Oleh Mufid Ansori
biem.co – Rencana pendirian Bank Banten oleh Pemerintah Provinsi yang digembor-gemborkan akan segera beroperasi pada akhir tahun 2016, tercancam batal setelah akhir tahun 2015 terjadi operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK. Peristiwa tersebut tentu saja membuat kaget semua pihak, terutama Pemprov Banten, karena akan menghambat program kerjanya. Para pejabat dan pihak swasta yang ditangkap merupakan pihak yang memiliki peran penting dalam pendirian Bank Banten, salah satunya yaitu Ricky Tampinongkol yang merupakan Drektur Utama Banten Global Developmen (BGD).
Dalam operasi itu, KPK menyita puluhan juta dalam bentuk pecahan rupiah dan dolar—yang diduga sebagai suap bagi anggota DPRD demi memuluskan pendirian Bank Banten.
Pendirian Bank Banten yang tertuang dalam RPJMD merupakan program yang ambisius dalam rangka mengoptimalkan potensi ekonomi daerah dan mempercepat pembangunan Banten. Program tersebut, seyogyanya, diharapkan mampu memberikan dampak yang signifikan bagi kemajuan ekonomi di Banten dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit ke UMKM. Namun apa daya, mimpi rakyat Banten untuk memiliki bank sendiri, di luar bank BJB (Bank Jabar Banten), harus ditunda terlebih dahulu, menunggu proses hukum dan kebijakan pemerintah pusat.
Pihak BGD sebelum tertangkap KPK telah memaparkan rekomendasi terhadap strategi pembentukan Bank Banten, terdapat empat bank yang direkomendasikan, yaitu Bank Pundi, Bank MNC, Bank Panin Syariah, Bank Windu.
Keempat bank tersebut merupakan hasil kajian tim konsultan independen dari BGD, namun menurut beberapa sumber, pihak BGD telah mengerucut kepada satu nama, yaitu Bank Pundi. Bagaimana sesungguhnya kinerja dari keempat bank tersebut, termasuk Bank Pundi?
Berikut kajian singkat dari penulis yang diambil berdasarkan laporan tahunan tahun 2014 yang dipublikasikan di website internal masing-masing bank.
Bank Windu Kentjana Tbk. pada tahun 2014 memiliki aset sejumlah 9,7 triliun, pendapatan 800 miliar, memiliki kinerja positif dengan laba bersih 52 miliar, dan laba bersih pada tahun 2013 sebesar 78 miliar. Dana pihak ketiga/DPK yang dikumpulkan senilai 8 triliau, nilai persentase kredit bermasalah atau Non Performing Loan/NPL sebesar 2,7%. Bank Windu Kentjana, saat ini sahamnya dimiliki oleh Johny Wiraatmadja a.n UBS AG Singapore sebesar 66%, Blue Cross Indonesia sebesar 9%, Mitra Wadah Kencana sebesar 9%, dan 14% dimiliki publik.
Bank MNC, sebelumnya bernama Bank ICB Bumiputera, diakuisisi oleh grup MNC Kapital milik Hary Tanoe pada awal 2014. Bank MNC pada tahun 2104 memiliki aset sejumlah 9,4 triliun, pendapatan sebesar 800 miliar, namun mencatatkan kinerja buruk dengan rugi bersih sebesar minus 54 miliar, bahkan pada tahun 2013, bank ini mengalami rugi bersih sebesar minus 81 miliar.
Kinerja bank yang juga masuk kandidat untuk diakusisisi adalah Bank Panin Syariah, anak usaha dari Bank Panin, Tbk. Bank yang baru berdiri tahun 2009 ini, pada tahun 2014 memiliki jumlah aset 6,2 triliun, pendapatan mencapai 500 Mmiliar, dan mencatatkan kinerja positif yang cukup baik dengan laba bersih 70 miliar. Dana pihak ketiga/DPK (dana masyarakat yang dikumpulkan) yaitu sebesar 5 triliun, teriiri dari deposito 4,1 triliun, giro 300 miliar, dan nilai persentase kredit bermasalah atau Non Performing Loan/NPL sebesar 0,55. Saat ini komposisi kepemilikan saham Bank Panin Syariah adalah Bank Panin 51%, Dubai Islamic Bank 24%, dan publik 23%.
Sementara kinerja Bank Pundi, bank yang disinyalir menjadi calon kuat untuk diakusisi atau diambil alih oleh Pemerintah Provinsi Banten, memiliki kinerja yang sangat buruk di tahun 2014. Bank Pundi merupakan bank milik grup Recapital yang dimiliki oleh pengusaha kawakan Sandiaga Uno dan Rosan Roeslani. Melalui Recapital, mereka mengakusisi Bank Eksekutif yang sudah akan kolaps karena mismanagement dan kredit macet. Pada 2010, grup Recapital masuk dan berubah nama menjadi Bank Pundi.
