InspirasiOpini

Putri Jambidi: 2018; Menghadapi Generasi Alfa

biem.co – Dalam perputaran poros dunia, banyak ilmuwan menamai manusia-manusia yang lahir dalam perubahan gaya hidup. Contohnya seperti manusia-manusia yang sekarang ini sering kita dengar dengan sebutan Generasi Milenial atau Generasi Y. Sebenarnya apa itu Generasi Milenial? Sebagian orang menganggap bahwa Generasi Milenial adalah sebuah olokan. Sebab di zaman milenial banyak yang menganggap hidup adalah yang serba enak dan serba instan tanpa sebuah perjuangan.

Hingga saat ini, apabila kita membaca berbagai literatur yang mendiskusikan tentang Generasi Y, tidak pernah ada suatu kesepakatan kapan generasi ini dimulai. Sebagian literatur menetapkan bahwa mereka adalah generasi yang lahir di awal tahun 1980-an, namun banyak juga literatur yang menetapkan bahwa generasi ini lahir di awal, di tengah, bahkan di akhir 1990-an.

Apabila kita memperhatikan perilaku atau karakteristik Generasi Y di setiap daerah Indonesia, maka kita akan melihat karakteristik yang berbeda-beda, tergantung di mana ia dibesarkan, strata ekonomi, dan sosial keluarganya. Seperti singgungan saya sebelumnya, bahwa Generasi Milenial adalah generasi yang serba instan. Sebenarnya, dalam pemahaman saya, Generasi Y itu adalah generasi yang sangat terbuka pola komunikasinya. Hal tersebut membuat mereka terdorong lebih berani mengutarakan suatu pendapat, khususnya di media sosial.

Mereka yang terbilang sudah sangat fanatik dengan media sosial, mari kita melihat ke depan, bagaimana dengan kehidupan Generasi Alfa atau Generasi A? Memang sebelum lahirnya Generasi A ini, kita sudah bertemu dengan beragam manusia yang dikenal dengan Generasi Z. Generasi yang terbilang sudah mahir dan gandrung akan teknologi informasi dan berbagai aplikasi komputer. Mereka dapat mengakses berbagai informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan cepat. Bayangkan jika Generasi Milenial saja sudah secepat ini, bagaimana pada Generasi Z apalagi Generasi Alfa?

Mengapa saya memilih untuk memfokuskan pada Generasi Alfa pada tulisan ini? Ada kekhawatiran para Generasi Alfa baru-baru ini sudah banyak yang lahir, walau mereka masih terbilang sangat muda, tapi menurut saya mereka akan cukup menonjol lebih cepat. Biasanya, Generasi Alfa ini adalah mereka-mereka yang lahir dari perut para Generasi Milenial. Tak dipungkiri, bahwa Generasi Milenial mampu membuat rencana apa yang mereka inginkan, seperti soal pernikahan. Kita pun merasa bahwa banyak sekali Generasi Milenial yang berani untuk menikah muda, hal ini pula yang cenderung pesatnya kelahiran Generasi Alfa.

Jika Generasi Alfa sebagian terlahir dari seorang generasi digital, kita pasti dapat menduga perkembangan yang akan terjadi pada Generasi Alfa. Bagaimana fanatiknya Generasi Alfa dengan media sosial? Terlebih, ponsel zaman sekarang sudah sangat-sangat canggih, dan kita  bertanya-tanya, akan secanggih apa lagi satu atau dua tahun ke depan. Apakah Generasi Alfa akan populer dengan hologram phone? Apakah pada tahun kehidupan Generasi Alfa semua kepala sudah tidak akan menunduk karena ponsel mereka sudah bersifat layar hologram—yang akan melayang di udara—seperti di film Iron Man? Kita lihat, di tahun-tahun kelahiran mereka yang masih terbilang balita sudah dikenalkan pada gadget. Bahkan sering pula kita temui berbagai macam hal yang masih bersifat manual, kini sudah tercipta dalam sifat digital yang siap dikonsumsi oleh Generasi Alfa.

Jika memang banyak orang membayangkan—termasuk saya—di zaman Generasi Alfa adalah zaman yang sangat individualistis. Namun, kita juga tidak fair jika hanya memandang pada satu sudut pandang saja, apalagi yang negatifnya saja. Ketika Generasi Alfa berhadapan dengan dunia serba digital, tentu kita juga harus bersyukur karena Indonesia sedikit banyak sudah bisa mengikuti perkembangan zaman. Ketakutan pada “individualisme” yang nanti akan terjadi, hal tersebut bisa kita antisipasi dari sekarang. Dengan cara apa? Dengan cara mengajarkan anak-anak kita bagaimana mempelajari literasi digital dengan baik. Jika banyak orang bilang “jauhkan gadget dari jangkauan anak-anak” menurut saya itu hal yang mustahil, pun jika dilakukan hanya sekali atau dua kali saja, tidak bisa selamanya. Pendaftaran sekolah (bahkan tingkat dasar) sudah masuk ranah digital. Mau sejauh apapun kita berlari dari hal tersebut karena ketakutan kita kepada zaman, kita tetap akan menemukan hal tersebut di ruang sekecil apapun.

Tergantung pada literatur yang kita ajarkan kepada anak-anak, jika hal tersebut berjalan baik, para Generasi Alfa akan menjadi pemikir yang bagus. Kenapa bisa? Karena kita paham betul, suatu perangkat digital akan dirancang dengan secerdas mungkin, dan akan digunakan dengan sebaik-baiknya oleh manusia yang cerdas pula.

Kitalah sebagai faktor yang paling utama, kita adalah manusia yang lahir sebelum Generasi Alfa lahir, kita pula yang akan menjadi darahnya para Generasi Alfa. Kita juga sudah sangat berpengalaman sehingga dapat menyampaikan baik dan buruknya perangkat digital. Jadi, sudah siapkah menghadapi Generasi Alfa? (uti)


Putri Nur Pertiwi, atau akrab dikenal dengan nama Putri Jambidi, merupakan salah satu mahasiswa AIKA 2016.

Editor:

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Back to top button