Opini

Catur Nugroho: Politik Klientelisme dalam Pengangkatan Komisaris BUMN

biem.co – Pengangkatan Abdee Negara Nurdin atau akrab disapa Abdee Slank sebagai salah satu Komisaris Independen PT. Telkom menjadi perbincangan publik beberapa waktu terakhir. Sebagai perusahaan milik negara yang berada di bawah Kementrian BUMN, PT. Telkom juga menjadikan mantan Menteri Bappenas Bambang Brodjonegoro sebagai Komisaris Utama. Pengangkatan komisaris pada sebuah perusahaan adalah agar terjadi keseimbangan internal seperti hubungan antar organ perusahaan, dan juga lingkungan eksternal Perusahaan dan tercipta keseimbangan kepentingan antara semua pihak (stakeholders) dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan orang yang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan mumpuni terkait permasalahan perusahaan  untuk dapat menjadi komisaris perusahaan.

Sebagaimana tercantum dalam Permen BUMN No.2 Tahun 2015, bahwa Dewan Komisaris BUMN adalah organ Perusahaan Perseroan (Persero) yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Komisaris secara langsung bertanggung jawab terhadap keberlangsungan hidup perusahaan dan pencapaian visi misi perusahaan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah perusahaan yang dimiliki oleh negara sebagian besar atau keseluruhan sahamnya. Dalam Permen BUMN No. 2 tahun 2015 tentang Tatacara Pengangkatan Komisaris BUMN disebutkan bahwa penetapan seseorang menjadi anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dapat dilakukan dengan dua (2) cara, pertama berdasarkan Keputusan Menteri apabila seluruh saham/modal BUMN dimiliki oleh Negara. Yang kedua, adalah berdasarkan keputusan RUPS atau keputusan seluruh pemegang saham secara sirkuler apabila tidak seluruh saham dimiliki oleh Negara.

Jauh sebelum pengangkatan Abdee Slank sebagai Komisaris Independen PT Telkom ini menjadi perbincangan, sebenarnya telah ada beberapa orang yang ditengarai dekat dengan kekuasaan diangkat menjadi Komisaris Utama atau Komisaris Anggota Independen pada perusahaan plat merah. Beberapa orang yang pernah menjadi sorotan publik saat diangkat menjadi komisaris BUMN antara lain Zainal Arifin Mochtar, pegiat anti-korupsi sekaligus dosen Fakultas Hukum UGM pernah yang ditunjuk sebagai Komisaris PT Pertamina EP pada 2018. Kemudian Refly Harun juga pernah diangkat menjadi Komisaris Utama PT. Jasa Marga dan selanjutnya sebagai Komisaris Utama Pelindo, meski akhirnya dicopot pada tahun 2020 kemarin. Juru bicara Presiden Fadjroel Rahman juga dipercaya menjabat Komisaris perusahaan konstruksi PT Waskita Karya pada Juni 2020 setelah sebelumnya menjabat sebagai Komisaris Utama PT. Adhi Karya. Pada Februari 2021, mantan Menparekraf Wishnutama juga diangkat sebagai Komisaris PT. Telkomsel, sebuah perusahaan penyelenggara layanan seluler di bawah PT. Telkom.

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Selanjutnya beberapa orang dekat yang dengan kekuasaan atau pernah berjasa dalam kontestasi politik pilpres 2019 atau pernah menjabat Menteri di kabinet Jokowi juga diangkat sebagai komisaris BUMN. Triawan Munaf (mantan Kepala Badan Ekonomi Kreatif) sebagai Komisaris Utama PT. Garuda Indonesia, didampingi Yenny Wahid sebagai Komisaris Anggota Independen. Di perusahaan perbankan BUMN juga berjejer nama-nama yang pernah menduduki jabatan Menteri atau jabatan publik lainnya, seperti M. Chatib Basri (Mantan Menteri Keuangan era SBY) dan Adrinof Chaniago (mantan Menteri PPN/Kepala Bappenas) sebagai Komisaris Utama serta M. Masir (mantan Menristek) sebagai Komisaris Independen pada Bank Mandiri. Adapula nama Laksamana (Purn) Marsetio, mantan KSAL yang kemudian menjadi penasihat khusus Menko Maritim dan Investasi Bidang Hankam Maritim yang menjabat sebagai Komisaris Utama PT. Pelindo. Selain itu, Ali Mochtar Ngabalin Tenaga Ahli Utama KSP juga diangkat sebagai Komisaris Independen di PT Pelindo setelah sebelumnya pernah menjabat sebagai Komisaris di PT Angkasa Pura I pada 2018.

