InspirasiOpini

Tauhid Nur Azhar: Renungan Tentang Waktu dan Ketidakpastian

oleh: Dr. Tauhid Nur Azhar

biem.co – Waktu selalu berjalan dengan pasti, ajeg, meski saat dirasa secara subjektif dapat memberikan kesan relatif. Maksudnya, di saat kita happy, penuh suka cita, gembira dengan berjuta rasa, jatuh cinta, juga saat tengah merasakan sensasi nikmat yang tiada tara, di saat itu waktu alias masa atau kala mendadak terasa berlalu dengan sedemikian cepatnya. Sebaliknya jika kita berada dalam kondisi terancam bahaya, sakit, atau berbagai keadaan tidak nyaman lainnya, maka waktupun seolah berjalan dengan teramat lambatnya. Seolah dengan sengaja ingin menyiksa kita dengan memenjara dalam situasi tak berdaya, tak mampu berbuat suatu apa meski hati, jiwa, dan pikiran berontak, dan memaksa otak untuk bergerak.

Demikian pula saat waktu melaju pesat teramat cepat di saat bahagia datang merapat, maka episoda selanjutnya bisa berupa gejala after effect berupa syukur, tapi bisa juga menyisakan penyesalan yang berkepanjangan karena gembira yang dirasa tentu tak abadi dan akan berganti dengan suasana yang mungkin jauh berbeda. Di saat itulah penyesalan datang menyergap dan harap untuk mengulang kembali momentum indah mulai datang bertubi. Demikianlah cara kerja otak manusia yang dapat mengembangkan angan sedemikian rupa, lalu merancang berbagai jalan agar kebahagiaan yang menjadi rujukan dapat diulang di masa depan.

Jadi kita ini kalau dipikir-pikir agak menyerupai hamster yang berlari-lari di running wheels, seolah tiada henti, cepat lambat dan berhenti serta keluar sebenarnya adalah opsi yang tersedia. Tapi, ya, semua kembali kepada kita, karena kan larinya juga sukarela. Herannya kadang kita memilih untuk terus berlari tanpa tujuan dengan menggadaikan segenap tenaga yang kita punya. Mengejar ketidakpastian, menggantang harapan dan berakhir pada samudera kekecewaan. Mengejar ketidakpastian?

Bukankah semua yang tidak pasti harus dikejar untuk dipastikan? Ini konsep dasar metodologi ilmiah. Ketika ada gap atau ruang antara fakta dengan data teori yang tersedia maka terbuka lebar peluang tanya yang pada gilirannya akan mendorong terciptanya pola jawab bersistematika. Kita mengenalnya sebagai pertanyaan riset atau research question. Tapi di balik itu semua tentu muncul pertanyaan yang menggelitik bagi kita semua, apakah kepastian itu ada? Karena dalam dinamika interaksi dalam jejaring algoritma semesta status kepastian itu tidak statis. Pasti itu relatif. Ketidak pastian adalah kepastian. Bingung, kan?

Kembali ke metodologi penelitian atau metodologi ilmiah, salah satu filsuf yang mengkajinya secara khusus antara lain adalah Rene Descartes. Mengacu pada pemikiran Descartes, manusia itu menurut beliau memiliki dualisme yang mempengaruhi bagaimana cara kita berpikir dan meneliti apa yang terjadi di dalam dan di luar diri kita. Lebih lanjut Descartes menjelaskan bahwa dualisme dalam diri manusia itu terdiri atas dua substansi yaitu rescogitans (jiwa bernalar) dan res extensa (penubuhan atau jasmani yang meluas). Manusia yang berpikir menjadikan potensi fisiologisnya (tubuh dan mekanisme di dalamnya) sebagai alat cendekia dalam mengurai berbagai misteri di sekitarnya. Termasuk mencari solusi dari lahirnya berbagai tuntutan kebutuhan yang lahir dari pengetahuan yang diakuisisinya. Konsep dualisme Descartes ini termaktub dalam 6 prinsip metodologi yang dituliskan dalam Discourse on Methods. Prinsip lainnya antara lain adalah mengedepankan akal sehat (common senses) dan mengembangkan kaidah-kaidah pokok dan moral.

Editor: Muhammad Iqwa Mu'tashim Billah
1 2 3Next page

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button