InspirasiOpini

Udi Samanhudi: Jangan Menabung di Usia Muda

biem.co — ‘Jangan menabung di usia muda!’ Begitulah Kim, seorang professor salah satu universitas ternama di Seoul, Korea Selatan memberikan wejangannya melalui sebuah buku dengan tajuk yang amat sederhana namun syarat dengan makna, ‘Time of Your Life’. Nasehat Kim dalam redaksi sebuah kalimat yang singkat dan penuh dengan ketidaklaziman ini tentu menuai reaksi. Sayapun sedikit kurang setuju saat membaca heading pada salah satu bagian dari buku yang menurut saya luar biasa out of the box ini.

Akan tetapi, pemikiran saya tentang perkara menabung di usia muda ini perlahan tapi pasti mengikuti kelokan cara berpikir sang Profesor beken yang satu. Setelah beberapa saat merenung,  pemikiran kami akhirnya bertemu di ujung jalan yang sama. Ya, saya setuju dengan Pak Kim bahwa usia muda jangan terlalu dibebani dengan menabung uang di bank, di penny bank alias celengan, atau di laci lemari pakaian. Mengapa? Ini alasan Pak Kim.

Usia  muda di awal dan tengah 20-an adalah usia yang menurut Kim, umumnya, masih belum matang dari segi kompetensi dan wawasan. Meski tidak sepenuhnya benar, Kim berkeyakinan bahwa anak muda di rentang usia ini cara pandangnya terhadap berbagai hal masih perlu untuk terus diasah. Artinya, menabung kompetensi dan keterampilan dalam bidang-bidang yang menjanjikan masa depan jauh lebih penting daripada tumpukan uang di bank yang jumlahnya tidak akan seberapa mengingat bayaran yang kecil dan alakadarnya untuk seorang anak muda yang hanya punya tenaga namun kurang kompeten dan kreatif.

Lain ceritanya jika uang yang ditabung ini dialihkan untuk pengembangan diri. Kim berkata bahwa mereka yang berfokus pada peningkatan kompetensi baik melalui studi lanjut maupun kurus-kursus informal akan jauh lebih mapan dengan cepat karena gaji yang mereka terima umumnya lebih besar karena perusahaan melihat kompetensi dan keterampilan yang kini dimiliki.

Selain itu, sang professor muda ini juga menyarankan untuk sebanyak mungkin mencari mentor pengembangan kepribadian dan keterampilan diri. ‘Carilah orang yang berpengalaman atau orang yang lebih dewasa yang diyakini mampu memberikan sumbangsih pada peningkatan keterampilan kita!’ dan’ Perbanyak ikuti seminar dan pelatihan baik formal maupun informal yang berorientasi pada pengembangan diri’ begitu Prof. Kim berujar. Usia 20-an awal is a ‘tricky age’.

Selain menawarkan masa-masa yang menyenangkan, usia 20-an ini juga menyuguhkan tantangan karena meski secara fisik umumnya sangat mumpuni, para pemilik usia ini juga dihadapkan pada realitas bahwa masa depan sangat tergantung di usia ini. Memilih pergaulan yang salah, lupa dengan komitmen meningkatkan kompetensi dan keterampilan pada bidang yang digeluti, lalai dalam ritual keagamaan adalah contoh beberapa sandungan yang acapkali menjauhkan masa depan yang diinginkan.

Lagi-lagi, keyakinan bahwa menabung di usia muda adalah hal yang kurang tepat seperti yang dikemukakan Kim tentunya sedikit keluar dari ‘rel’ yang biasanya. Berbagai jenis self-help book yang banyak kita temukan di berbagai toko buku termasuk di ratusan toko-toko buku online justru menggaungkan suara yang sebaliknya. Sebagian dari buku-buku ini berisi tentang pengelolaan keuangan bahkan di usia yang sangat belia. Berbagai macam isu investasi, cara menabung yang efektif dan pengaturan cash-flow bulanan dibahas di  buku-buku ini yang tak lain bertujuan untuk memberikan anak-anak muda way out atau solusi keuangan yang seolah mujarab untuk menopang kehidupan di masa tua nanti.

Para penulis buku-buku model self-help ini seolah menebar doktrin yang menekankan akan pentingnya menabung sedini mungkin  agar kaya raya di usia senja dan cukup untuk bertahan hidup sampai kelak harus ‘pulang’ meninggalkan semesta raya. Setidaknya itulah apa yang saya dapati dan simpulkan dari beberapa buku jenis self-help yang pernah saya ‘peras’ esensi di dalam setiap bab-nya.

Merespon apa yang disuarakan oleh Profesor Kim di atas, saya kemudian teringat dua tokoh hebat di negeri ini,  Prof. Renald Kasali (Akademisi UI) dan belakangan Pak Made Andi (Akademisi UGM) yang mewajibkan mahasiswanya untuk memiliki paspor, menabung dan ‘menghabiskan’ tabungannya untuk belajar melakukan perjalanan  ke luar negeri baik perorangan maupun kolektif.

Kegiatan semacam ini menurut saya sangat bagus untuk anak-anak muda. Jalan-jalan ke luar negeri berpotensi untuk membuka wawasan, melatih keberanian, kearifan berpikir, inisiatif, keatifitas dan keterampilan memecahkan masalah yang langka dijumpai saat menjalani rutinitas yang sepi tantangan. Yang tak kalah penting adalah kegiatan semacam ini berpotensi membantu anak-anak muda kita untuk lebih open minded dan lebih bijak daam melihat berbagai hal.  Selain travelling, mengikuti berbagai kursus online gratis, memperbaiki keterampilan bahasa asing, dan keterampilan baca tulis juga akan lebih mendekatkan para pemuda pada kehidupan professional dan kehidupan perekonomian yang jauh lebih bagus dan mapan ke depannya.

Seperti yang dikemukakan oleh Prof. Kim, kehidupan yang penuh sensasi dan kesejahteraan lahir batin dibangun oleh sebuah cara pandang hidup mumpuni yang didapat dari pengalaman dan komitmen kuat pengembangan diri. Dan, BUKAN dari sebuah kehidupan yang hanya sekedar ditemani oleh tumpukan harta dan uang yang gagal membawa si empunya kemanapun kecuali ke BANK!

Semoga  para pemuda kita senantiasa diberikan ghirah untuk terus bertumbuh dan percaya diri dalam bersaing di kancah lokal, nasional maupun global sebagai generasi muda penghuni bangsa besar, kaya nan anggun bernama Indonesia yang senantiasa memikat mata warga dunia ini. Amin.


Udi Samanhudi adalah Akademisi Untirta, Awardee Beasiswa LPDP program Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) Kemenkeu RI dan saat ini tengah menempuh studi doktoral dalam bidang Teaching of English for Speakers of Other Languages and Applied Linguistics, Queen’s University of Belfast, United Kingdom.

Editor: Andri Firmansyah

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Back to top button