InspirasiOpini

Menggugat Kota Serang Layak Anak

Oleh Tubagus Khoirul Hakim

biem.co — Menurut informasi yang dilansir oleh http://dp3akkb.bantenprov.go.id tiga kabupaten /kota yang berada di provinsi banten layak menyandang gelar kota layak anak daerah-daerah tersebut ialah: Kota Serang, Kota Tangerang, dan Kabupaten Tangerang, adapun sistem penilaian yang dilakukan hanya sebatas input jawaban data melalui website antar pemerintahan. Tidak langsung menilai kondisi realitas yang ada di wilayah-wilayah tersebut, apakah memenuhi atau tidak indikator yang sudah ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Menteri PPPA, Nomor 12 Tahun 2011 yang memuat tentang 31 indikator kota agar pantas mendapat gelar Kota Layak Anak.

Ketetapan yang sudah dicanangkan ini seharusnya menjadi pedoman bagi kota/kabupaten yang memiliki niat serius untuk mewujudkan daerahnya mendapat gelar kota layak anak agar membenahi diri menuju standar indikator yang ada.

Dari 3 daerah yang digadang-gadang sebagai kota layak anak, salah satu kota yang menjadi perhatian serius untuk ditinjau ulang gelar kota layak anaknya ialah Kota Serang, hal tersebut dikarenakan banyak indikator-indikator yang belum mampu dipenuhi oleh kota ini, sebelum membahas lebih detail tentang realita indikator apa saja yang belum mampu diterapkan oleh ibukota provinsi ini, perlu diketahui bahwa 31 standar yang ditetapan oleh eksekutif pemerintahan tersebut terkelompok dalam 5 klaster Hak anak: 1. Klaster Hak Sipil dan kebebasan, 2. Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, 3.kesehatan dasar dan kesejateraan, 4.pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan budaya, 5. Klaster perlindungan khusus http://www.kemenpppa.go.id/ (21/06/2017).

Dari beberapa klaster tersebut 1 saja belum terpenuhi oleh kabupaten /kota yang menginginkan daerah nya disematkan sebagai kota KLA (kota layak anak) tetapi tetap memproklamirkan sebagai kota yang layak anak maka hal tersebut merupakan pertanda bahwa kabupaten/kota tersebut tidak  etis untuk mempromosikan diri sebagai kota yang menjamin berbagai fasilitas yang baik bagi anak.

Jika melihat kondisi berbagai macam aspek yang menunjang suatu kota layak diberi sebutan layak anak, maka Kota Serang relevan dengan peribahasa “jauh panggang dari api” karena berbagai macam indikator yang harusnya tergapai atau termaksimalkan kota ini agar mampu mencapai tahapan tertinggi untuk mengapresiasi Hak anak dapat terimplementasikan dengan baik. Tetapi fakta yang ditemukan dilapangan seperti makna peribahasa yang disebutkan diatas sangat jauh dari harapan seperti contoh pada aspek 1 klaster Hak sipil dan kelembagaan dengan indikator presentase anak yang harus diregistrasi dan mendapatkan kutipan akta kelairan harus mencapai angka 100 persen anak belum bisa digapai oleh pemerintahan Kota Serang.

Hal ini bisa dibuktikan dengan pernyataan Kabid Bidang Catatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Serang, yaitu bapak Syafaat yang menguraikan bahwa ada 209.265 jiwa anak usia 0-18 tahun, dari jumlah itu yang sudah memiliki akta 134.539 atau 64,29 persen. Sedangkan yang belum memiliki akta kelahiran ada 74.726 atau 35,71 persen dan pernyataan ini dilansir oleh www.radarbanten.co.id (21/01/2016).

Temuan data tersebut mengisyaratkan bahwa Pemkot Serang tidak memenuhi standar kriteria sebagai kota yang menjamin hak anak, karena ditemukan puluhan ribu anak yang belum tercatat legal di pemerintahan sebagai anak yang dijamin pengakuannya oleh negara. Selain melanggar Hak anak pemkot serang melalui dinas terkait dalam kaitannya dengan masalah ini juga sudah tidak maksimal dalam kinerja percepatan pembuatan akta kelahiran padahal kemendagri sudah membuat Permen No 9 Tahun 2016 tentang percepatan peningkatan cakupan kepemilikan akta kelahiran.

