biem.co – Siapa sangka di tangan Suroso (44) asal Malang dan Wiwin (44) asal Surabaya ini, lahan seluas 2 ribu meter persegi disulap menjadi perkebunan jambu dan hamparan bunga yang kini ngehits dan diburu pengunjung.
Pasangan suami istri yang tinggal di bilangan BPI sejak 2001 ini menamai perkebunan “Nghits” di Kampung Rokoy, Desa Kaduhejo, Kecamatan Kaduhejo, Kabupaten Pandeglang, Banten ini dengan “Kampung Jambu”.
Baru-baru ini, tim biem.co berhasil berbincang dengan Wiwin pemilik dan penggagas Kampung Jambu. Simak, yu.
Kepada tim biem.co, Wiwin menuturkan sebetulnya kami bukan bikin taman bunga atau tempat wisata, tadinya itu hanya showroom bunga.
“Kita kan jualan benih, bibit, dan pupuk sayuran, buah-buahan serta tanaman hias. Pokoknya, Saprotan (Sarana Produksi Pertanian), ada di sini,” terang ibu tiga anak ini.
Seiring berjalannya waktu, imbuhnya, di sela-sela kami menjual hasil tani, banyak masyarakat yang bertanya, benih atau bibit ini hasilnya seperti apa dan cara menanamnya bagaimana?
“Ya udah, akhirnya kita bikin demplot untuk menanam semua tanaman yang dijual dan menggunakan produk, sebagai display apabila ada yang bertanya lagi,” cerita Wiwin.
Untuk memperoleh benih sayur, bunga, serta buah semangka dan melon cukup membeli dengan harga Rp15 ribu – Rp20 ribu per bungkus/botol kecil.
“Benih kemasan kecil, kita sediakan untuk urban farming. Ya, barangkali ada orang yang ingin memanfaatkan lahan kecil atau pekarangan rumahnya untuk ditanami sayuran, buah atau bunga,” paparnya.
Adapun bunga yang menjadi display di Kampung Jambu, antara lain; Gomprema, Celusia Yelow Original, Celosia Red Oroginal, dan Celosia Kristata, Pinka, Matahari. Selain itu, ada juga Labu Madu.
“Semua bisa bertahan 3-4 bulan. Makanya, sekarang kita memproduksi lagi, berbeda dengan pohon jambu yang sudah lama ada,” tandasnya.
Jadi kami bukan menjual tiket, itu display kami. Setelah pengunjung membeli produk disilakan menikmati display itu.
“Dengan pengunjung membayar Rp7 ribu bisa mendapat pot atau satu botol minum. Ya, sebetulnya kita menjual produk, karena kalau dikasih benih, khawatir terasa terlalu mahal,” ujarnya.
Wiwin menyebutkan bahwa sesuai dengan rencana semula, memang tujuannya untuk wadah pelatihan pertanian, baik pelajar maupun masyarakat pada umumnya.
“Dari dulu kita punya angan-angan membuat wadah pelatihan di bidang pertanian, baik untuk anak sekolah, ibu-ibu, atau kelompok-kelompok tani,” terangnya.
Ia menambahkan, kami mengajarkan bagaimana proses pembenihan, penanaman, sampai pada perawatan hingga membuahkan hasil. “Sayangnya, banyak orang yang berkunjung ke Kampung Jambu sekadar melihat dan berswafoto saja,” tukasnya.
Jujur saja, sambungnya, kami pun kaget, Kampung Jambu ini menjadi booming atau ngehits seperti sekarang ini. “Awalnya ada peserta pelatihan yang pengin berswafoto, ya kami izinkan. Terus mungkin disebar begitu aja,” paparnya.
Meskipun demikian, kata Wiwin, kami tetap pada tujuan awal, yaitu ingin mengedukasi masyarakat dan mengubah mindsite tidak baik kepada petani.
“Kita ingin menunjukkan pada masyarakat bahwa petani nggak serendah yang dipandang oleh sebagian orang. Kami ingin membuang image tidak baik itu, mengangkat derajat petani,” tandas Ibu asal Surabaya ini.
“Alhamdulillah, Bupati Pandeglang dan dinas terkait mendukung kehadiran Kampung Jambu ini, karena menjadi bagian dari program pemerintah,” katanya.
Kalau spot-spot foto yang kami buat itu, sebagai pelengkap sarana dan pemecah keramain pengunjung.
“Kalau nggak begitu, banyak tanaman yang rusak terinjak-injak. Sementara untuk merawat dan mengembalikan tanaman seperti semula membutuhkan waktu yang lama. Jadi sebagai langkah antisipasi juga,” kata Wiwin.
Saat ditanya omset dan jumlah pengunjung tiap hari, ia enggan memberikan keterangan. “Kami belum bisa mengkalkulasi, karena belum ada pembukuan khusus. Jadi, sistemnya jalan aja,” tandasnya.
Ia berharap, kehadiran Kampung Jambu ini bisa memberikan manfaat dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
“Banyak pedagang dan lahan parkir dadakan pasca ramainya pengunjung Kampung Jambu ini. Alhamdulillah, itu dikelola sendiri oleh masyarakat,” tutupnya mengakhiri perbincangan. (Af)