InspirasiOpini

Uus Muhammad Husaini: Istafti Qalbak

Oleh Uus Muhammad Husaini*

biem.co — Saat sekarang ini, seringkali kita sulit membedakan antara yang baik dan tidak baik. Dalam banyak hal seringkali yang baik terlihat buruk begitupun sebaliknya. Lalu bagaimana menyikapinya?

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, bahwa seorang sahabat bernama Wabishah bin Ma’bad datang kepada Rasulullah Saw. seraya bertanya tentang kebaikan dan dosa, maka beliau bersabda, “Apakah engkau datang kepadaku untuk bertanya tentang kebaikan dan dosa?” Aku menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa yang karenanya jiwa dan hati menjadi tentram. Dan dosa adalah apa yang mengusik jiwa dan meragukan hati, meskipun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.” (HR. Ahmad no.17315, Darimi no.2421, hadits hasan, lihat hadits Arbain An-Nawawi hadits no. 27).

Hadits tersebut di atas menjelaskan kepada kita bahwa manusia seringkali sulit untuk membedakan antara kebaikan dengan keburukan, maka sesungguhnya ia dapat meminta pendapat dari hatinya sendiri mengenai hal tersebut; apakah perbuatan yang dilakukannya itu termasuk kebaikan ataukah bukan?

Hadits di atas juga menggambarkan bahwa sesuatu yang ‘meragukan’ saja sudah masuk dalam kategori dosa, apalagi jika kita merasa tidak suka perbuatan tersebut diketahui orang lain, maka akan menjadi semakin jelas perbedaan antara kebaikan dan keburukan tersebut. Dan membedakan hal seperti ini, sesungguhnya merupakan fitrah manusia. Dan manusia diminta untuk meminta pendapat dari fitrahnya.

Secara fitrah, manusia akan merasa terusik jiwanya, kehilangan ketentramannya, tertekan, dan gelisah manakala melakukan perbuatan dosa, kendatipun manusia membenarkan perbuatannya tersebut. Karena perbuatan tersebut akan berlabuh di hatinya. Sedangkan hati merupakan sentral dari baik buruknya seorang manusia.

Ungkapan Istafti qalbaka (mintalah fatwa kepada hati nuranimu sendiri) sesungguhnya adalah sebuah ungkapan untuk menggambarkan sebuah keadaan, di mana seseorang sesungguhnya sudah mengenal halal dan haram, akan tetapi ada dorongan yang kuat dari jiwanya untuk tetap mengerjakan yang haram.

Fatwa yang dimaksud bukan lagi fatwa yang menjelaskan mana halal dan mana haram, dengan dalil-dalilnya. Fatwa itu adalah fatwa yang bersifat perang batin di dalam jiwa seseorang. Sebab sejahat-jahat manusia, sesungguhnya di dalam lubuk hati yang paling dalam ada kebaikan, namun kebaikan ini terkadang tertutupi oleh nafsu, syahwat dan amarah angkara murka.

Tentu saja ungkapan seperti ini berbeda dengan keadaan seseorang yang tidak tahu hukum suatu masalah. Sementara jiwanya memang ingin menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Dalam keadaan yang seperti ini, yang maka berlaku adalah firman Allah SWT,”Fas’aluu ahlazzikri inkuntum laa ta’lamun.” Dan tanyakanlah kepada ahli zikr (ulama) bila kamu tidak tahu.” (QS An-Nahl: 43 dan QS. Al-Anbiya’: 47)

Jadi memang ada dua kemungkinan dalam masalah ketaatan dan pelaksanaan perintah Allah. Pertama, orang itu sudah tahu hukum halal haram tapi masih suka melanggar. Kepadanya diperintahkan untuk meminta fatwa kepada hati nuraninya. Kedua, orang itu tidak punya ilmu tentang halal haram, kepadanya diperintahkan untuk bertanya kepada para ulama.

Dalam hidup ini kita selalu dan tidak akan pernah lepas dari pilihan-pilihan yang harus kita putuskan, bahkan terkadang kita dihadapkan pada situasi dimana kita harus segera mengambil keputusan dalam hitungan sepersekian detik. Oleh karena itu, sebelum kita mengambil suatu keputusan ada baiknya kita meminta fatwa kepada hati nurani kita istafti qalbak. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan pencerahan kepada hati kita dalam setiap mengambil keputusan.


*Uus Muhammad Husaini, adalah Pengurus Forum Dosen Agama Islam Universitas Serang Raya dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. 


Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi.

Editor: Redaksi

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button