InspirasiOpini

Ramadhan Alfaini: Santri Tak Harus Jadi Kyai

Oleh: Ramadhan Alfaini

biem.co – Santri pada dasarnya merupakan siswa yang menempuh pendidikannya lewat pendidikan pondok pesantren. Baik itu pondok pesantren modern atau salafi.

Pendidikan pesantren menunjukan bahwa lembaga ini tetap eksis dan konsisten melaksanakan  fungsinya sebagai pusat pengajaran ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu eksak dan ilmu sosial serta ilmu-ilmu lainnya. Sehingga dari pesantren lahirlah para kader ulama, guru, dosen, mubaligh, seniman, pilot,tentara, pengusaha, tokoh politik, penulis dan profesi lainnya yang sangat dibutuhkan masyarakat.

Seiring dengan perkembangan zaman dan cepatnya  kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta arus informasi global dan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan memiliki pengaruh terhadap pesantren. Melihat  latar belakang inilah pengembangan pendidikan pesantren harus selalu dilakukan. Pembiasaan bahasa asing yang diterapkan dalam kehidupan di pesantren sehari-hari menunjukkan begitu besarnya perhatian pesantren kepada para santrinya agar dipersiapkan untuk berkarir secara go International. Para lulusannya diharapkan setelah keluar pesantren dapat menguasai bahasa asing (Arab dan Inggris) agar mudah untuk menghadapi masa depan yang penuh persaingan.

Kelebihan yang lain adalah, pendidikan yang ada di pesantren adalah pendidikan karakter dan kemandirian serta banyaknya pilihan ekstra kurikuler yang bisa dipilih para santri sesuai bakat dan minatnya yang berkaitan dengan cita-citanya. Kemandirian dan pribadi yang kuat bagi seorang anak didik sangat penting karena diantara tujuan pendidikan adalah menunjukkan anak didik agar menjadi orang yang mandiri. Baik mandiri secara sosial, ekonomi, maupun mandiri sebagai seorang pribadi serta lebih terkendali dalam spiritual dan emosionalnya karena adanya pendidikan karakter tersebut.

Baik pendidikan kemandirian maupun pendidikan karakter yang banyak diajarkan di lembaga pendidikan selain di pesantren masih banyak berupa teori dan konsep bukan menekankan pada praktek. Walaupun ada, praktek yang mengarah kepada hal tersebut masih sangat kecil. Beda halnya dengan latihan kemandirian dan pendidikan karakter yang diterapkan di pesantren.

Santri di pesantren selama 24 jam dididik untuk menjadi santri yang mandiri, selalu dalam pantauan dan pengawasan para kyai dan ustaz. Dilatih mandiri, karena santri tinggal berjauhan dari kedua  orang tuanya. Santri yang biasanya berkumpul dengan orang tua, nenek kakek, teman-teman sebayanya dan saudara-saudaranya selama di pesantren mereka harus ditinggalkan. Mereka dilatih agar dapat beradaptasi dengan lingkungan yang sama sekali baru bagi mereka.

Selama di pesantren, santri dituntut agar bisa mengatur hidupnya sendiri dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku di pesantren. Mulai dari cara mengatur kegiatan ibadah, pola makan, adab berpakaian, waktu istirahat, tidur, belajar, ekonomi (belanja), kesehatan, beradaptasi dengan lingkungan baru dan seterusnya. Termasuk masalah psikologis dan masalah-masalah sosial yang dihadapi.

Pendidikan karakter dan kemandirian yang diterapkan di pesantren lebih menekankan pada latihan/praktek langsung serta berupa contoh-contoh dari santri yang lebih senior atau alumni daripada berupa konsep dan teori. Sehingga tidak heran jika output pesantren lebih memiliki kesiapan mental dan kemandiria. Dengan kemandirian inilah pesantren bisa sukses membangun ekonomi, menghidupi dirinya bahkan bermanfaat untuk masyarakat di sekitarnya.

Keberhasilan pesantren mencetak santri yang mandiri, menginspirasi lembaga pendidikan lain di luar pesantren untuk mengadaptasi pola pendidikan yang ada di pesantren. Contohnya menerapkan sistem asrama dengan pola pembelajaran full day school atau home schooling.  Sebenarnya sistem tersebut di pesantren sudah jauh sebelumnya telah diterapkan. Dalam konteks ini pesantren telah menerapkan latihan keterampilan, sifat kepemimpinan, belajar hidroponik, musik, jurnalistik, robotik, bahasa asing, bertani, beternak, berkebun dan lain-lain.

