Ketahanan PanganTerkini

Strategi Perolehan Protein Hewani Murni dari Pemanfaatan Sayur Limbah di Masyarakat

Oleh : Farah Donnabella Azarine, Mahasiswa Magister Ilmu Pangan - IPB University

BOGOR, biem.coFood waste dan food loss merupakan salah satu masalah global yang dialami oleh beberapa negara di dunia. Isu ini terus disorot dalam era modern karena dengan kondisi populasi dunia yang semakin bertambah, perubahan iklim global, dan kasus kelaparan dunia yang apabila masalah food waste dan food loss tidak diatasi maka dikhawatirkan dapat memicu kondisi yang mengkhawatirkan di masa depan.

Food and Agricultural Organization (FAO) menyebutkan bahwa secara global, satu per tiga makanan yang diperkirakan jumlahnya adalah 1,3 miliar ton terbuang dengan sia-sia setiap tahunnya dan menjadi sampah makanan. Berdasarkan data FAO, Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara dengan jumlah sampah makanan terbanyak di dunia setelah Arab saudi (Luna dan Suryana 2022).

Menurut laman zerowaste.id, definisi food waste adalah makanan yang siap dikonsumsi oleh manusia namun dibuang begitu saja dan akhirnya menumpuk di TPA, sedangkan food loss adalah sampah makanan yang berasal dari bahan pangan seperti sayuran,buah-buahan, atau makanan yang masih mentah namun sudah tidak bisa diolah menjadi makanan dan akhirnya dibuang begitu saja.

Secara naluri kemanusiaan, hal ini tentu tidak dibenarkan dimana satu situasi mengalami kelaparan sedang lainnya membuang makanan secara percuma. Pengentasan kelaparan dan permasalahan food waste ini telah menjadi salah satu tujuan dari pembangunan berkelanjutan dalam Agenda 2030 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pengelolaan limbah pangan adalah hal yang berarti dalam upaya menghasilkan sistem pangan yang lebih berkepanjangan serta efektif. Food waste tidak hanya menghasilkan tantangan dalam ketahanan pangan, namun berkontribusi pada permasalahan lingkungan juga seperti peningkatan emisi gas rumah kaca dan peningkatan volume sampah.

Oleh sebab itu, dibutuhkan langkah kreatif dalam mengurangi, mendaur ulang, dan memanfaatkan limbah pangan untuk menggapai pembangunan keberlanjutan serta penyeimbang ekosistem. Hal ini dapat dimulai dari daur ulang sisa-sisa makanan di tingkat rumah tangga hingga sampai aksi kerja sama dan inovatif dalam membangkitkan elemen sosial masyarakat yang lebih luas termasuk melibatkan warung makan, restoran, pedagang sayur, universitas yang memiliki lahan peternakan, dan lainnya secara terkoordinasi.

Langkah ini melibatkan konsep berbasis circular economy, di mana limbah dapat diolah sebagai sumber energi yang bisa diolah kembali menjadi produk dengan nilai tambah. Salah satu contoh pemanfaatan limbah organik yaitu dengan memanfaatkannya menjadi pakan ternak khususnya sapi dan ayam karena selain dagingnya, juga dapat diperoleh protein hewani yang baik yaitu susu dan telur sebagai upaya pengentasan kelaparan dan kurang gizi.

Limbah organik yang dijadikan sebagai pakan ternak secara langsung bersifat mudah membusuk, bervolume, dan memiliki masa simpan yang relatif singkat sehingga diperlukan teknik pengolahan limbah untuk memperpanjang masa simpan, mempermudah penyimpanan, dan mengurangi efek anti nutrisi yang mungkin terjadi.

Limbah makanan dapat mengandung berbagai mikroba dan agen prionik yang dapat menyebabkan penyakit. Pemberian pakan berbasis limbah organik secara langsung saat ini dilarang di Uni eropa karena masalah pengendalian penyakit.

Penularan penyakit pernah terjadi ketika sisa makanan yang terkontaminasi tidak cukup dipanaskan sebelum diberikan kepada hewan. Hal ini pernah terjadi pada wabah demam babi Afrika (ASF) di Belanda pada tahun 1986 dan penyakit mulut dan kuku (PMK) di Inggris pada tahun 2001.

Sejak saat itu, undang-undang Uni Eropa melarang penggunaan produk hewani dan limbah katering untuk di daur ulang sebagai pakan terutama pada jika melibatkan intra-spesies (kanibalisme). Di Kanada, memberi sisa makanan ke hewan milik produsen diperbolehkan selama tidak terkontaminasi dengan daging dan produk hewani yang dihasilkan tidak dijual kepada orang lain (Dame-Korevaar et al. 2021).

