Opini

Afifah Fauziyyah: Bahasa Gaul di Kalangan Remaja Milenial

biem.co — Bahasa merupakan salah satu milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Salah satu kegiatan utama manusia yang setiap hari dilakukan adalah berkomunikasi. Untuk itu, bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat komunikasi dan alat interaksi antarmanusia.

Bahasa sudah dimiliki manusia tanpa mereka harus mengenal tulisan, dan bahasa akan selalu berkaitan dengan segala aspek kehidupan dan alam sekitar yang memakainya. Selanjutnya, agar bahasa dapat digunakan oleh setiap manusia untuk mempermudah dalam berkomunikasi dan bekerjasama, maka suatu bahasa digunakan berdasarkan kesepakatan para pengguna bahasa tersebut. Dengan begitu, bahasa dapat dijadikan sebagai alat pengidentifikasi diri karena bahasa merupakan salah satu ciri utama yang dapat membedakan satu kelompok dengan kelompok lain.

Keberadaan bahasa sebagai alat pengidentifikasi diri ternyata membuat bahasa menjadi identitas suatu kelompok masyarakat tertentu. Oleh karena itu, muncul berbagai variasi atau ragam bahasa di dalam masyarakat. Ragam bahasa muncul karena pemakaian bahasa yang berbeda di setiap lingkungan dan media penyampaian bahasa. Salah satu contoh ragam bahasa yang berkembang sesuai dengan lingkungan pemakainya, seperti kalangan remaja yang pada dasarnya telah memiliki bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri dan pengidentifikasi diri. Bahasa remaja tersebut kemudian dikenal sebagai bahasa gaul.

Bahasa gaul merupakan ragam bahasa tidak baku dan lebih pada bahasa yang khas karena cirinya yang singkat dan kreatif. Bentuk kosakata bahasa ini sendiri cenderung berubah-ubah seiring waktu karena sifat pembicaraan dan kreativitas penuturnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengguna bahasa gaul ini sendiri cenderung pada kelompok kalangan remaja karena bahasa ini terkesan tidak memberi jarak saat berkomunikasi atau berbincang-bincang secara santai dengan kawan-kawannya. Selain itu, melalui penggunaan bahasa gaul kalangan remaja dapat terkesan atau dianggap hits atau kekinian.

Di era melenial seperti sekarang ini dapat dikatakan bahasa gaul sudah berkembang dan telah menjadi umum. Bahasa gaul bukan hanya sering digunakan sebagai bentuk percakapan sehari-hari dalam pergaulan di lingkungan sosial bahkan dalam media-media populer seperti media sosial, televisi, radio, dunia perfilman, majalah-majalah remaja, novel, dan cerpen. Oleh sebab itu, bahasa gaul dapat disimpulkan sebagai bahasa utama yang digunakan untuk komunikasi verbal oleh setiap orang khususnya remaja dalam kehidupan sehari-hari.

Meskipun telah menjadi umum, ternyata perkembangan bahasa gaul di tengah-tengah kebebasan dalam berkomunikasi menjadi perhatian masyarakat. Kekhawatiran tersebut timbul karena para remaja saat ini sebagai generasi melenial sudah terbiasa dalam memakai bahasa gaul saat berkomunikasi dengan siapa pun dan di mana pun artinya penggunaan bahasa ini sudah dianggap tidak pada tempatnya. Selanjutnya, sebagian masyarakat juga menganggap bahwa bahasa gaul adalah bahasa yang tidak baik karena kaya akan ungkapan serapah mau pun ungkapan “kotor”. Selain itu, masih banyaknya masyarakat yang tidak paham terhadap sejumlah kosakata bahasa gaul yang memiliki ciri bahasa khas yang ditemui saat berkomunikasi sehingga komunikasi tidak dapat terjalin dengan baik antar penutur dan mitra tutur. Sebagai salah satu contoh dari permasalahan yang muncul tadi dapat dilihat dari penggunaan kata “anjay” yang akhir-akhir ini viral di media sosial yang dianggap oleh kalangan remaja sebagai bahasa gaul populer dalam menunjukkan rasa kagum atau terkejut. Namun di lain pihak, sebagian kalangan masyarakat merasa bahwa penggunaan kata “anjay” yang diperhalus dari umpatan kata “anjing” ini maknanya tidak akan berubah menjadi lebih baik dari makna aslinya. Dari penjelasan yang ada dapat terlihat bahwa masalah-masalah yang muncul ini dianggap dapat menjadi dasar mengapa kehadiran bahasa gaul dapat merusak komunikasi dengan kurangnya rasa sopan dan satun bahkan sampai pada tahap dapat menggeser keberadaan bahasa Indonesia baku.

Bahasa gaul memang tidak dapat dihilangkan begitu saja. Dari Sabang sampai Merauke tentu bahasa tersebut akan tetap ada dan terus berkembang selama adanya komunikasi. Masalahnya yang disoroti saat ini adalah bagaimana mengajarkan pada para remaja tentang penggunaan bahasa gaul yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan tempatnya. Sehingga para remaja nantinya dapat membedakan kapan waktu mereka bertutur dengan menggunakan bahasa gaul dan kapan waktunya mereka tidak menggunakan bahasa tersebut. Misalnya ketika para remaja sedang berada dalam kelompoknya maka bahasa gaul dapat mereka pergunakan, sedangkan saat berada di luar kelompoknya mereka dapat menggunakan bahasa umum yang dipahami oleh semua penutur dengan tidak meninggalkan kesantunan dalam berbahasa.

Untuk itu sudah seyogyanya ada usaha yang perlu dilakukan bersama dalam menyelesaikan permasalahan penggunaan bahasa gaul oleh kalangan remaja. Usaha yang dapat dilakukan terkait penggunaan bahasa gaul yang kurang sesuai oleh kalangan remaja melenial saat ini yaitu dapat dimulai dari kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Di mana guru harus bisa mengingatkan peserta didiknya untuk tidak menggunakan bahasa gaul dalam kegiatan belajar di dalam kelas baik saat berkomunikasi dengan guru mau pun teman-temannya. Kemudian, peran aktif orang tua sangat penting dalam mengajarkan anaknya untuk bisa melihat siapa lawan tuturnya sehingga mereka dapat memilah penggunaan bahasa yang akan dipergunakan saat bertutur atau berkomunikasi. Selain itu, lebih luasnya lagi sebagai masyarakat seharusnya kita dapat menanamkan kecintaan dalam diri generasi bangsa terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bila usaha-usaha ini dilakukan tentu sedikit banyak dapat membentuk karakter remaja yang dapat mempergunakan bahasa yang baik dan tetap memerhatikan kesantunan saat bertutur. (*)


*Penulis adalah Guru Bahasa Indonesia di SMP Islam Almanar Bekasi.

Editor: Esih Yuliasari

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button