biem.co – Rencana kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) oleh Pemerintah RI sebesar 8,03% pada Januari 2019 mendatang ternyata mendapat penolakan dari sejumlah pihak. Salah satunya adalah para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana tersebut. Menurut KSPI kenaikan tersebut terlalu rendah di tengah meningkatnya biaya kebutuhan hidup saat ini.
Melansir dari detikFinance, Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, alasan mendasar buruh menolak kenaikan UMP tersebut karena mereka tidak setuju apabila kenaikan upah mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan saja.
KSPI menilai, seharusnya penentuan kenaikan UMP berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Penolakan tersebut didasarkan pada data bahwa berdasarkan hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan KSPI di Jakarta, Bekasi dan Tangerang, upah layak ada di angka Rp 4,2 juta – Rp 4,5 juta. KSPI melakukan survey tersebut selama 3 bulan berturut-turut sejak bulan agustus hingga Oktober ini.
Masih dari sumber yang sama, “…hasil survei kan menunjukkan bahwa misal Jakarta katakan UMP Rp 3,6 juta, ada selisih kan. Maka PP 78 memang kembali pada pada rezim upah murah, itu yang kita tolak. Yang kita minta kenaikannya 20-25%, akumulasi karena upah yang tahun-tahun sebelumnya rendah kan. Hasil survei kita Rp 4,2 juta, itu yang kita minta,” kata Presiden KSPI Said Iqbal. Rabu (17/10/2018).
KSPI juga meminta adanya perbaikan item yang jadi acuan pemerintah menaikkan upah buruh. Dalam PP 78 ada 60 item yang jadi acuan. Mereka meminta adanya peningkatan kualitas dari masing-masing item.
Perbaikan item yang diminta KSPI, diantaranya, Pertama, konsumsi daging yang berkisar 0,75 kg per bulan, sebaiknya mengikuti standar WHO, yakni 1,2-1,5 kg per bulan.
Kedua, biaya komunikasi melalui smartphone yang dirasa semakin mahal. Komunikasi via smartphone ini menurutnya penting untuk mengkomunikasikan pekerjaan antara perusahaan dengan pekerjanya.Ketiga, rumah, ukurannya dulu pakainya cuma 1 kamar ukuran kecil. Sekarang kan sudah susah sekali didapat untuk kontrakan. Sekarang rata rata 3 petak, itu harus diperbaiki.
Keempat, ongkos transportasi. Menurut Iqbal, selama ini biaya transportasi para buruh dihitung dari jalan utama tempat tinggal ke lokasi pabrik. Sementara perumahan tempat tinggal buruh ada yang jauh dari jalan utama, maka membutuhkan ongkos tambahan. (EJ)