biem.co — 1 Mei merupakan hari buruh sedunia. Dalam setiap tahunnya, para buruh selalu melakukan demonstrasi di pelbagai tempat, bahkan di penjuru dunia pun buruh selalu melakukan aksi-aksi yang begitu fenomenal. Sehingga, sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Perjuangan-perjuangan buruh juga harus kita apresiasi, karena jika tidak ada buruh di dunia mungkin kita tidak akan menggunakan baju, celana, sepatu, dan hasil-hasil yang diperoleh dari keringat para buruh. Tetapi pada saat ini, nasib para buruh sangat begitu memprihatinkan, karena ketika para kaum kapitalis terhanyut dalam buaian materi, justru buruh tidak pernah merasakan indahnya surga yang selalu dijanjikan oleh para kaum agamawan. Kenyataannya, untuk mencari nafkah yang halal, para buruh harus bekerja lebih giat dalam menghasilkan produk, tetapi gaji yang diterima oleh para buruh tidak pernah mencukupi.
Alienisasi merupakan salah satu problema yang sering dialami oleh para buruh, sehingga hal itu menjadikan para buruh menjadi diasingkan, dan tidak pernah merasakan produk yang mereka buat. Hingga pada ahirnya, produk yang mereka hasilkan hanya dinikmati oleh kaum hedonisme. Karl Marx selaku tokoh filsafat dari Jerman pernah membuat teori yang revolusioner, ia berpendapat bahwa “Masyarakat yang semula bersifat komune primitif (buruh) pada suatu ketika menjadi masyarakat berkelas, dan pada saat itulah gerak dialektis dimulai” (Miriam Budiardjo, 2008: 144).
Karl Marx mencoba merumuskan suatu gerakan, bahwa pada suatu hari nanti, para buruh akan melakukan revolusi yang membuat para kaum kapitalis dan borjuis menjadi tidak berdaya.
Pada saat ini, demonstrasi yang terus dilakukan oleh para buruh bertujuan untuk meningkatkan kehidupan para buruh menjadi lebih baik lagi. Public policy dari pemerintah pun sebenarnya terus diberlakukan untuk menjadikan kehidupan buruh menjadi sejahtera. Tetapi sangat disayangkan, sampai saat ini buruh tidak pernah merasakan apa yang selama ini disebut dengan kesejahteraan sosial. Nahasnya, ketika para buruh yang sedang berjuang untuk hidupnya, beberapa institusi media massa maupun online selalu mempermainkan hal tersebut menjadi peristiwa yang seksi untuk menimbulkan opini publik dan mencari keutungan.
Agenda Seeting Media Massa dan Online
Agenda seeting media massa dan online merupakan kegiatan rutin yang terus dilaksanakan. Karena dengan adanya kegiatan tersebut, institusi media bisa mendapatkan keuntungan dan menciptakan opini publik yang begitu heboh. Media massa selalu mengarahkan kita pada apa yang harus kita lakukan. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan tidak penting. Media mengatur apa yang harus kita lihat, tokoh siapa yang harus kita dukung (Nurudin, 2015: 195-196). Tanpa kita sadari, media massa dan online selalu mengatur pikiran masyarakat, sehingga pada akhirnya masyarakat mempunyai paradigma tersendiri mengenai berita ataupun informasi yang dipublikasikan.
Institusi media massa dan online sangatlah hebat dalam menciptakan peristiwa yang awalnya biasa saja tetapi menjadi luar biasa, misalnya dengan adanya demonstrasi buruh, para jurnalis bertanya kepada salah satu buruh, “Apa yang bapak/ibu inginkan untuk lima tahun ke depan?” Buruh pun menjawab, “Saya hanya ingin gaji buruh naik 50%, dan saya juga ingin para pekerja asing untuk cepat dihilangkan”.
Sehingga ketika hal itu bisa menjadi berita, bisa saja para jurnalis membingkai dengan cara yang berbeda-beda, tetapi tetap beroerientasi terhadap profit. Misalnya, para jurnalis membuat judul berita, “Pekerja Asing di Indonesia Akan Segera Punah,” ataupun dengan judul “Jokowi Tidak Pernah Mengerti Kebutuhan Buruh”. Dan masih banyak lagi pembingkaian-pembingkaian berita yang dilakukan oleh para jurnalis, sehingga media massa ataupun online menjadi banjir pembaca dan tentu pada akhirnya institusi media massa ataupun online akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar.
Tentunya jika para institusi media massa dan online terus berfokus kepada komodifikasi, maka di satu sisi media massa ataupun online tidak pernah menjadi katarsis bagi semua elemen masyarakat, khususnya para buruh. Karena pada kenyataannya, yang diprioritaskan hanyalah berita yang mengandung kehebohan, bukan berita yang bisa menginspirasi masyarakat luas.
Oleh karena itu, institusi media massa dan online sudah seharusnya membuat berita-berita yang tidak mengandalkan keuntungan, tetapi institusi media massa dan online harus mengutamakan sisi normatif dan humanis dalam membangun karakter masyarakat Indonesia menjadi lebih baik lagi. (red)
Ilham Akbar, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Serang Raya (Unsera).
Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi.