KOTA SERANG, biem.co — Informasi mengenai pengunduran diri Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten, Al Muktabar yang sangat mendadak menimbulkan pertanyaan bagi publik, tak terkecuali para pengamat. Hal itu lantaran, selama kepemimpinan Wahidin Halim sebagai Gubernur Banten, tercatat ada sekitar 22 pejabat yang mengundurkan diri.
Pakar Kebijakan Publik dan Politik, Harits Hijrah Wicasana mengaku heran lantaran pengunduran diri Sekda sangat mendadak. Ia pun mempertanyakan gaya komunikasi dan kepemimpinan Wahidin Halim lantaran banyak sekali pejabat yang mengundurkan diri dari jabatannya.
“Pertama, ada apa dengan kepemimpinan Pak WH sebagai Gubernur Banten? Karena dalam sejarah kepemimpinan Pak WH sebagai Gubernur Banten, ada dua kali Sekda mengundurkan diri, yaitu Pak Ranta. Walaupun saat itu beliau lebih memilih untuk mencalonkan diri sebagai calon wali kota, tetapi secara fakta mengundurkan diri juga. Kemudian hari ini Al Muktabar juga mundur,” katanya kepada biem.co, Rabu (25/8/2021).
Selain itu, pada masa kepemimpinannya juga ada sekitar 20 orang pejabat Provisi Banten yang memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya dan sempat membuat ramai pemberitaan di Banten.
“Yang menjadi pertanyaan saya, ada apa dengan komunikasi politik dan kepemimpinan Pak WH sebagai gubernur? Sehingga banyak pejabat di masa kepemimpinan beliau yang mundur dari jabatannya,” imbuhnya.
Umumnya, lanjut Harits, di negara maju biasanya pengunduran diri pejabat dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Pertama ialah karena ia tidak sanggup untuk mengemban amanah dan yang kedua ia malu karena menanggung kasus atau masalah, sehingga memutuskan untuk mundur dari jabatan agar bisa fokus mengatasi masalah hukum.
“Tapi kalau di Indonesia, terutama di Provinsi Banten, sepertinya analisis saya cenderung yang ketiga, yakni karena urusan politis atau ada masalah yang tidak ingin disampaikan ke publik. Hal ini tentu menjadi preseden buruk juga bagi pimpinan, karena kemungkinan pengunduran diri dilatarbelakangi ketidaknyamanan dengan pemimpin,” jelasnya.
Harits menilai jika mundurnya Al Muktabar dari jabatan Sekda Provinsi Banten sebagai manuver politik yang dilakukan agar bisa mengisi jabatan gubernur yang kosong saat menjelang Pemilu 2024.
“Yang kedua, saya mencoba melihatnya pada peluang kekosongan kekuasaan ketika nanti di tahun 2022 Gubernur dan Wakil Gubernur itu sudah habis masa jabatannya sehingga akan ada Pj. Sepertinya ia mengambil cara untuk mundur satu langkah kemudian untuk mengambil dua tiga langkah ke depan,” jelasnya.
Menurutnya, apabila Sekda tetap menjadi pejabat internal Provinsi Banten, ia tidak memiliki kesempatan untuk menjadi Gubernur Banten 2022 mendatang. Namun apabila ia kembali ke instansi awalnya, ia memiliki kesempatan untuk menjadi Pj di 2022. Hal itu dinilai sebagai langkah politik gubernur dalam menyongsong Pilkada 2024 mendatang.
“Kembali ke instransi awal. Kemudian ia memiliki peluang untuk komunikasi lebih intens dengan Kemendagri langsung, kemudian dengan politisi di Senayan. Sehingga memungkinkan sekali dia akan direkomendasikan untuk menjadi Pj di 2022. Jika ini terjadi, bisa jadi ini merupakan langkah politik Pak WH untuk bisa kembali maju dalam kontestasi politik 2024 nanti. Karena siapa yang menentukan Pj-nya itulah yang menentukan arah politik untuk maju di kontestasi yang akan datang,” tandasnya. (as)