Irvan HqKolom

Bika Anjaswari : Wilujeng Morning Oppa Sunda!

Sedikit sekali saya temui, setelah beberapa kali berpindah tempat kerja, seorang atasan yang selain berfungsi sebagai leader, mentor, sekaligus teman, di mana saya tidak ragu menceritakan permasalahan penting dan ngga penting. Seseorang yang menurut saya memiliki kapasitas dan kapabilitas juga inovasi dan tanggap terhadap perubahan serta mudah beradaptasi.” – Bika Anjaswari

CSI#21, biem.coAwal tahun 2000-an saya pernah nonton acara di tipi yang namanya KATAKAN CINTA. Sesama Kids Jaman Old yang juga merasakan masa-masa menonton reality show tersebut, pasti kenal istilah pejuang, target, dan sebutan high quality jomlo. Pejuang adalah sosok yang meminta bantuan dari tim Katakan Cinta untuk menjadi penembak, sementara target adalah calon yang akan ditembak. High quality jomlo sendiri merupakan julukan untuk orang yang mendapat rekomendasi dari banyak orang karena berstatus jomlo yang diatas rata-rata

Tahun 2013, setelah bertransmigrasi dari Jakarta ke Lampung, atas doa orangtua dan dukungan sms para pemirsa saya ditemukan oleh pencari bakat, eh maksud saya HRD pabrik pakan ternak dari sebuah corporate group asal Korea. Bukan, saya bukan kerja di Korea-nya. Jadi saya juga ngga pernah ketemu Oppa Gangnam, adanya Oppa Sunda: IRVAN HQ. Wilujeng morning!

Saya bertanya dalam hati, mengapa nama belakangnya singkatan? HQ itu apa? Kenapa donat tengahnya bolong? Kenapa ketoprak pedes karetnya dua? Kenapa Senin harga naik?

Saya teguk air mineral yang di iklan itu untuk mencoba fokus, apa itu HQ? Mungkin High Quality. Jangan-jangan beliau terinspirasi dari acara yang saya lihat ketika SMA atau ikut audisi dan masuk di kategori High Quality jomlo? Entahlah. Haruskah kutanya malam? Dapatkah kau lihatnya perbedaan yang tak terungkapkan, tapi mengapa kau tak berubah, ada apa denganmu?

Ada apa? Ada kebijakan baru di tempat kerja, semacam tata cara penyampaian proposal. Saya ingat sekali waktu itu beliau mengerjakan sendiri mulai dari ngetik, ngeprint, hingga menempatkannya di kaca ruangan kasir dengan selotip. Setelah selesai beliau menepukkan kedua tangan dan berkata ‘prok-prok-prok jadi apa?’. Kok jadi Pak Tarno?

Saya melihat pengumuman itu dan dengan segera menemukan semacam kesalahan.

“Pak, itu kenapa diketik ‘pangajuan’ bukannya ‘pengajuan’?”

“Ya, gapapa,” jawabnya santai saja.

“Apa tidak perlu diprint ulang?” saya mulai meyakini bahwa memang ada kesalahan ketik.

Ga usah. Kan yang bikinnya orang Sunda.”

Saya cuma bisa menggerutu sambil cekikikan juga dalam hati.

Tidak mudah saya lupakan, satu waktu beliau sampaikan, ingin mempromosikan saya setahap ke atas. Saya ambil kaca di laci meja, takut ada cabe ketoprak nyelip. Ini bukan mimpi, kan? Kalau iya,  indah banget. Temannya Indah Kalalo. Saya ingin bertanya pada rumput yang bergoyang, tapi cuma Ebiet yang ngerti caranya. Saya bingung kemudian saya tanyakan saja langsung pada orangnya.

“Serius?”

“Mbak Bika,” ujarnya dengan nada yang tenang, sebagaimana biasanya ia memang selalu tenang seperti air mengalir hingga jauh ke Bengawan Solo. “Kenapa saya ngga mau ambil orang luar untuk isi posisi ini?”

Ditanya malah bertanya balik, saya jadi diam seribu bahasa. Kikuk.

“Saya ingin dalam tim saya semua bertumbuh dari bawah, kalau saya ambil orang lain dari luar, maka kesempatan orang-orang yang sudah ada akan tertutup,” lanjutnya menjelaskan. “Saya ingin proses leadership tumbuh dari bawah. Proses yang memungkinkan adanya saling mendukung kalau salah satu naik, begitupun seterusnya anggota tim lainnya akan didukung oleh anggota yang baru masuk, sehingga proses regenerasi berjalan dengan baik.”

