Opini

Yana S. Hijri: Kota Pelajar; Ketidakpastian Pandemi dan New Normal

biem.co – Di saat kita sedang mendiskusikan berbagai perubahan dunia global yang demikian cepat dalam setiap aspek kehidupan manusia, setelah itu kemudian muncul istilah fenomena disruption (disruptive innovation), atau dalam bahasa disebut dengan disrupsi yang dalam perspektif ilmu sosial menurut Francis Fukuyama sebagai sebuah gangguan terhadap tata sosial.

Meskipun di sisi lain Christensen dan Bower 20 tahun yang lalu melihatnya sebagai sebuah peluang reka baru yang membawa perubahan masyarakat ke arah yang lebih maju.

Pada awalnya memang sebagian pihak menyatakan bahwa disrupsi merupakan sebuah ancaman terhadap pola kehidupan yang terbiasa dilakukan oleh manusia dalam kondisi sekarang ini. Meskipun, tidak sedikit pula kondisi tersebut merupakan peluang yang harus dihadapi untuk kemajuan manusia.

Aspek pendidikan misalnya, sekolah, kampus, madrasah, pondok pesantren sebagai tempat atau pusat kegiatan belajar dan mengajar dengan model pembelajaran bertemu secara langsung atau tatap muka adalah pola yang biasa dilakukan.

Maka reka baru model pembelajaran yang dianggap lebih maju, dimana pusat kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan di tempat lainnya dengan berbagai media, bahkan dapat dilakukan secara daring (online) akibat evolusi teknologi dan informasi yang mengubah tatanan dalam bidang pendidikan.

Ketidakpastian Pandemi

Belum selesai perdebatan atas fenoma tersebut, alih-alih saat ini kita dibawa bermigrasi lebih cepat  melakukan perubahan itu dalam seluruh aspek kehidupan. Wabah pandemi virus corona atau Covid-19 yang terjadi di seluruh dunia yang sangat cepat penyebarannya, tentu menggangu kenyaman aktivitas manusia sekaligus menciptakan reka baru karena pola kehidupan manusia yang berubah akibat bencana non alam ini, tak terkecuali Indonesia.

Bahkan untuk memutus mata rantai penularan wabah Covid-19 ini menyebar, salah satu yang diterapkan dalam protokol kesehatan, yaitu dengan menjauhi kegiatan yang mengumpulkan banyak orang dalam suatu ruangan termasuk berkerumun diantara masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu.

Imbauan organisasi kesehatan dunia (WHO) kepada masyarakat di dunia agar melakukan social distancing atau physical distancing, yaitu menjaga jarak jika memang kegiatan di luar rumah tidak dapat dihindari serta tetap melaksanakan protokol kesehatan. Meskipun berada di rumah saja dengan mengurangi aktivitas yang tak perlu di luar rumah lebih utama.

Demikian pula pemerintah mulai tanggal 16 April 2020 menganjurkan agar beraktivitas di dalam rumah, termasuk belajar, bekerja, dan beribadah. Praktis, sejak imbauan tersebut seluruh aktivitas di sekolah, kampus, perkantoran, bahkan seluruh kegiatan peribadatan di rumah ibadah yang mengumpulkan orang banyak dialihkan ke rumah.

Dampak dari itu semua, kegiatan masyarakat di semua aspek, termasuk pendidikan dimana sekolah, madrasah, kampus, pesantren, tempat pelatihan, kursus yang merupakan episentrum kegiatan mengumpulkan orang banyak di satu tempat dalam satu ruangan dihentikan.

Seketika itu pula kota-kota pelajar atau biasa disebut dengan kota pendidikan sepi ditinggal ribuan mahasiswanya. Kelas-kelas kosong, praktikum laboratorium dihentikan, pelayanan administrasi kampus tidak normal seperti biasanya, termasuk kegiatan riset dan pengabdian pada masyarakat dijadwal ulang.

Mahasiswa kebanyakan kembali ke daerahnya masing-masing, ada pula yang tetap bertahan meskipun beraktivitas di rumah saja. Kota pendidikan seperti Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Malang, Solo, Makassar merasakan dampak dari wabah pandemi ini, tidaknya hanya kegiatan akademik, lebih dari itu efek berantai lainnya tentu berpengaruh pada kehidupan ekonomi di sekitar lingkungan kampus dengan semakin menurunnya tingkat pendapatan masyarakat yang selama ini bersumber dari mahasiswa.

Betapa tidak di tengah proses tahun akademik berjalan tetiba dihentikan, meskipun tepatnya mengganti modus pembelajaran dari kelas-kelas luring (offline) ke daring. Platform inilah yang digunakan selama dalam masa ketidakpastian pandemi.

Cara-cara baru pembelajaran dilakukan, semua aktivitas dunia nyata digantikan ke dunia maya melalui aplikasi teknologi informasi dan komunikasi. Sebenarnya aplikasi tersebut sudah ada sebelum masa pandemi, memang masih dalam sejumlah kecil yang menggunakannya, sampai pada akhirnya semakin hari semakin masif setelah kebijakan bekerja, belajar dan beribadah di rumah saja.

Hampir kegiatan kampus menggunakan media daring, perkuliahan, praktikum, seminar, termasuk kegiatan agama selama bulan suci Ramadan 1441 H. Sampai kapan? tidak ada yang tahu, selain berharap wabah pandemi Covid-19 ini berakhir. (*)


Yana S. Hijri. Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang.

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button