Kegiatan ekstra kurikuler tersebut dilakukan untuk memberi bekal kepada para santri agar bisa mandiri dalam ekonomi dan bisa memberikan ilmunya tersebut kepada masyarakat setelah keluar dari pesantren. Santri jangan sampai lemah ekonomi tapi harus kuat karakter dan kuat ekonomi. Mengembangkan ekonomi kreatif, santri harus ‘melek’ bisnis. Dengan bisnis akan menjadi kaya, dermawan dan mandiri, setelah itu dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup umat di sekitar lingkungan dan turut berperan aktif memerangi kemiskinan di sekitarnya .   

Karakter yang kuat dan kemandirian pada santri itu penting, supaya para santri setelah lulus dari pondok pesantren tidak ketergantungan kepada orang lain dan tidak mengharapkan pemberian dari orang lain. Kemandirian ekonomi santri juga dapat membentengi santri dari bahaya pengaruh propaganda radikalisme, tentu saja selain melalui penguatan akidah dan penguatan agama. Pesantren adalah miniatur kehidupan yang sebenarnya di masyarakat.

Orang yang sudah matang di pesantren, biasanya akan dengan mudah dalam menghadapi dan menjalani rintangan kehidupan di masyarakat nanti. Bisa dibayangkan bagaimana anak santri yang baru lulus SD (Sekolah Dasar) yang umurnya berkisar 11-12 tahun sudah harus jauh dari kedua orang tuanya. Mereka belajar kehidupan yang sebenar-benarnya sejak dini, tentunya akan menjadi pribadi yang memiliki etika dan moral yang tinggi dengan gaya hidup bersahaja dan penuh rasa percaya diri kelak ketika terjun di masyarakat  serta memiliki banyak skill atau keahlian dan kemampuan lainnya.

Banyak contoh tokoh-tokoh lulusan santri yang sukses di bidang masing-masing bahkan namanya terkenal sampai manca negara. Tokoh-tokoh lulusan pesantren tersebut diantaranya Dr, KH.Idham Kholid yang jago bahasa Jepang, Jerman dan Perancis, pernah menjabat sebagai perdana menteri bahkan mendapat gelar pahlawan nasional pada tahun 2011. Hidayat Nur Wahid, Hasyim Muzadi, Din Syamsudin, Emha Ainun Najib, Lukman Hakim Syaifudin (kini sebagai menteri agama).

Tokoh anak mudanya contohnya A. Rofiq yang sukses dibisnis animasi/Meme bahkan menjabat sebagai CEO dari PT. Digital Global Maxinema dengan karyawan yang luar biasa banyak jumlahnya, Rahmat Saputra motivator bisnis online, Ahmad Fuadi sukses dengan Negeri 5 Menara, Habibburahman El Shirazy penulis Ayat-ayat Cinta, Fahira Idris yang sukses dengan bisnis pemesanan bunga dan parcel, Reza Malik sukses dengan toko grosirnya ‘ Haji Malik” dan masih banyak lagi para lulusan pesantren yang sukses dan inspiratif. Lulusan pesantren juga bahkan ada yang menjadi , gubernur, walikota, pilot dan tentara.

Dengan beberapa contoh nyata ini, kita dapat meluruskan paradigma masyarakat tentang anak pondok, “anak santri tidak mesti jadi kyai”. Artinya mereka bisa tetap menyalurkan bakat dan minatnya, eksis di bidang masing-masing sesuai dengan cita-citanya tanpa meninggalkan agamanya (pondasi agama yang sudah kuat).

Pemahaman ini selalu diberikan oleh para kyai dan para alumninya untuk memotivasi dan memberi inspirasi kepada para santri yang masih menempuh pendidikan di pesantren. Serta memberikan keyakinan “anak pesantren itu lebih sukses dunia dan akhirat” asalkan Istiqomah..

Wallahu a’lam.. mari jadi santri berprestasi…!


Ramadhan Alfaini, Penulis adalah Santri Ponpes Daar El-Qolam Program Foundation Centre Foundation Studies (Program Management & Science University, Malaysia). Salah satu santri dengan banyak prestasi, pernah mengikuti Short Course di PTPL College Malaysia pada tahun 2016. Pada tahun yang sama  terpilih dalam kegiatan “Youth Writing Competition” di Kedutaan Besar Belanda.  Mewakili Ponpes Daar El Qolam lomba di Ponpes Latansa, The First Winner Debate of English Festival UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, The Best Scored of English Test, Olimpiade Bahasa serta mendapatkan Award from Management & Science University, Malaysia. Masih banyak prestasi-presta lainnya baik dalam bidang akademik maupun non akademik.


Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi

Editor:

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button