Di perusahaan perkeretaapian (PT KAI) nama KH. Said Aqil Sirodj (Ketua Umum PB NU) diangkat sebagai Komisaris Utama, didampingi Diah Natalisa yang merupakan kakak kandung Mendagri Tito Karnavian, serta Riza Primadi yang sempat menjadi konsultan komunikasi untuk Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019. Di awal tahun 2021, Budiman Sudjatmiko, politisi PDIP diangkat sebagai Komisaris Independen PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V. Kabar terbaru adalah pengangkatan mantan Kepala BNPB Doni Monardi sebagai Komisaris Utama PT. Inalum pada 10 Juni 2021. Mantan Ketua Satgas Covid-19 ini akan mengawasi kinerja perusahaan holding tambang di Indonesia, yang di dalamnya terdapat PT Freeport Indonesia, PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Timah Tbk, dan saham minoritas di PT Vale Indonesia Tbk.

Dalam pegangkatan komisaris perusahaan milik negara tersebut, tidak lepas dari campur tangan Menteri BUMN sebagai pihak yang “memiliki” sekaligus mengatur badan usaha milik negara. Relasi yang terjalin kemudian adalah apa yang disebut oleh Eisenstadt & Roniger (1984) sebagai klientelisme.  Dalam relasi antara pemilik kekuasaan dengan individu yang berada di bawah, klientilisme memiliki sifat timbal-balik, hierarkis, dan berulang (tidak terjadi sekali saja). Sedangkan Hutchcroft (2014) mendefinisikan klientilisme sebagai relasi kekuasaan personal dengan status sosial yang lebih tinggi (patron) dengan mereka yang memiliki status sosial lebih rendah (klien) dalam ikatan timbal balik.

Relasi yang terjadi antara Menteri BUMN sebagai pembantu Presiden dengan orang-orang yang diangkat menjadi Komisaris BUMN adalah relasi klientilisme sebagai balas budi atas peran dan bantuan orang-orang tersebut dalam proses politik Pilpres 2019. Beberapa orang mantan Menteri dan tim sukses Jokowi – Ma’ruf Amin mendapatkan balas jasa berupa jabatan komisaris BUMN adalah relasi timbal balik yang terjadi karena hubungan tidak setara namun saling membutuhkan. Sebuah hal yang wajar terjadi ketika orang-orang yang pernah membantu Presiden Jokowi dalam proses politik yang begitu keras dan penuh konflik kemudian mendapatkan imbalan. Dengan gaji dan tunjangan jabatan komisaris yang mencapai ratusan juta setiap bulannya, maka jabatan komisaris BUMN adalah posisi empuk yang relatif aman dan tidak terlalu berat dalam pekerjaannya.

Relasi kuasa dalam bentuk kebijakan dan keputusan yang mungkin berdampak pada kepentingan sosial dan ekonomi tentu tidak bisa dilepaskan dalam interaksi baik disengaja maupun sebagai strategi politik. Dukungan, bantuan, dan perjuangan para relawan dan tim sukses Jokowi – Ma’ruf Amin yang kemudian membuahkan hasil memberikan dampak berupa terciptanya rasa dan hubungan kedekatan yang bersifat luwes (diffuse flexibility) yakni sebuah pertukaran kepentingan tanpa perlu ada nota kesepahaman ataupun kontrak tertulis. Relasi tersebut berlangsung secara alami dan terus menerus, seperti tanpa konsep dan seolah bukan bagian dari strategi dan kepentingan politik pemilik kuasa. Semoga politik balas-jasa dan klientilisme dalam pengangkatan komisaris BUMN ini bukanlah sebagai penyalahgunaan wewenang. Sebagaimana Lord Acton pernah berujar “Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely”, bahwa ketika orang diberikan kekuasaan yang berlebih biasanya akan menyalahgunakan kekuasaan tersebut. Selamat bermimpi menjadi komisaris BUMN…


Tentang Penulis

Penulis adalah Peneliti Utama Indonesia Political Opinion (IPO), Dosen Telkom Unviersity Bandung.

Editor: Esih Yuliasari

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button