yang hanya begini-begini saja? Dalam kasus ini, sepertinya tagline biar waktu yang menjawab, tak lagi berlaku. Harus ada yang bisa kita lakukan!
Konon, seseorang yang memiliki hari ini lebih baik dari hari lalu adalah orang yang beruntung. Namun jika tidak, termasuk merugi. Membuang-buang waktu. Waktu yang sangat berharga. Waktu yang lebih bernilai dibandingkan emas permata. Mau bukti? Coba saja bekunjung ke rumah sakit, berapa banyak orang yang rela menukar waktu, kesehatan, dan segalanya dengan harta yang dimiliki. Jawabannya, banyak. Lalu bagaimana dengan kita yang hanya begini-begini saja?
Kemarin, Tentang Apa?
Cukup, mungkin 2016 kita dilenakan dengan beragam challenge. Tak perlu menyebut ice bucket challenge. Itu sudah terjadi 2015 lalu. Saat 2016, para vlogger dan Youtuber berjaya dengan memposting beragam challenge. Yang terpopuler di Indonesia adalah Samyang Challenge dan Mannequin Challenge. Dan kita juga ratusan bahkan ribuan atau miliaran remaja di dunia, terjebak euforia di dalamnya.
Asal tahu, Samyang merupakan mi instan dengan sensasi pedas luar biasa, dan menjadi tantangan unik bagi anak muda yang suka maupun tidak, untuk menaklukkan tantangan ini. Konon, ada anggapan seseorang belum bisa dibilang food lover sejati kalau belum pernah merasakan pedasnya mi Samyang yang tak jarang disajikan bubuk cabai ekstra dengan rasa super pedas.
Mannequin Challenge menjadi challenge lain yang sangat viral. Berisi video dengan memeprlihatkan banyak orang yang diam mematung di tengah-tengah kesibukannya, seolah-olah waktu berhenti seketika. Hillary Clinton dan Michelle Obama juga turut serta melakukan ini. Chalenge satu ini sukses dipakai di berbagai event untuk meramaikan acara.
Chalenge lain juga ada. Sebut saja What’s in My Mouth Challenge, smoothies challenge, juga Juju on the Beat Challenge. Jangan lupakan juga tren aplikasi Musically, yang menjadi alternatif Smule Sing. Aplikasi semacam ini melahirkan seleb-seleb baru yang diukur dari jumlah followers atau pengikut atau semacam itulah. Bukan hanya Instagram, Vine, Twitter, Selebask, Bigolive, dan sejenisnya yang melahirkan artis yang muncul ke permukaan secara begitu saja.
Ini semakin mengukuhkan, eksistensi seseorang juga popularitas tak lagi dimonopoli layar kaca. Namun berdasarkan sebesar apa kuota yang dimiliki. Lalu apa yang sudah kita lakukan? Hanya menjadi penonton? Sampai kapan?
Mau Jadi Apa?
Jika beberapa waktu lalu, media sosial hanya digunakan untuk berkeluh kesah dan memposting hal-hal yang tak tentu juntrungannya, saatnya beralih. Stop bergalau ria, memaki, memfitnah, dan menyampah di dunia maya. Saatnya mulai berhat-hati dan menyadari, jika tak dikelola dengan baik, media sosial bahkan menjadi bumerang dan mencelakai pemiliknya.
Masih ingat bukan kasus Ina Si Nononk, anak SD yang megunggah fotonya bersama sang kekasih saat berduaan di hotel. Dan kontan itu menjadi bahan bullyan di medsos. Dan tak ada hal paling kejam di dunia ini bagi para remaja yang masih labil, selain mendapat celaan bertubi-tubi, bahkan dari orang tak dikenal sekalipun.
