InspirasiOpini

Fakhrur Khafidzi: Labirin Negeri Kita

biem.co — Tujuh belas ribu lima ratus empat pulau di negeri ini, seribu tiga ratus empat puluh suku bangsa dan jumlah penduduk terpadat ke empat di dunia dilengkapi dengan kekayaan alam yang melimpah.  Inilah negeri kita Indonesia, dengan lambang burung garuda yang menggambarkan negara yang besar dan kuat serta bendera merah putih yang melambangkan keberanian dan kesucian.

Negeri ini tercipta dengan pengorbanan jiwa dan raga, bangsa ini lahir dari perjuangan para pahlawan. Tiga ratus lima puluh tahun negeri ini dijajah, saat itu segenap usaha dilakukan oleh setiap kalangan masyarakat, baik tua maupun muda, laki-laki ataupun perempuan, dengan satu tujuan yaitu merdeka.

Saat ini, 72 tahun setelah kemerdekaan, negeri ini jauh berkembang. Kita tidak lagi dihantui rasa takut akan senjata, tidak mendapatkan kesulitan saat akan beraktivitas. Kebebasan kita dapatkan, kenyamanan dan kemewahan bisa dirasakan oleh masyarakat.

Saat semuanya sudah tercapai (merdeka), segala potensi yang dimiliki dikelola dan diarahkan untuk menjadi negeri yang makmur. Kita yang mengelolanya, dan saat ini semua ada di genggaman kita. Hari ini kita tidak perlu lagi mengorbankan darah dan nyawa kita untuk negeri ini. Pun pemuda-pemudi negeri ini tidak perlu lagi berperang menggunakan senjata. Saat wanita-wanita negeri ini tidak lagi dalam kedukaan dan kenistaan.

Sudah 72 tahun lalu, penjajah pergi dari negeri yang indah ini. Namun kondisi Indonesia saat ini menunjukkan penduduknya buta akan sejarah, membuat penduduknya mati rasa atau acuh akan kedzoliman dan kemudhorotan yang terjadi di sekelilingnya. Mulai dari pejabat pemerintah sampai masyarakat bawah, kini terjebak dalam satu situasi yang berasal dari dampak negatif globalisasi, modernisasi, dan dampak sekularisasi.

Dari pemerintahan, perekonomian sampai pendidikan penuh dengan tipu muslihat yang membawa bangsa dan negara ini ke arah yang kerusakan. Sikap pejabat pejabat dan politisi yang saling menjatuhkan, banyak melakukan korupsi, dan kebobrokan akhlak menjadi masalah serius yang harus segera dituntaskan. Belum lagi soal konflik-konflik yang terus terjadi, sehingga masyarakat menjadi terpecah. Bisa kita lihat dengan jelas, labirin yang dibuat sendiri oleh penduduknya. Semakin hari, tahun berganti tahun semakin rumit dan terus menemui jalan buntu.

Mari kita renungkan keterpurukan negeri ini yang disebabkan berbagai masalah, membuat kita pesimis. Mau jadi seperti apakah bangsa ini di masa depan? Kesenjangan antara yang kaya dan miskin, buruknya kualitas pendidikan, sikap arogan dan serakah para elite penguasa. Kekerasan yang dilakukan kelompok-kelompok masyarakat yang mengatasnamakan golongan tertentu membuat semangat kebersamaan dan persaudaraan kian memudar. Padahal untuk menjadi bangsa yang besar, kita memerlukan semua kekuatan dari berbagai elemen untuk bersatu padu dan bekerja sama.

Saat ini, jangankan bersatu padu, hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat yang plural saja sulit. Jangankan bekerja sama, hak-hak dasar kelompok lain yang jelas-jelas dilindungi konstitusi saja sering dilanggar. Sekarang, setiap hari kita disuguhi berita berbagai prilaku barbar yang dilakukan kelompok atau institusi tertentu dengan dalih kepentingan bersama. Sebuah dalih kebenaran yang sulit untuk diterima akal sehat.

Sayangnya, karena perilaku tersebut sangat sering terjadi, maka masyarakat umum menganggapnya sebagai sebuah kewajaran bahkan menjadi suatu keharusan. Dan, apa yang tadinya tidak bisa diterima akal sehat menjadi satu-satunya hal yang bisa diterima akal. Jadilah kekerasan dan kebodohan “membudaya” di negeri kita.

Inilah gambaran labirin negeri kita, labirin yang diciptakan oleh penduduk negerinya sendiri. Kita seakan lupa akan darah yang telah tumpah dan nyawa para pahlawan yang gugur untuk membuat negeri ini merdeka. Kita seakan menjadi kaum yang tak bersyukur akan keadaan yang kini jauh lebih baik, keadaan yang seharusnya negeri ini jaya di tangan kita sendiri. Karena negeri ini dibekali dan diberkahi begitu banyak potensi potensi dan kekayaan alam.

Kini seharusnya pemerintah menitikfokuskan pembangunan pada masyarakatnya dalam aspek persatuan dan kesatuan. Usaha untuk merumuskan kembali makna menjadi bangsa Indonesia agar selalu relevan. Kita perlu untuk menelaah ulang hakikat bangsa dan negara kita ini, terlebih saat bangsa ini dihadapi pada persoalan langkanya rasa kebersamaan seperti yang kita alami saat ini.

Dengan proses ini, diharapkan bangsa ini dapat menemukan dan meneguhkan kembali ikatan batinnya sehingga terjadi penyatuan seluruh kekuatan yang dimilikinya. Oleh karena itu, konsentrasi penuh pada aspek pendidikan adalah jalan keluar dari labirin Ini. Karena, labirin ini tercipta oleh penduduknya sendiri. Semua (pemerintah dan masyarakat) harus bersinergi guna mencari jalan keluar dari labirin ini menuju tanah lapang yang akan dibangun untuk negeri ini menuju adil dan makmur. (red)

Fakhrur Khafidzi, adalah Presiden Mahasiswa Institut Agama Islam Banten (IAIB) dan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).


Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi


Berita Terkait ;

Arif Budiman: Mengandai Konsistensi Partai
Asep Abdurrahman: Agama Dalam Prilaku Pengendara
Tembok adalah Kanvas Kosong
Kunjungi Kedubes Palestina, Kohati Badko Jabodetabeka Banten Hasilkan Beberapa Poin Kesepakatan

Editor: Andri Firmansyah

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button