Secara teoritis, keamanan pakan dari kerusakan mikroba akan mencukupi setelah melewati proses pemanasan dan penanganan dengan baik. Penggunaan limbah makanan yang diberi perlakuan panas terbukti berhasil di negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan, dimana sekitar 40–45% limbah makanan digunakan kembali sebagai pakan ternak, seperti babi (Ominski et al. 2021).

Beberapa metode dapat diterapkan dalam mengubah limbah organik menjadi pakan ternak, seperti pengeringan matahari, pengeringan semprot (spray drying), pengeringan beku (freeze drying), dan pengeringan vakum (vacuum drying). Metode pengeringan matahari memerlukan sumber daya dan biaya yang lebih rendah dibanding metode lainnya.

Pengeringan semprot adalah salah satu cara paling sederhana untuk mengubah ekstrak cair menjadi bubuk kering yang stabil. Beberapa penelitian juga menggabungkan teknik mikroenkapsulasi pada pengeringan semprot. Produk limbah kering memiliki aktivitas air yang lebih sedikit dibandingkan yang diperlukan bakteri untuk melanjutkan aktivitas metabolismenya.

Limbah yang diolah harus ditampung dan disimpan sedemikian rupa sehingga air tidak dapat diserap kembali agar stabil. Wadah/tabung penyimpanan harus bersih dan tidak rusak (tidak retak, berlubang, atau penyok) untuk memudahkan pembersihan dan menghindari kontaminasi.

Semua wadah harus bersih dan didesinfeksi tanpa sisa limbah atau bau. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pengeringan beku adalah metode yang efektif untuk meminimalkan sisa makanan. Namun, beberapa peneliti berpendapat bahwa pengeringan beku tidak tepat karena biayanya yang tinggi (Nath et al. 2023). Dari beberapa alternatif teknik pengolahan yang ada, perlu dilakukan peninjauan efektivitas biaya dan proses.

Fitasari dan Mushollaeni (2020) mengemukakan inovasi teknik pembuatan pelet dari limbah sampah makanan. Sayuran perlu dijemur selama 8 jam di bawah sinar matahari kemudian diolah menjadi pelet dengan menggunakan mesin pelet berbahan bakar bensin.

Semua bahan dicampur lalu dimasukkan ke dalam mesin pelet secara bertahap tanpa ada proses pemanasan di dalam mesin. Untuk bahan pengikat digunakan kombinasi tepung singkong dan molasses. Hasil yang keluar berupa pakan berbentuk pelet yang masih dalam bentuk basah sehingga pakan berbentuk pelet tersebut harus dijemur selama 1 hari hingga bentuknya menjadi keras.

Setelah keras, pelet dipukul secara ringan hingga menjadi pecahan pelet atau disebut dengan “crumble” untuk menyesuaikan dengan ukuran paruh ayam broiler. Melalui beberapa pilihan teknik pengolahan terhadap limbah makanan tersebut diharapkan masyarakat dapat turut menjaga lingkunagn dari penumpukan limbah makanan serta memperoleh manfaat gizi dari hasil aktivitas ternak. (Red)

 

REFERENSI

Dame-Korevaar A, Boumans IJ, Antonis AF, van Klink E, dan de Olde EM. 2021. Microbial health hazards of recycling food waste as animal feed. Future Foods. 4: 100062. DOI: 0.1016/j.fufo.2021.100062.

Fitasari EKA dan Mushollaeni W. 2020. The potential of vegetable waste-based pellets on broiler production performanceand nutrient digestibility. IOSR Journal of Agriculture and Veterinary Science. 13(11): 18-24. DOI: 10.9790/2380-1311011824.

Luna P dan Suryana EA. 2022. Implementasi sistem pengelolaan Food Loss and Waste (FLW) di Indonesia sebagai inisiatif presidensi G20 implementation of Food Loss and Waste (FLW) system in Indonesia as an initiative of G20 presidency. Jurnal Analis Kebijakan. 6(1). DOI: 10.37145/jak.v6i1.461.

Nath PC, Ojha A, Debnath S, Sharma M, Nayak PK, Sridhar K dan Inbaraj BS. 2023. Valorization of food waste as animal feed: a step towards sustainable food waste management and circular bioeconomy. Animals. 13(8): 1366. DOI: 10.37145/jak.v6i1.461.

Ominski K, McAllister T, Stanford K, Mengistu G, Kebebe EG, Omonijo F, Cordeiro M, Legesse G dan Wittenberg K. 2021. Utilization of by-products and food waste in livestock production systems: A Canadian perspective. Animal Frontiers. 11(2): 55-63. DOI: 10.1093/af/vfab004.

Editor: admin

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button