Oke, jika kalian tak mengenal Ina Si Nononk, Awkarin bisa jadi contoh lain. Vlogger juga Youtuber yang memposting foto juga video mesra di Instagram dan Youtube ini sukses meraup bullyan. Follower-nya yang bejibun, menjadi salah satu faktor Awkarin menjadi fenomenal. Pada awalnya Awkarin menjadi simbol kebebasan remaja dalam berekspresi, menerobos batas segala norma yang diajarkan di sekolah. Tapi apa sekarang? Ah sudahlah. Ada kalnya, kalau tidak bisa menjadi pemecah masalah, setidaknya tidak menjadi pemicu masalah atau malah menjadi masalah itu sendiri
Apakah kondisi generasi muda kita semiris itu? Bisa iya, bisa tidak. Jangan sedih. Indonesia tidak semengerikan itu. Masih banyak yang bisa dibanggakan. Di bidang pageant, para pesohor cantik delegasi Indonesia satu-persatu berjaya di kontes kecantikan yang mengandalkan brain, beauty, behaviour. Intan Aletrino yang masuk pada jajaran top 10 Miss Supranational 2016, Felicia Hwang yang berhasil menjadi 2nd runner up Miss International 2016, Natsha Mannuela 2nd runner up Miss World 2016, dan Ariska Putri Pertiwi yang menjadi winner Miss Grand International 2016. Fakta ini menunjukkan, kamu bisa melakukan apapun dan mewujudkan mimpimu senyata mungkin. Kamu bisa beraing kok, bahkan dengan siapapun yang kamu mau. Walt Disney bilang, selagi kamu bisa memimpikan sesuatu, kamu bisa mewujudkan mimpi itu.
Hal yang paling bisa kamu lakukan, yakni meniti dari bawah. Tak ada yang serta-merta menjadi pemenang dan ada di jajaran atas. Semua yang berada di atas, pada mulanya memulai dari bawah. Pada ajang pageant misalnya, kamu bisa mengikuti ajang serupa dari tingkat duta kampus atau sekolah misalnya. Beranjak ke level kabupatan dan kota sampai provinsi, kamu bisa kamu ikuti ajang pemilihan duta wisata atau kang nong, kaka teteh, saija adinda. Ada lagi putera puteri batik, putera puteri bahari, duta genre, duta bahasa, putera Banten, dan banyak lagi. Ajang seperti ini bukan hanya menambah self value dan memperkaya experience pada diri kita, tapi juga membuat bangga orang sekitar, orangtua, sekolah, kampus, daerah, bahkan negara tempat kita berada.
Jangan Gitu-gitu Aja
Tak perlu harus menjadi Power Rangers, Ultraman, Kamen Rider, atau sejenisnya untuk berubah. Atau mungkin Bima Satria Garuda. Tak perlu. Just be yourself. Kenali diri kamu, dan gali potensi itu, lalu berkompetisilah untuk mendapat prestasi. MEA sudah di depan mata. Kreativitas dan yang memiliki banyak talenta lah yang kebas dan tidak kelibas persaingan antar negara.
Tak perlu memusuhi medsos yang sedang marak digunakan lintas usia juga remaja sepertimu. Banyak loh yang memanfaatkan untuk usaha bisnis, itu bisa kamu lakukan jika kamu memiliki jiwa bisnis. Medsos juga bisa jadi ajang publikasi dan sosialisasi talenta, kegiatan, dan apapun yang miliki dan lakukan. Dan tak mustahil akan menjadi viral di dunia maya seperti tren klakson bus mobil Om Telolet Om yang jadi trending di Twitter dan medsos lain.
Okelah, Indonesia belum seperti Jepang yang penduduknya sangat bangga dengan Showroom dan Ameeba yang konon buatan negara mereka. Kita memang masih mengikuti tren yang dibuat negara lain. Tapi itu justru menjadi peluang. Tentu kita tak akan lupa jika Pokemon Go, sebelum bisa diakses resmi di Indonesia, kita justru sudah ramai memakainya.
Hmmm, 2017 sudah di depan mata. Banyak hal yang bisa kita lakukan. Era medsos tak bisa kita tolak, begitu juga perdagangan bebas baik berupa MEA dan semacamnya. Yang bisa kita lakukan adalah memaksimalkan apapun yang ada saat ini untuk melejitkan potensi diri. Tak perlu malu mengadopsi konsep yang sangat familiar yakni ATM, amati, tiru, dan modifikasi. Kita tak perlu mencemooh. Selanjutnya kita hanya butuh mengingat yang dahulu kerap digaungkan Aa Gym, yakni mulai dari hal terkecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai saat ini juga. Setelah itu, mari kita menapaki 2017 dengan penuh suka-cita. Dan yakin 2017 adalah tahu harapan bagi kita untuk lebih maju dan berkembang, tidak begini-begini saja. (*)
Hilal Ahmad, tinggal di Kota Serang, pengampu rubrik remaja di salah satu media cetak di Banten.