Bank Pundi mencatatkan rugi bersih yang cukup dalam, yaitu mencapai minus 119 miliar dari pendapatan sejumlah 1,6 triliun. Jumlah aset yang dimiliki sejumah 9 triliun, dana pihak ketiga (dana masyarakat yang dikumpulkan) senilai 7,6 triliun, dengan rincian deposito 6,8 triliun, giro 29 miliar, tabungan 700 miliar. persentase kredit bermasalah (NPL) pada Bank Pundi sangat tinggi dibandingkan dengan rata-rata perbankan nasional. Pada tahun 2014, NPL mencapai 6,97 dan tahun 2013 mencapai 6, 7. Bank Pundi juga mencatat pernah memilik NPL yang sangat fantastis yaitu mencapai 50% pada tahun 2010 ketika bank tersebut baru diakusisi dari pemilik lama, Bank Eksekutif, kemudian jumlah tersebut berkurang signifikan pada tahun berikutnya yaitu menjadi 9% pasca-dikelola oleh Recapital. Penurunan NPL yang signifikan tersebut sangat tidak mungkin terjadi dalam praktik perbankan terkecuali terdapat penghapusan utang kreditor dalam laporan keuangan.
Bahkan kinerja Bank Pundi pada Tahun 2015 menurut data dari dari www.kinerjabank.com, dari semua bank kelompok buku 1 per 30 September 2015, hanya Bank Pundi yang masuk dalam kategori Tidak Sehat.
Berikut ihtisar tabel perbandingan kinerja keuangan dan data penting calon bank yang akan dipilih.
Risiko Akuisisi
Dari keempat bank yang akan diakusisi oleh Pemprov Banten, praktis, hanya Bank MNC dan Bank Pundi saja yang masih belum dikuasai oleh pihak asing. Bank MNC saat ini melalui induknya yaitu MNC Capital terus melakukan strategi pertumbuhan anorganik dengan mencari calon bank untuk diakuisisi, jadi tidaklah mudah untuk meminang bank MNC, mengingat kuatnya permodalan dari MNC Capital. Sehingga, Bank Pundi, merupakan satu-satunya opsi yang masih mungkin, namun dari aspek kinerja Bank Pundi kurang layak untuk diakuisisi. Jika memaksakan, maka modal yang akan masuk ke Bank Pundi berpotensi akan digunakan oleh manajemen terlebih dahulu untuk menutupi kerugian yang selama ini diderita. Potensi penerimaan deviden juga sangat jauh dari harapan, mengingat hampir selama tiga tahun berturut-turut Bank Pundi tidak membagikan dividen kepada pemilik saham.
Risiko dalam proses akuisisi sebuah bank yang perlu diperhatikan yaitu:
– Kesalahan dalam melakukan uji kelayakan bank
– Harga pembelian yang terlalu tinggi atau tidak sesuai dengan nilai riil dari bank yang dibeli (over value)
– Pihak asing yang juga menjadi pemilik minoritas memiliki catatan sejarah yang buruk dengan pemerintah Indonesia, seperti Belanda dan Jepang yang pernah menjajah Indonesia, terutama Belanda yang pernah menghancurkan Kesultanan Banten. Salah satu pemilik dari bank Pundi adalah IF Services Nedherland BV dari Belanda
– Manajemen bank lama tidak kooperatif (termasuk dari karyawan) sehingga menimbulkan konflik dengan pemilik baru
– Profil nasabah bank yang memang kebanyakan tidak layak sehingga berpotensi menimbulkan kredit macet dan mengganggu kinerja bank
– Potensi pembobolan bank melalui kredit fiktif oleh pihak yang memiliki akses ke pihak internal bank
Risiko-risiko di atas tentunya harus dikelola dan dikurangi kemungkinan terjadinya agar bank yang akan didirikan dapat memiliki kinerja yang baik. Pihak BGD dan Pemprov Banten harus bekerja sama agar risiko-risiko tersebut dapat dikendalikan ke level yang dapat diterima, sehingga potensi kerugian dapat dikurangi seminimal mungkin dan tujuan dibentuknya Bank Banten dapat tercapai.
Rekomendasi
Melihat perkembangan saat ini, pascaproses hukum petinggi BGD serta perkembangan bank-bank yang akan diakusisi, maka Pemerintah Provinsi Banten dan BGD bersama DPRD perlu melakukan kajian kembali terhadap potensi strategi lain untuk pendirian Bank Banten. Masih terdapat beberapa opsi yang mungkin, yaitu dengan mendirikan bank atau lembaga keuangan seperti Bank Perkreditan Rakyat dari nol atau serta mencari lagi calon bank potensial yang akan dibeli (melakukan kajian investasi akuisisi ulang), mengingat semua bank yang diusulkan oleh BGD saat ini sudah tidak memungkinkan lagi untuk diproses.
Mufid Ansori, Pengurus Besar Mathlaul Anwar bidang Ekonomi, Mantan Presiden BEM Fakultas Ekonomi UIN Jakarta, dan Senior Konsultan Corporate Governance & Risk Centria Integrity.