Sedikit sekali saya temui, setelah beberapa kali berpindah tempat kerja, seorang atasan yang selain berfungsi sebagai leader, mentor, sekaligus teman, di mana saya tidak ragu menceritakan permasalahan penting dan ngga penting. Seseorang yang menurut saya memiliki kapasitas dan kapabilitas juga inovasi dan tanggap terhadap perubahan serta mudah beradaptasi.

Jika dilihat sekilas, agak aneh juga mentor saya ini. Kadang kala tidak dapat dipahami, ya semisal tulisan yang tidak perlu dicetak ulang karena ia ingin pengumuman itu berbahasa Sunda atau entah karena memang kebetulan keserimpet ngetiknya. Tetapi momen-momen yang begitu malah momen-momen menyenangkan. Suasana terasa cair. Jika menatapnya lebih dalam, orang akan mengerti bagaimana ia menciptakan suasana yang bersahabat tanpa mengesampingkan nilai keilmuan melalui tutur kata dan perbuatannya.

Banyak sekali yang saya dapatkan darinya. Saya masih sangat ingat begitu banyak kalimatnya. Beberapa kalimatnya bahkan menjadi pemompa semangat bagi orang-orang di kantor. Katanya, orang yang menang belum tentu yang paling kuat. Ia adalah yang dapat beradaptasi. Ia juga pernah berkata: “Bekerja tidak hanya harus keras tapi juga cerdas. Coba untuk melihat setiap masalah secara menyeluruh sebelum menarik kesimpulan dan mengambil solusi yang tepat.”

Ia juga kerap mencontohkan alih-alih untuk tidak hanya memberi perintah kepada timnya.  Misalnya saat memotivasi kami untuk kerja cerdas bukan cuma keras, dimulai dari membuat rencana kerja, mencatat  to do list sampai membuat Weekly planning. Sehingga semua orang di dalam timnya betul-betul mendapatkan tauladan, bukan hanya mendapatkan kata-kata.

Kemampuannya menciptakan ikatan yang baik dalam tim dan eksternal adalah satu di antara banyak keistimewaannya. Sehingga suasana kerja terasa lebih dekat dan nyaman. Sebab salah satu faktor utama kita berbahagia dalam pekerjaan yang sedang dijalani selain sesuai dengan passion, adalah suasana kerja yang mendukung. Ketika sudah bisa mencintai pekerjaan, maka hari-hari kerja dapat dijalani dengan bahagia.

Untuk mendapatkan buku Tentang Orang yang Memasangkan Sayap Kecil di Pundak Para Pemimpi silahkan klik disini.

Memang benar kata pepatah, ada pertemuan ada perpisahan. Walaupun waktu saya bekerja sama dengannya terbilang singkat, darinya saya menjadi manusia yang lebih baik. Saya merasakan pandangan yang baru dan jelas, sehingga dapat saya jadikan sebagai bekal untuk menjalani pekerjaan saya yang sekarang. Bekal yang saya pilih untuk ditempatkan dalam hati, alih-alih dalam tupperware. (Red)

Bika Anjaswari adalah perempuan yang pasrah, kalau pas kenalan orang langsung keinget Bika Ambon. Lahir di Jakarta, 15 Juli 1985, paling suka makan Indomi telor dicampur, jangan dipisah nanti kangen. Paling tidak suka berduaan ditempat gelap karena benci nyamuk dan kata nenek itu berbahaya. Besar di Jakarta mulai dari sekolah di SD 07 Manggarai Jakarta lulus tahun 1998, SMP 67 Jakarta lulus tahun 2001 dan SMA 79 Jakarta lulus tahun 2004. Sarjana jebolan FE Akuntansi Universitas Islam As-Syafi’iyah pada tahun 2010 ini bercita-cita ingin hidup lurus tapi takut nabrak jadi tetep harus belok-belok. Warna kesukaan kuning muda. Kuning tua juga suka tapi yang jiwanya muda. Pernah bekerja di PT Gita Persada tahun 2006-2008, PT Hanako Global Energy tahun 2009-2011, PT Karya Bhakti Insan Utama tahun 2011-2013, PT CJ Cheiljedang Feed Lampung 2013-2014 sampai akhirnya menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan sampai sekarang.  Lulusan Magister Universitas Sriwijaya bidang ilmu Magister Administrasi Publik ini rajin membaca buku, mengoleksi piring, payung cantik dan update status receh di https://www.facebook.com/bikabon.

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button