InspirasiPuisi

Puisi Mahwi Air Tawar: Di Atas Jembatan Cisadane

 

Puisi Mahwi Air Tawar

 

Di Atas Jembatan Cisadane

 

1//

Seikat kenangan menderai dari langit ingatan

Terburai lepas ke deras arus sungai rindumu

Di jembatan bentangan bianglala cintamu

Di arak angin ke dalam dekapan hujan

 

Ada guguran kembang anemun

Di halaman rumah, di dahan khuldi

Di sunyi kamar ibu yang enggan berbagi

Jantungmu terbelah dikoyak ngungun

 

2//

Alangkah kelam nestapa di kandung saudara sedarah

Didegup malam pesta, di ranjang pinjaman

Cintaku luruh dari tingkap harap

Merasuk ke lubuk maut

 

Ibu, pada aroma parfum malammu

Kusesap wangi bunga neraka

Pada derai tawa hari-hari sepi

Alangkah lezat dosa untuk kujauhi

 

3//

Di remang Tangerang, kita meniti jembatan usia

Pendatang-pendatang berebut tempat

Reklame, gedung-gedung merangsek

Dan, kita pun semakin jauh tersesat

 

Lumajang menderai jauh

Runcing bambu 10 November terkubur

 

O, bagaimana kita mesti mengisahkan nasib tanah lahir

 

Achebe, p’ Bitek, hunjamkan ujung penamu

koyak-moyaklah kalbuku

Agar Afrika yang resah,

gadis-gadis yang merias alis dengan arang tungku

Bisa kubawa lari jauh ke lereng Semiru,

 

Akan kukisahkan suara bungkam

orang-orang Lumajang

Pelarian Madura yang merana

 

Jhon Stanbeck, seperti di dataran Tortillamu

Akan kau jumpai dataran pendalungan,

Pasuruan, Probolinggo, Jember, Lumajang

 

O, Marques apalah arti seribu tahun kesunyianmu

Bagi Banyuwangiku yang manis dan magis?

 

Dan kau, Ernest Hemingway,

datanglah bersama lelaki tua dan lautmu

Ke selat Madura,

Mahwi, akan menunjukkanmu Laut Karapan

 

4//

Tapi di sini, di kedai yang menyimpan dendam ini

Sapuan bianglala menjelma sepasang kekasih

Haru biru déjà vu, genangan hujan,

anak-anak yang dilumat mulut mimpi

Tak pernah kutemukan baris-baris kisah,

tawa dan sedih berjalan nestapa

Atau kembang Mayang, yang jemu menanti kekasih tiba

 

Petang mengambang tinggalkan Pecinan

Kita susuri sungai Cisadane

Dan kenanganlah, Lumajang, Madura

Di jalan kerinduan dan batas kelana

 

Meski diri tak pernah setia

Seperti denyut arus Cisadane

Melumat buku alamat pendatang

 

Di sini, rindu dendam akan selalu kita jelang

Seperti juga Laron dan Kunang-kunang

Tak jua bosan dalam pelukan malam

Hingga tiba ciuman fajar

 

Tangerang, 2014-2015

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ragam Tulisan Lainnya
Close
Back to top button