biem.co — Instagram. Media sosial yang muncul di akhir tahun 2010 ini termasuk salah satu media sosial yang banyak digemari masyarakat, khususnya mereka yang gemar mengambil foto atau video dan menyebarluaskannya.
Foto dan video yang beredar di Instagram tidak sekadar menampilkan foto selfie, kuliner, fesyen, dan jalan-jalan dari kalangan masyarakat biasa, tetapi Instagram pun banyak digunakan oleh selebriti untuk mendongkrak popularitas.
Bahkan sekarang telah banyak muncul selebritas dari Instagram yang memiliki followers puluhan ribu hinggan jutaan, yang biasa disebut sebagai selebgram. Selain masyarakat biasa dan selebriti, Instagram pun telah digunakan oleh lembaga pemerintah dan pejabat publik sebagai media untuk mendekatkan diri kepada publiknya.
Layanan photo and video-sharing yang ditawarkan Instagram memungkinkan pejabat publik dan lembaga pemerintah untuk berbagi foto-foto dan video mengenai informasi penting terkait kebijakan pemerintahan atau sekadar berbagi kisah tentang keluarga atau perjalanan yang dilakukan.
Hanya dengan meng-klik tombol “follow” di Instagram, publik dimungkinkan untuk mengenal sosok pemimpinnya dengan lebih dekat dari hari ke hari. Dengan demikian, masyarakat menjadi selalu update mengenai pekerjaan maupun kehidupan personal sang pemimpin.
Di Indonesia sendiri, ada banyak sekali akun Instagram pemerintah dengan jumlah followers yang cukup banyak. Mulai dari akun kementrian, direktorat, hingga kantor dinas di tingkat kabupaten atau kota telah banyak memanfaatkan Instagram sebagai media komunikasi publik.
Untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan para pejabat publik atau lembaga pemerintah, masyarakat cukup mengikuti atau menjadi followers akun-akun Instagram mereka. Masyarakat dapat menyampaikan pendapat, keluhan atau kritikan terhadap para pejabat publik atau lembaga pemerintah melalui fitur comment, mention atau direct message (DM) yang ada di Instagram.
Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat yang lebih sering disapa Kang Emil, merupakan salah satu tokoh pemerintahan yang aktif berinteraksi dengan publiknya melalui akun Instagram @ridwankamil. Sejak menjabat sebagai Wali Kota Bandung melalui akunnya Kang Emil mendeskripsikan dirinya sebagai pejabat publik yang terbuka dan transparan. Hingga kini akun Instagram Ridwan Kamil sudah memiliki sekitar 12,2 juta pengikut.
Di akun tersebut, kita dapat dengan mudah mengamati interaktivitas yang terjadi antara masyarakat dengan Kang Emil. Setiap kali ada postingan baru di akun tersebut, pasti akan diikuti oleh banyak komentar dari publik, baik komentar yang mendukung apa yang dilakukan Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jabar, maupun komentar yang melontarkan kritik hingga hujatan. Tak jarang, akun Kang Emil pun mau me-regram (mengunggah kembali) foto yang diupload oleh publik di akun Instagram milik mereka yang di-tag ke akun Kang Emil.
Selain Ridwan Kamil, Presiden Joko Widodo juga cukup aktif mengunggah foto atau video terkait kegiatan-kegiatan kenegaraan hingga kegiatan sehari-hari presiden. Namun akun Instagram @jokowi yang memiliki 31,5 juta pengikut ini lebih banyak digunakan sebagai “media satu arah” oleh presiden, ketimbang sebagai media interaksi dengan para pengikutnya.
Akun Instagram @ganjar_pranowo yang dimiliki oleh Gubernur Jawa Tengah juga menjadi salah satu akun yang aktif sebagai media komunikasi dan interaksi sang Gubernur dengan masyarakat Jawa Tengah. Dengan jumlah pengikut lebih dari 2 juta pengikut, Ganjar Pranowo cukup aktif mengunggah foto-foto atau video terkait beberapa program pemerintah maupun mengenai kehidupan sehari-harinya.
Akun Instagram lembaga pemerintah yang memiliki pengikut cukup banyak diantaranya adalah @kemdikbud.ri yang memiliki 1,4 juta pengikut dan akun @kemenkes_ri yang memiliki sekitar 916 ribu pengikut.
Keberadaan akun Instagram milik pejabat publik dan pemerintah ini memberikan sebuah kemudahan bagi keberadaan demokrasi. Pemerintah dan masyarakat menjadi lebih aktif berinteraksi dan saling mendekatkan diri.
Di satu sisi, masyarakat dipermudah dalam mengakses informasi seputar kebijakan pemerintahan dan pengumuman-pengumuman penting lainnya, atau sekadar mengetahui kisah personal yang misalnya dibagikan melalui foto selfie atau foto jalan-jalan bersama keluarga.
