Opini

Dhea Lintang Wengi: Jelang Momentum Sumpahnya: Pemoeda Jadi Hits Kek’ Artis

Oleh: Dhea Lintang Wengi

Ditetapkannya 28 Oktober sebagai Hari Soempah Pemoeda, tentu menjadi momentum yang ditunggu, unik, sekaligus menjadi ajang untuk bernarsis ria. Bagi kamu yang berada pada rentang usia 16 hingga 30 tahun, kamulah pemuda/i itu—yang digolongkan berdasarkan Undang-undang Nomor 40 tahun 2009.

Bicara soal Hari Soempah Pemoeda ini, pikiran kita akan digiring tentang hal yang optimis sekaligus hal yang pesimis pula. Pada sebuah kuliah umum yang digelar oleh salah satu universitas negeri di Banten beberapa waktu lalu, Mantan Menteri Luar Negeri, Hasan Wirajuda mengatakan, bahwa Indonesia akan memasuki masa keemasannya di usia ke-100 nanti, terlebih saat ini Indonesia akan segera mendapatkan bonus demografi, yakni sebuah keadaan pemuda atau usia produktif dalam penduduk Indonesia, lebih banyak ketimbang usia yang tidak produktif. Maka berdasarkan keadaan ini kita masuk ke dalam narasi yang optimis.

Jelang momentum ini, orang-orang juga akan banyak berbicara tentang pemuda. Pemuda digadang-gadang sebagai generasi penerus bangsa, disebut-sebut pula sebagai penentu masa depan bangsa. Namun, untuk menyiapkan generasi yang aduhai ideal itu, tentu tidak cukup dengan wacana. Mempersiapkan pemuda gemilang harus pula disiapkan perangkat yang mendukungnya, seperti pendidikan yang berkualitas, tingkat kesejahteraan keluarga di berbagai daerah, serta peningkatan angka partisipasi sekolah bagi anak usia sekolah.

Pemerintah juga harus mau mengambil risiko. Bicara soal kualitas, pemuda Indonesia sebetulnya cukup baik untuk bersaing dengan pemuda asing dalam hal pekerjaan, namun kadang yang bikin kebelinger, pemerintah tidak mau memberikan ruang bagi pemuda Indonesia untuk berkarya dan mendapatkan kesempatan kerja yang besar.

Sebut saja Banten, dari empat belas ribuan industri yang ada di Banten, pekerja masih didominasi oleh tenaga kerja asing. Lokalnya? Ada, tapi sebatas menjadi pelayan atau buruh outsourching. Jadi buruh outsourching itu sungguh sangat pedih, perusahaan bisa kapan saja memberhentikan dengan alasan kontrak habis. Alamak! Habis juga nyawamu, Nak!

Bicara soal kepedulian yang cenderung narsis itu, tidak bisa hanya sebatas mem-post kalimat “Selamat Hari Soempah Pemoeda”. Apanya nih yang selamat? Di era milenial seperti saat ini, kita juga harus membuka pada narasi yang pesimis. Betapa tantangan zaman sungguh sangat berat bagi pemuda untuk terus melanjutkan hidup dan terus melanggengkan diri sebagai pemuda yang ideal nan adiluhung itu. Pemuda saat ini harus mampu mempertahankan idealisme gerakannya yang tak hanya sekadar ngoceh dan bercuit di media sosial. (Ini pemuda atau pemerintah bisanya cuma bermain di wacana).

Satu hal lagi, pemuda ideal juga harus menjadi ideal di mata mertuanya kelak. Hal tersebut bisa direalisasikan dengan banyak hal, misalnya menjadi PNS yang saat ini juga banyak diburu oleh pemuda dan para fresh graduate. Atau menjadi menantu-able bermodal kata-kata manis. Untuk yang ini barangkali kamu bisa jadi penyair gombal. ^_^

Penulis adalah penyuka kopi dan malam hari. Pimpinan Redaksi Gacon.co

Editor: Jalaludin Ega

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Back to top button