Kabar

Banjir Bandang Lebak, LBH Rakyat Banten Soroti Tambang Ilegal

KOTA SERANG, biem.co — Banjir bandang yang menerjang Kabupaten Lebak pada 1 Januari 2020 merupakan bencana luar biasa. Banyak korban yang sampai hari ini belum ditemukan karena tertimpa longsor.

Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Banten, Aeng.

Menurutnya, Wilayah terdampak banjir bandang di wilayah Kabupaten Lebak tersebut, seperti Kecamatan Sajira, sebelumnya memiliki pondasi (batu) yang kuat pada sungai Ciberang. Karena ada aktifitas penambangan batu tersebut hilang.

“Dari cerita masyarakat sendiri, dahulu itu terdapat banyaknya batu-batu fosil yang besar dan banyak, tetapi hari ini batu-batu tersebut sudah hilang karena aktifitas penambangan batu liar, padahal secara tidak langsung batu-batu tersebut merupakan pondasi alam yang kuat untuk menahan tanah dikawasan tersebut,” kata Aeng, Rabu (8/01/2020).

Selain penambangan batu, saat ini di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) banyak terdapat penambang emas liar tanpa izin yang tersebar dan sangat masif.

“Selain penambang liar, korporasi juga turut mengeruk isi bumi di Gunung Halimun Salak. Terdapat tiga perusahan yang beroperasi di sana, hal tersebut sudah lama dilakukan dan tidak ada pengawasan ataupun tindakan dari pemerintah daerah sendiri maupun aparat terkait terhadap aktifitas penambangan tersebut. Aktitas illegal logging banyak dilakukan secara diam-diam,” katanya.

Seblumnya, pada akhir tahun 2019, peringatan dini longsor di Lebak sudah digaungkan, kawasan wisata (negeri di atas awan) di daerah Gunung Halimun Desa Citorek kecamatan Cibeber masuk kedalam kategori rawan bencana.

Bahkan, dirinya menanyakan apakah tempat wisata negeri di atas awan itu sudah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Banten.

“Timbul sebuah pertanyaan apakah tempat wisata Negeri Diatas Awan itu sudah diatur di RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Provinsi Banten dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruangnya) Kabupaten Lebak?,” tuturnya.

Ia menjelaskan, banyak peringatan dini yang harus menjadi perhatian dan tidak luput pengawasan. Adanya longsor dan curah hujan tinggi selama beberapa bulan kedepan ini dan bisa menjadi antisipasi pemerintah dan instansi terkait.

Terlebih, lanjut Aeng ada keinginan pemerintah pusat akan menghapuskan AMDAL dan IMB yang dinilai menghambat masuknya investasi. Padahal kedua aturan itu merupakan mekanisme penting yang tidak dapat dihapus.

“Rencana pemerintah menghapus AMDAL dan IMB menitik beratkan pembangunan untuk prekonomiannya saja, hingga akhirnya meniadakan dari sisi aspek lingkungan dan aspek masyarakat. Kawasan atau tempat yang akan dibangun tidak melihat dari berbagai aspek, baik secara Mitigasi bencana KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), maka siap-siap saja akan terjadi EKOSIDA (kejahatan penghancuran ekosistem) karena kurangnya memperhatikan hal-hal tersebut,” jelasnya.

Aeng menuturkan, saat ini pemerintah pusat sedang menggodok Omnibus Law merupakan undang-undang yang memuat beragam hal yang keberadaannya merevisi beberapa undang-undang terkait. Aturan ini diminta untuk dipercepat di DPR RI.

“Pemerintah terus beradu cepat dengan niatnya untuk membangun infrastruktur. Dengan membuat peraturan itu bisa memaksa aturan-aturan yang sudah ada akan hilang, demi meningkatkan pendapatan melalui pajak dan pembangunan kawasan-kawasan industri strategis/ekstraktif saat ini, untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kota/Kabupaten coba menyelaraskan pembangunan, tanpa melihat aspek dan dampak yang akan terjadi dimasa yang akan datang,”  tukasnya.

(*/iy)

Editor: Redaksi

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button