InspirasiOpini

Puasa dan Ujian Ketaatan

Oleh Achmad Rozi El Eroy

biem.co — Syaikh Abu Abbas Al Mursy pernah berkata, “Sesungguhnya manusia akan selalu berada pada empat keadaan, yaitu: Mendapatkan Nikmat, Cobaan, Ketaatan dan Kemaksiatan (dosa). Jika mendapatkan nikmat, maka sudah seharusnya seorang Mukmin untuk bersyukur kepada Allah, sebaliknya jika ia mendapatkan cobaan/musibah, maka yang harus dilakukan adalah ia harus bersabar. Sementara ketika seorang Mukmin berada dalam ketaatan, maka ia harus mengakui dengan sepenuh hati bahwa ketaatan yang dialami adalah sebuah anugerah dari-Nya. Dan jika seorang Mukmin terjerumus dalam lembah maksiat atau dosa, maka sudah seharusnya ia untuk segera bertobat memohon ampun kepada Allah.”

Pada Bulan Ramadhan ini, kita dapat melihat secara kasat mata bahwa terdapat kecenderungan seorang hamba berlomba-lomba untuk menjadi pribadi yang taat dan patuh atas perintah Allah dan rasul-Nya. Dan hal tersebut seharusnya menjadi sebuah keniscayaan bagi seorang hamba yang mengaku dirinya beriman. Tidak ada anugerah yang paling indah dan paling diharapkan oleh seorang hamba, selain menjadi hamba yang taat, menjadi hamba yang bertakwa dan menjadi hamba yang ridha dengan segala ketentuan takdir-Nya. Karena sebagaimana dinyatakan oleh Allah, tujuan dari perintah puasa bulan Ramadhan sejatinya adalah untuk membentuk pribadi Muslim yang bertakwa.

Jika ketaatan pada bulan Ramadhan meningkat, maka hal tersebut harus disyukuri, dipertahankan dan ditingkatkan. Karena disitulah ujian sebenarnya dari ketaatan kita kepada-Nya, yaitu apakah kita akan terus berada dalam ketaatan atau tergelincir dalam kemaksiatan?  Sebagaimana puasa mengajarkan sikap sabar, maka ketaatan pun mengandung kesabaran yang tidak ringan. Ibnul Qayim Al Jauziyyah mengatakan bahwa kesabaran yang paling tinggi derajatnya adalah sabar dalam ketaatan, dan jika pada bulan Ramadhan ini kita berada dalam ketaatan kepada Allah, maka bersabarlah dengan sabar yang benar, sehingga kelak kita termasuk hamba yang beruntung. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imron [3] : 200).

Pada bulan Ramadhan, indikator keimanan seseorang bertambah baik adalah ketika ia mampu meningkatkan ketaatan, patuh dan tunduk terhadap semua perintah-Nya. Menjauhi apa yang dilarang, dan berhati-hati terhadap segala bentuk yang bersifat “syubhat”. Jika seorang Muslim, di bulan puasa Ramadhan ini ketaatan dan kepatuhannya kepada Allah tidak bertambah dan cenderung biasa-biasa saja atau bahkan menurun drastis, maka sangat sulit ia disebut sebagai orang yang mendapatkan pertambahan iman. Ramadan memang bulan penuh dengan ujian keimanan, dan tugas berat yang harus dilakukan adalah memompa semangat beribadah kepada Allah di bulan Ramadhan ini dengan penuh gairah yang kuat, harapan yang besar serta keimanan yang kuat untuk menggapai tujuan dari puasa bulan Ramadhan.

Hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang Muslim dalam menjalankan ibadah bulan puasa adalah mensingkronkan hati dan pikiran serta menguatkan fisik untuk fokus dalam menjalankan serangkaian amalan-amalan pada bulan Ramadhan. Hal tersebut harus diperhatikan, karena khusus yang berkaitan dengan mengerjakan amalan-amalan pada bulan Ramadhan, seorang Muslim wajib untuk melipatgandakan amal-amalan yang wajib, menambah amalan yang sunnah dan bersabar dalam menjalankannya. Dalam sebuah ayat, Allah mengabarkan: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al Qur an kepadamu (wahai Muhammad) dengan berangsur angsur. Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Rabbmu dan janganlah kamu ikuti orang orang yang berdosa dan orang orang yang kafir” (Q.S al Insaan 23-24)

Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, khususnya dengan datangnya bulan Ramadhan tahun ini, kita sebagai seorang Muslim harus tegas dan berani menolak ajakan hawa nafsu yang cenderung untuk menyesatkan dan mengganggu kekhusyu’an kita dalam beribadah kepada Allah. Walaupun syetan dan bala tentaranya sudah di krangkeng oleh Allah, tetapi tidak dengan Hawa Nafsu, karena Hawa nafsu ada pada diri setiap hamba, ia akan tetap dibiarkan bebas untuk menguji dan mengganggu keimanan seorang hamba kapan dan dimanapun kondisinya, termasuk di bulan puasa Ramadhan ini. [*]


Achmad Rozi El Eroyadalah Ketua Bidang Diklat Pengurus ANNAS (Aliansi Nasional Anti Syiah) Wilayah Banten. Bisa dihubungi melalui akun Fb: www.facebook.com/arozieleroy, Twitter: www.twitter.com/arozielerroy.


Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi.

Editor: Redaksi

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button