InspirasiOpini

Bahagia Di Ruang Publik: Indikator Warga Terhadap Peristiwa, Ruang dan Tata Kelola Kota

Oleh : Peri Sandi Huizche

SERANG, biem.co – Tadarus Menghidupi Kota bagian dua, pada hari sabtu, 26 April 2025, mengusung tema bahagia di ruang publik. Tema tersebut dirancang untuk menginventarisir harapan, respon, dan konsep yang relevan bagi terwujudnya tata kelola ruang publik yang bernas di Kota Serang, Banten.

Halim HD selaku pemantik kunci mengawali pembicaraan dengan statement bahwa kota terbentuk dari konfederasi kampung dan komunitas. Konsep konfederasi tersebut sejatinya untuk mengukuhkan corak keberagaman budaya yang unik, dimana di dalamnya terdapat suatu harapan yang terkoneksi satu sama lain serta tetap berdaulat atas kampung dan kebutuhan masing-masing.

Sorang yang lahir di Kota Serang, Halim HD coba memposisikan dirinya di antara relasi-relasi masa lampau dan masa kini, ia menilik ulang kembali memori masa lalu dirinya di Kota Serang, lalu coba menghubungkannya dengan beberapa kota yang yang pernah disinggahi untuk mendapatkan refleksi atas pertanyaan bagaimana kota-kota dibangun, dan di mana posisi warga dalam rancangan pembangunan tersebut.

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Beliau menjabarkan bahwa Kota Serang yang dikenal oleh dirinya adalah kota sejarah yang menjadi titik persinggungan penting era modern di Indonesia. Ia menyisir peristiwa-peristiwa penting dari Pemberontakan Petani Banten sampai kebijakan-kebijakan Bupati Gogo Sandjadirdja yang dianggap telah berhasil memperkenalkan produk kebudayaan dari Serang ke tingkat Nasional.

Hal senada juga diamini Abah Yadi selaku penggiat naskah tua (manuskrip) Banten, bahwa daerah Serang pernah menjadi pusat politik untuk kerajaan Banten Girang, Kesultanan Banten, Karesidenan Banten, sampai daerah yang bernama Serang (selanjutnya menjadi Kota berkat amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang pembentukan Provinsi Banten) diproklamirkan sebagai ibu kota provinsi Banten hari ini.

Abah Yadi seakan ingin menegaskan bahwa Kota Serang punya konsep tata kelola atas pembangunan kota di masa lalu. Selain itu Abah Yadi meluaskan tinjauannya tentang siapa orang Banten yang disebutkan dalam manuskrip Banten: “Dia yang mau mengabdi dan berbakti bagi kepentingan masyarakat Banten.”

Lain halnya dengan Iwan Subakti, beliau menyoroti dinamika keberagaman yang ada di Kota Serang. Bahwa keberagaman telah mewarnai pembentukan kota Serang itu sendiri. Bagaimana tidak, ragam komunitas seperti Tionghoa Serang, yang telah ada dari sejak kerajaan Banten Girang sampai dikukuhkan di era Kesultanan Banten, memberi warna tersendiri. Hal tersebut dapat dijumpai di bangunan-bangunan cagar budaya yang tersia, seperti bangunan masjid Pecinan Tinggi, Vihara Avalokitesvara, desain arsitektur dan lain sebagainya.

Peran komunitas Tionghoa pasca kemerdekaan pun turut berkontribusi dalam mendewasakan spirit berbangsa, baik secara eksplisit melalui surat kabar, kantong-kantong pendidikan, hingga lembaga masyarakat yang aktif dalam segala bidang, dan secara implisit melalui produk kebudayaan, mulai dari panganan, kesenian, hingga ritual keagamaan yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai aset pariwisata kota Serang.

Tadarus yang diinisiasi oleh Komunitas Padepokan Kupi di Kaloran-Serang itu, menggaet banyak tokoh, mulai dari Mahasiswa, dosen, guru, arsitek, seniman, wartawan, aktivis, sosiolog, dan warga sekitar. Dari yang sudah sepuh sampai anak muda, mereka ikut merenungkan makna tata kelola warga atas kotanya. Ada pula anak-anak yang dibawa orang tuanya–mereka bermain bersama, menjalin pertemanannya.

Sebagai pamungkas refleksi pada kesempatan itu, Halim HD mengemukakan tinjauan kritis bahwa problem ideologi pembangunan kota-kota yang tumbuh hari ini ditentukan oleh kepentingan politik ekonomi semata, oleh karena itu Forum Tadarus Menghidupi Kota bagian dua.

Sore itu, menyepakati bahwa langkah pertama yang perlu segera dilakukan oleh Kota Serang adalah menginventarisir kembali objek pemajuan kebudayaan yang tertuang dalam Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah, sesuai amanat UU Pemajuan Kebudayaan No. 5 Tahun 2017, guna menyusun rencana Induk dan Strategi Kebudayaan sebagai bagian dari landasan pembangunan di Kota Serang. (Red)

Peri Sandi Huizche – seniman yang tinggal di Serang dan Mengajar di Institut Seni Indonesia Surakarta.

Editor: admin

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button