Di sisi lain, pemerintah pun dipermudah dalam mengakses umpan balik atau feedback dari publik sehingga pemerintah menjadi semakin mengerti keinginan dan kebutuhan masyarakat.
Kisah tentang penggunaan Instagram oleh pejabat publik dan lembaga pemerintah sebagai ruang untuk berbagi dan bercerita, bisa jadi merupakan perwujudan cita-cita JÜrgen Habermas (1989) mengenai “Public Sphere”, karena di dalam akun Instagram pemerintah terjadi interaksi egaliter antara pemerintah dan publiknya. Publik memiliki kebebasan untuk berkomentar mengenai posting-an para pejabat publik dan pemerintah, terutama untuk kepentingan perubahan yang lebih baik di tengah-tengah masyarakat.
Bagi Habermas, ruang publik merupakan ruang dimana semua orang—terlepas dari ras, kelas, gender, kepercayaan, status ekonomi, dan etnisitas—dapat berpartisipasi dalam diskusi terbuka. Ruang publik ini, merupakan ruang kesetaraan dimana semua orang setara dan memiliki akses yang sama terhadap informasi. Ada empat penciri utama dari Ruang Publik Habermas, yaitu, partisipasi, non-diskriminasi, otonomi, dan rasional.
Partisipasi dan non-diskriminasi merupakan ciri ruang publik yang lahir dari keberagaman dan terbuka untuk semua kalangan. Selain itu, ruang publik dianggap sebagai lingkungan otonomi dimana orang dapat berdebat tanpa ketakutan terhadap pihak tertentu. Terakhir, ruang publik harus diisi dengan perdebatan-perdebatan rasional/analitis sehingga ruang publik tersebut dapat berfungsi maksimal.
Instagram merupakan media sosial yang memiliki potensi besar untuk mewujudkan ruang publik ideal yang dicita-citakan Habermas, sekaligus mewujudkan bagian kecil dari cita-cita demokrasi bangsa.
Melalui Instagram, masyarakat mempunyai kebebasan untuk memberikan umpan balik mengenai kegiatan-kegiatan yang telah dan akan dilakukan oleh pemerintah dengan melihat, menyukai, ataupun memberi komentar dan kritikan di setiap foto atau video yang diunggah pemerintah di Instagram.
Instagram sendiri dapat diintegrasikan dengan media sosial lainnya seperti Facebook, Twitter, Tumblr, Foursquare, dan Flickr sehingga publik yang terlibat di dalam ruang publik ini tidak hanya pengguna Instagram saja, namun juga pengguna media sosial lainnya.
Penggunaan hashtag-hashtag dalam Instagram juga berkontribusi dalam mengklasifikasikan pesan sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengakses informasi yang diinginkannya.
Apa yang bisa kita pelajari dari sini? Demokrasi. Atau bisa pula kita sebut dengan demokrasi digital atau e-democracy. Partisipasi aktif dari masyarakat dalam berkomunikasi dengan pemerintahnya melalui akun Instagram memperlihatkan keterlibatan masyarakat dalam menjaga proses demokrasi.
Penggunaan teknologi digital seperti gadget yang diinstal dengan berbagai media sosial memungkinkan masyarakat untuk terlibat aktif dan berkontribusi untuk menjaga keberlangsungan demokrasi.
Namun di sisi lain, kemudahan dalam hal akses terhadap informasi dan interaksi masyarakat dengan para pejabat publik dan lembaga pemerintah ini masih belum dapat dinikmati secara merata oleh rakyat Indonesia. Keterbatasan sarana dan prasarana penunjang bagi aksesibilitas media sosial, terutama Instagram masih menjadi halangan bagi sebagian masyarakat.
Selain itu, belum banyak pejabat publik yang “berani” melakukan interaksi secara terbuka dengan masyarakat melalui Instagram ini. Masih banyak pejabat publik yang tidak mau memanfaatkan kemudahan komunikasi dan interaksi yang dimediasi Instagram untuk sekadar menyapa masyarakat.
Demikian pula dengan beberapa akun Instagram lembaga pemerintah, belum semua lembaga memiliki official account Instagram sebagai media interaksi dengan masyarakat.
Bahkan banyak akun Instagram lembaga pemerintah yang seakan hanya sekadar ada, tanpa pengelolaan yang baik dan serius sebagai media komunikasi yang cukup efektif dan efisien. Sehingga cita-cita ruang publik yang ideal sebagaimana disampaikan Habermas sampai saat ini belum dapat terwujud secara merata dengan keberadaan Instagram ini. (*)
Ruth Mei Ulina Malau. Dosen Ilmu Komunikasi Telkom University. Alumni S1 dan S2 Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro.