bersepeda
menulis puisi
seperti bersepeda
tubuh lurus ke depan
ruh lentur sepenuh ruang
mengayuh perlahan
menyibak udara
seringan bayangan
selembut pernafasan
keseimbangan ialah pasal pertama
selebihnya pikiran dan perasaan
yang bertaut
yang berpaut
menuju muasal cahaya
rahim yang melahirkan pengetahuan
dari sanalah
katakata berpendaran
berpendaran
Serang, 15.12.2017
di dalam puisi
di dalam puisi
tak kutemukan katakata
selain
keheningan
serupa mimpi
serupa prasasti
kucari namanama
yang kutemukan adalah jalan
sejauh waktu
sedalam kalbu
di dalam puisi
engkau ada padaku
aku tiada
untukmu
Serang, 5.1.2018
serenade maut
di antara payung warna warni
yang menggantung di dahan pohon
kulihat maut berlompatan
seriang kijang
senja menghadang
di ujung jalan
aku berhenti sejenak
menyimak gejala
seperti ada dengung paduan suara
di balik gerumbul daun
seperti ada lengking nafiri
yang merambati udara
dan maut itu terus berlompatan
seringan bayangan
aku bersigegas
mendahului gerimis
jalan seakan memanjang
pada tikungan terakhir
Serang, 7.1.2018
jalan puisi
pada detik yang mewaktu
puisi memurnikan dirinya kembali
sebab puisi
ialah jiwa yang tajalli
meluruhkan debudebu
dan segala najis yang menggelayuti:
uang, sumpah serapah, pamrih,
juga dusta dan tipudaya
puisi adalah akar yang sabar
tumbuh perlahan di kedalaman
tak pernah cemburu
pada batang yang kukuh
tak pernah mengaum
pada buah yang ranum
jalan puisi ialah mencari arah
ke bawah
berlumur lumpur yang dia sucikan
menjadi ruh bagi kehidupan
Serang, 18.2.2018
menjauh dari bumi
: bagi stephen william hawking
aku pergi
menjauh dari bumi
di sini
hitam dan dingin
hening
dan menghisap
hanya desau angin
mengalir berputar
kulihat seorang perempuan
menari di dalam cahaya
pada kakilangit peristiwa
yang tak bisa kujangkau
aku melayang
bagai sehelai benang
menderas
disedot lubang hitam
masuk
dan tak bisa kembali
Serang, 14.3.2018
angin jahat
tapi selalu ada angin jahat
dari masa ke masa
meliuk di antara iman
dan prasangka
mengobarkan api
ke segala arah marah
tak ada embun
di ujung daun
burungburung pun pergi
mencari tempat sunyi
di luar kata
dan bisik lirih
: “ummati… ummati…”
Serang, 7.4.2018
duapuluhsatu ramadan
-lailat alqadar
malammalam ganjil
ialah malammalam genap
malammalam genap
ialah malammalam ganjil
hu hu hu
matahari putih
matahari kemerahmerahan
hu hu hu
tak kau
tak aku
inilah rahasia
yang ditetapkan
hu hu hu
ketetapan yang tak terjangkau
sebagaimana Dia
Allah hu Allah
Serang, 6.6.2018
i’tikaf
i’tikafku di dalam hati
diam sediamnya
sendiri
meninggalkan diri
juga mimpimimpi
meraba arah mata angin
menyusuri jalan
sendiri
bertemu diri
yang tersembunyi
di dalam rahasia
hening angin
ambang kejadian
malam yang dilimpahkan
diamdiam
Serang, 10.6.2018
duapuluhsembilan ramadan
di meja makan
hidangan sudah menanti azan
malam masih di kejauhan
waktu merambat perlahan
subuh yang diguyur hujan
kemudian matahari kemerahan
melewati dzuhur dan ashar kasmaran
langit setenang lukisan
ini perjalanan penutupan
antara kegembiraan dan kesedihan
ramadan
ramadan
di manakah malam ketetapan
seribu bulan yang dirahasiakan?
“bukalah”
Serang, 14.6.2018
solitude
alangkah jauh
jarak kakilangit
laut menghadang
dan tak ada tongkat musa
perahu teronggok layu
seperti daun tua lepas dari tangkai
angin mati
aku sendiri
bumi fana
menuju baqa
Serang, 1.8.2018
Toto ST Radik lahir di desa Singarajan, Pontang, Serang, Banten, 30 Juni 1965. Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai media massa dan telah terbit dalam sejumlah buku, baik karya tunggal, antologi bersama, maupun sebagai editor. Buku puisi tunggal yang sudah terbit di antaranya adalah Mencari dan Kehilangan (1996), Indonesia Setengah Tiang (1999), Jus Tomat Rasa Pedas (2003), Pangeran [Lelaki yang Tak menginginkan Sorga] (2005), Kepada Para Pangeran (2013), dan Lidah Politikus (2017). Bergiat di SanggarSastraSerang (s3) dan Majelis Puisi Rumah Dunia. Saat ini menetap di Penancangan, Kota Serang, Banten. ***
Rubrik ini diasuh oleh M. Rois Rinaldi.