Oleh A’yat Khalili
APA MAUMU SEBENARNYA
semua yang kurasa telah habis aku tulis
agar bisa kugambar kembali wajahmu
membakar hari-hari sendiri dalam waktu
sebentang hati menyala tanpa ruang
membungkus tubuh sunyiku yang hilang
mana kelembutan nafasmu yang menjadi
hidupku. biar kudengar kembali nyanyian
yang pernah kau tinggal dalam denyut. seluruh
yang kau simpan membangun getar kehampaan
dengan apa lagi aku hidup, jika segala rasa pergi
semua yang kulihat, sudah aku teliti-perinci
belum kujumpa juga. segala yang kucium
telah aku kenali, jauh sebelum jarakmu kupahami
menerima ketiadaan atas kenyataan
segala yang kuungkap sudah lenyap. bagaimana
kau bisa hadir, jika yang menyemerbak hanya
bayang semu belaka. dan dunia tetap mewujud
silau
kau tidak pernah nyata untukku yang semakin fana.
Sumenep, 20 Mei 2017
STASIUN
Hanya sebatas senja dan sebuah bangku
Yang mengulurkan jarak atas waktu
Pada kereta yang tiba-tiba kosong. Pada
Para penumpang yang berebutan naik-turun
Aku bukan masinis. Bukan juga pengemudi
Yang susah-payah menarik angkutan atau
Penjual minuman yang menjajakan nasib
Dari satu kereta datang ke kereta berangkat lain
Seorang pengamen muda yang menemukan
Kembali hidupnya pada lagu-lagu –komposisi
Hurup yang tak benar nyata adanya. Hingga seorang
Anak lahir menjadi penadah jalanan dan seorang ibu
Rela mendustai hamil perutnya sendiri hanya
Karena belum makan hari ini.
Langit tetap biru, meski tidak pernah cukup
Menyimpan mata untuk kesedihan yang panjang
Dan orang-orang yang tidak mau tahu bekas
Tapaknya, merasa hidup dicipta hanya untuk bahagia
Walau dalam tatapan itu, seseorang pernah
Menyelamatkan airmatamu dari sebuah
Penungguan yang jauh.
Sumenep, 4 Mei 2016
BILA KUKENANG ENGKAU
Hanya namamu yang kusebut dalam waktu
Hingga di ujung bibir ini selalu tumbuh puisi
Tercecer di jalanan; suara-suara yang ditinggalkan
Memanggil entah siapa datang. Tapi kurasa selalu
Tidak pernah ada kamu.
Kuingat lekuk rambut dari bahumu berderai panjang
Menjadi perhitungan setiap langkahku yang sunyi
Menantang keadaan, dengan kemiskinan yang dalam
Setiap keluh di bibirmu sampai padaku.
Melintasi kota-kota jauh, menuju malam-malam hening
Karena hidup, karena hidup aku tetap setia ada
Bersamamu mencari dan menikmati apapun itu
Sekarang harus kukembalikan lagi ingatan untuk
Mata hatimu yang bersaksi. Aku melihat matahari terbit
Dan jatuh berkali-kali, menelan segala. Semua yang
Kurindu tidak juga tercapai oleh waktu
Bayangan-bayangan kulalui, kususuri nyanyian sumbang
Kau tetap tidak kembali, kau tidak kembali
Sedang aku tidak mampu menanggung dunia ini sendiri.
Kampung Inggris, 04 November 2016
NYANYIAN TENTANG ENGKAU
aku ingin menulismu, tapi kamu tidak pernah memberiku tinta
hujan semusim telah lewat dan sungai mengalir jauh
menghening jalan-jalan tempatku berpijak
seberapa panjang jaak antara dirimu dan tujuan
hanya untuk mereka yang telah sampai
ini aku datang mencarimu, menghadapi segala macam
hiruk-pikuk suara pembelaan atas nama kebaikan
keyakinan dan kebenaran menjadi milik semua orang
tapi dimana dirimu di antara mereka?
Dari kota ke kota, aku pindah jalan demi jalan raya
Menemui gedung-gedung, lelah sudah bersama kata-kata
Haruskah bibir dan lidah ini mengalah pada telinga
Dan hati yang terus menolak.
Bayanganmu selalu saja hadir memberi gejolak
Semua cerita sampai disini, ditulis dan diteriakkan
Tapi siapa yang setia mendengar dan memberi tahu
Tidak ada yang lebih mencintamu daripada diriku, sayang
Perang belum berakhir, kita akan terus maju dan melawan
Batas makin jelas sudah, lukamu lebih dalam dari lukaku
Bagaimana mungkin mampu mengobati dan menyembuhkan
Tanpa tahu dimana kamu, di antara mereka itu
Sedang setiap kali aku ingin menemuimu
Kamu hanya memberiku nyanyian sendu.
Pare, 3 November 2016
MAAF DAN MAAF
1.
Di dalam sebuah kata, kau berusaha untuk hidup
Lebih panjang daripada usia. Meski sebuah bahasa
Mempunyai batas pada makna dan pengertiannya.
2.
Aku tidak meminta apa-apa, sebab siapa tahu kau
Memang tidak punya, selain luka demi luka
3.
Pada kata yang patah, hendak kau apa-apakan aku
Begitu bebas dan tidak ada bosannya
4.
Di sebuah jarak jauh yang hanya ada dirimu-diriku
Kau berusaha melukai lagi yang belum luka
5.
Tidak pernah ada yang benar-benar sempurna memang
Selain rasa bersalah yang terus menerus menjadi kita
6.
Meski kita mampu hidup lebih lama dan tak sempurna
Tapi, tetap ada yang abadi dari luka yang tersisa di dunia
Longos, 4 Juli 2016
A’YAT KHALILI, lahir di Kota Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur, Indonesia, 10 Juli 1990. Karya-karyanya berupa puisi, cerita pendek, esai, artikel dan ulasan, tersebar di berbagai media lokal, nasional dan internasional, juga banyak mendapat penghargaan dan terbit lebih dari 65 buku.
Penghargaan-penghargaan yang pernah diterimanya, antara lain: Menerima penghargaan Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional (PBDepdiknas, Jakarta, 2006) dalam rangka Bulan Bahasa & Sastra 2006, sekaligus Hari Sumpah Pemuda ke-78 sebagai pemenang ke-2 Sayembara Cipta Puisi Tingkat Remaja (13-22 tahun) Nasional, November 2006; Finalis Lomba Cipta Puisi Tingkat Umum Nasional 2012, yang diadakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerjasama dengan NulisBuku.Com & Plot Point, Jakarta, Desember 2012; Menerima Anugerah Piala Terbaik Kampanye Sastra Institut Teknologi Bandung (ITB), Mei 2014; Menerima Penghargaan Asia Tenggara dalam Anugerah Sastra Dunia Nusantara Melayu Raya (NUMERA-Malaysia) dari Persatuan Numera Malaysia, Maret 2014; memperoleh penghargaan Festival Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada (UGM), Juni 2015.
Ia pernah diundang mengikuti Temu Sastrawan Nusantara Melayu Raya (TSN) ke-1 (di Padang, Sumatera Barat, Maret 2012); Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) ke-6 (di Jambi, Desember 2012); Sempena Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara (di Sabah, Malaysia, Januari 2012); Pemerhati Pertemuan Baca Puisi Dunia Numera (di Kuala Lumpur, Malaysia, 21-24 Maret 2014), Pertemuan Sastera Budaya Negara Serumpun (Singapura, 30 Januari-06 Pebruari 2016); dll. Adapun antologi puisi tunggalnya berjudul, “Pembisik Musim.”
Kontak dan komunikasi bisa melalui: [email protected] (Email), A’yat Khalili II (Facebook), ayatkhalili.wordpress.com (Website), 0877-5018-1820 (Mobile/WA), ayat_khalili (Instagram & Line). Sekarang tinggal di kota kelahirannya, Sumenep-Madura.
No. Rekening: BRI: 0095-01-0021216-53-0, Cabang: 0095 Cabang SUMENEP, atas nama KHALILI.
Rubrik ini diasuh oleh M. Rois Rinaldi.