Selain sudah tidak memenuhi salah satu indikator kota yang patut disebut sebagai kota layak anak ternyata Pemkot Serang dalam konteksnya dengan masalah ini terlihat sudut lain tentang pelayanan birokrasi kepada masyarakat belum ada hasil yang baik untuk dirasakan manfaatnya bagi semua pihak. Potret buruk pemkot serang bukan berhenti pada 2 hal diatas saja masih banyak lagi data yang menguatkan bahwa kota ini sudah tidak pantas digambarkan sebagai wilayah yang nyaman dan aman bagi anak.

Fakta lainnya kota serang belum memenuhi syarat sebagai kota layak anak dipaparkan oleh LPA Banten dan dilansir oleh http://news.okezone.com  (23/02/2016), tercatat pada 2016 sudah terjadi 14 kasus kekerasan terhadap anak dengan korban sebanyak 47 anak. “Kota Serang kita klarifikasikan dengan kejadian luar biasa (KLB) dengan tiga kasus di bulan Februari saja dengan 29 anak sebagai korban.

Peristiwa yang demikian mengerikan bagi anak-anak terjadi di kota yang digadang-gadang sebagai kota aman bagi anak sungguh realitas yang menyakitkan bagi masyarakat luas, bahkan sampai lembaga khusus yang melindungi anak memberikan gelar buruk KLB (kejadian luar biasa) kepada kota serang dalam kasus kekerasan terhadap anak.

Dengan demikian kota serang lagi-lagi tidak mampu memenuhi klaster ke 5 tentang perlindungan khusus dengan indikator presentase anak yang mendapat layanan dalam kategori perlindungan khusus harus 100 persen mampu diberikan rasa aman ketika berada di wilayah perkotaan. Betapa mengerikannya jika tahun 2017 ini kota yang berlabel sebagai ibukota provinsi yang besar, tidak memperdulikan hal yang paling esensial dalam menjaga kualitas penerus bangsa dalam konteks terjaminnya kondisi dalam melaksanakan kehidupannya sebagai manusia yang harus dilindungi dan dibina di negara ini.

Padahal, jika kita meliat sisi sejarah Kota Serang pada jaman Islam berhasil masuk ke Banten dan berjaya membangun birokrasi dan kesultanan yang masyhur, kita akan menemukan fakta yang sangat menarik tentang kota ini dahulu sangat ramah dan aman bagi anak. Bukti nyatanya dahulu Kota Serang layak disebut kota layak anak ada pada masa Sultan Safiudin yang membangun Keraton Kaibon untuk tempat tinggal ibundanya yang bernama Ratu Asiyah, karena keraton ini ditempati oleh ibunda sultan maka nama keraton ini pun lekat dengan arti ka-ibu-an atau tempat tinggal orang tua sultan serta tempat mendidik anak Sultan Safiudin yaitu Rafiudin (Najib, 2008:115).

Selain tempat untuk mendidik anak sultan keraton inipun menurut (Surachman,1990:73) merupakan tempat pendidikan terbuka bagi masyarakt umum karena dalam ruangannya terdapat juga masjid jami yang berukuran 12,8X 12 m, pada jaman itu masjid menjadi tempat yang sangat berperan bukan hanya di bidang agama tetapi meliputi juga pendidikannya. upaya-upaya para pejabat tinggi pada Era tersebut dengan membangunkan satu tempat khusus untuk pendidikan anak menunjukan perhatian yang amat mendalam dalam upaya keseriusannya mendidik dan menjaga generasi penerus tahta kejayaan Kesultanan Banten.

Pemerintah Kota Serang seharusnya mampu meniru langkah para Sultan Banten terdahulu dalam membuat kebijakan serius untuk melindungi dan menjamin hak anak dalam kehidupannya di wilayah ibukota ini. Bukan hanya membangun infrastruktur megah tapi kosong makna bagi pembinaan anak. Sebenarnya banyak fakta lain yang belum saya paparkan tentang kota serang yang belum pantas bergelar kota layak anak, tetapi data tentang kota ini belum memenuhi 2 klaster indikator kota layak anak sudah cukup untuk merevisi gelar tersebut.

Jangan sampai pemberian gelar yang tidak sepantasnya diberikan ini hanya menjadi alat politik palsu pencitraan prestasi semu untuk momentum pilkada serentak pada tahun 2018 nanti, dan yang menjadi korban hawa nafsu elit politik adalah anak-anak kecil tak berdosa penerus peradaban Kota Serang ini.


Tubagus Khoirul Hakim, adalah Ketua KAMMI Untirta Ciwaru. 


Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi.

Editor: Redaksi

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button