Fikri HabibiKolom

Fikri Habibi: Kepemimpinan Masa Depan Banten

biem.coBarang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka (Hadits)

Tidak terasa, kita berada di penghujung tahun 2016 dan selamat datang tahun baru 2017. Seperti biasa, tahun baru akan ada rencana, target, dan resolusi baru. Harusnya bukan sekedar berubah, melainkan sesuatu yang jauh lebih baik, meningkatkan yang kurang, membersihkan yang kotor dan tentu memperbaiki apa yang sudah berjalan dengan baik selama ini. Banten menuju ke sana, dan semoga sekarang ini berada dalam rel yang benar.

Ada baiknya kita melakukan evaluasi atas proses dan capaian sebelumnya. Ada target yang melesat atau meleset, rencana yang terlewati, kekurangan, dan kesalahan. Dalam siklus Edward Demings, check adalah proses yang sangat penting sebelum kita melakukan sesuatu (langkah berikutnya). Pertanyaan Banten punya rencana apa, dimulai daripersoalan Banten sekarang ini (beberapa tahun ke belakang) 16 tahun usia Provinsi Banten, masih bergelut dengan berbagai macam persoalan, kemiskinan, pengangguran, pemerintahan yang bersih-korupsi dan lain sebagainya. Saya coba searching di internet tentang soal-soal tersebut untuk mendapatkan data penjelas. Soal kemiskinan misalnya, sampai dengan Maret 2016 tercatat sebanyak 658 ribu jiwa lebih, ada penurunan kemiskinan di perkotaan namun sebaliknya angka kemiskinan di pedesaan meningkat (BPS Banten Juli 2016). Begitu juga dengan pengangguran yang mencapai 8.92% di bulan Agustus 2016 (http://databoks.katadata.co.id). Belum lagi kita berdiskusi soal korupsi di Banten.

Saya tidak dalam posisi menilai apakah angka tersebut masih tinggi atau sudah rendah, ada penurunan atau kenaikan dari tahun sebelumnya. Mari kita tempatkan angka itu sebagai sesuatu yang harus diselesaikan berapapun jumlahnya, harus ditekan sampai ke titik paling rendah. Banten akan mampu merampungkan pekerjaan rumah tersebut dan keluar dari persoalan-persoalan yang akut. Kita harus optimis, kuncinya ada di kepemimpinan dan Banten sedang dalam proses memilih pemimpinnya.

 

Kepemimpinan Banten; Masa Depan

Banten akan memilih pemimpinnya di 2017 tetapi rangkaian prosesnya sudah dimulai beberapa waktu  yang lalu. Kontestasi politik di manapun selalu menghadirkan keriuhan, meskipun belakangan ini perhatian publik banyak tersedot ke isu-isu Pemilihan Gubernur di Jakarta. Daerah-daerah lain yang melakukan pemilihan kepala daerah nyaris terlewatkan oleh pengamatan kita semua, tidak terkecuali di Banten. Mungkin saja ada masyarakat Banten yang acuh terhadap isu-isu politik lokal dan lebih memperhatikan Ahok di Jakarta. Atau, beberapa dari kita (masyarakat Banten) sudah jenuh dan jengah karena sosok dan harapan yang ditawarkan, biasa saja. Jika kita mengikuti dinamika pilgub (khususnya di media sosial), sikap cuek ini lahir setidaknya dari asumsi masyarakat yang memberikan penilaian “sama saja”. Aktor yang muncul, ide dan gagasan sampai isu yang digoreng, itu lagi dan itu lagi. Tidak ada (dalam istilah Alfan Alfian) yang “memecah kesunyian”.

Tapi, masyarakat tidak boleh apatis, optimisme mesti dibangun dan kita memiliki keyakinan bahwa Banten akan berkembang, maju dan sejahtera. Pemilihan kepala daerah di manapun sama, pemberitaannya ramai atau sepi, tetap menghasilkan seorang kepala daerah yang akan memimpin lima tahun ke depan. Nasib daerah dan masyarakatnya sangat ditentukan oleh kepemimpinan kepala daerah yang terpilih, dan itu salah satu poin penting. Kepemimpinan memastikan bahwa pengelolaan organisasi dilakukan secara baik sehingga arah organisasi sesuai dengan visinya.

Kita semua harus iqra, mengenal calon pemimpinnya; latar belakang, prestasi, pendidikan, gaya kepemimpinan, visi-misi, dan program sebelum memutuskan untuk memilih salah satunya. Pembacaan itu harus sampai melahirkan keyakinan bahwa calon pemimpin yang kita pilih mampu membawa Banten menuju kesejahteraan. Keyakinan masyarakat atas pemimpinnya akan menciptakan hubungan yang positif, kebijakan akan mendapatkan dukungan dan legitimasi. Begitu juga sebaliknya, pemimpin dapat dengan mudah “mengubah dan mengarahkan” atau apapun namanya dari masyarakat sesuai dengan visi yang ingin dicapainya. Karena dalam pandangan Pavlop (2001, Sandiasa) changeand people keduanya merupakan aspek penting dalam kepemimpinan. Mengubah organisasi beriringan dengan mengubah orang, baik itu soal pola pikir, kultur maupun mental dan itu tugas pemimpin. Mengubah masyarakat bukan pekerjaan mudah, karena sering kali sebuah kebijakan mengalami kegagalan karena soal itu.

Mungkin saja kuncinya ada pada keteladanan yang akhir-akhir ini semakin sulit kita temukan, keteladanan di rumah, di tempat kerja, dan keteladanan dalam memimpin pemerintahan. Banten ke depan harus diisi oleh pemimpin-pemimpin yang menunjukkan perubahan pada diri sendiri baru mengajak masyarakatnya. Pemimpin yang hanya dapat nasi putih dalam tumpeng sementara daging, ikan dan sayuran ada di bawah untuk masyarakatnya, bukan dibalik. Pemimpin yang mampu menggerakkan ruh dan spirit masyarakat Banten untuk bersama-sama membangun menuju kesejahteraan. Pemimpin yang transformasional, dia memberikan pedoman, motivasi, cerdas, juga menginspirasi masyarakatnya.

Hari ini kita diberikan pilihan calon pemimpin di Banten, masing-masing pasangan memiliki kelebihan dan kekurangan. Silahkan berdiskusi dan berdinamika karena itu sesuatu yang lazim dalam proses politik, tapi tidak perlu mencela, apalagi sampai bermusuhan. Kita pilih mana yang mendekati kriteria ideal masyarakat Banten dan tunggu hasilnya siapa yang menang. Selepas itu kita bersama-sama kembali membangun Banten dengan bidangnya masing-masing, tiada lagi pemisahan lawan atau pendukung. Sehingga beberapa tahun ke depan, Banten hadir dengan Provinsi dengan angka kemiskinan terendah, infrastruktur paling baik, layanan pendidikan dan kesehatan paling prima, transparansi paling tinggi dan korupsi paling rendah. Bukan hasil yang sama apalagi lebih buruk, dan kita semua merugi juga celaka. (*)


Fikri Habibi, adalah Ketua Program Studi Administrasi Negara FISIP Unsera. Ia dilahirkan di Pandeglang, Banten, pada 25 Januari 1981, dan memperoleh pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (S1 dan S2). Kini tengah melanjutkan studi S3 di Universitas Brawijaya. Ia menjadi pengajar di Program Studi Administrasi Negara FISIP Universitas Serang Raya sejak 2012.

Editor:

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button