JAKARTA, biem.co – Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi, yang mana salah satu ciri-ciri negara yang menganut sistem demokrasi adalah adanya kebebasan berpendapat. Dalam menjalankan hak dan aspirasinya, para mahasiswa yang tergabung di BEM-SI (Badan Eksekutif Mahasiswa se-Indonesia) yang berasal dari beberapa kampus melakukan aksi bertajubkan #Indonesiagelap yang dilaksanakan di berbagai titik kumpul setiap daerah dan dipusatkan di kawasan patung kuda Arjuna, Jakarta pusat, kamis(20/2/2025).
BEM SI sesuai surat instruksi yang telah kami keluarkan akan ada aksi terpusat di Jakarta, tepat hari Kamis untuk menanggapi aksi-aksi sebelumnya, poin-poin tuntutan kita yang tidak direspon oleh pihak pemerintah, kata Koordinator Pusat BEM SI, Herianto, kepada detikNews, pada Selasa (18/2/2025) dikutip Rabu (19/2/2025). Menurut beberapa pengamat, menilai bahwa pemerintahan presiden Prabowo telah kehilangan arah dan menurunkan rasa kepercayaan rakyat ke pemerintah,“ paling tidak aksi demonstrasi ini akan terus menjadi guncangan buat pemerintahan Prabowo yang secara faktual sudah merosot nilai dukungannya,“ ucap akademisi dan sejarawan Andi Achdian.
Dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, menyampaikan sebuah pendapat adalah suatu keharusan, yang mana pada sistem mempercayai bahwa “pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat.“ Dalam hal ini rakyat ikut andil dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui hak-hak mereka untuk menyampaikan aspirasi. Tindakan mahasiswa sering kali dianggap sebagai salah satu solusi terhadap masalah sosial, politik, dan ekonomi yang ada. Tidak diragukan lagi, mahasiswa berperan sebagai agen perubahan.
Dengan intelektualitas dan kritikalitas yang ditawarkan, mahasiswa melawan ketidakadilan dan menyuarakan hak rakyat yang sering kali disepelekan oleh penguasa. Sebagian besar gerakan mahasiswa bahkan berhasil mempengaruhi kebijakan publik dan membawa reformasi besar. Contoh yang paling tepat adalah Reformasi 1998 di Indonesia. Namun, di sisi lain, tindakan mahasiswa disekitaran hanya seperti halusinasi tampaknya emosional dan tanpa solusi konkrit untuk memperbaiki sesuatu.
Gerakan yang tidak terorganisasi, tidak memahami masalah yang mereka hadapi dengan baik, dengan ideologi-ideologi tertentu, dan sebagainya mungkin tidak memiliki dampak yang berkelanjutan. Oleh karena itu, meskipun aksi mahasiswa bisa menjadi sangat efektif, cara kerjanya sangat tergantung pada bagaimana tindakan mereka diarahkan, apakah mereka menerapkan langkah-langkah bagi aplikasi yang berkelanjutan dan konkrit untuk menghasilkan perubahan yang baik.
Banyaknya cibiran pedas dari berbagai Platform sosial media mengkritik gerakan aksi mahasiswa, sebagai contohnya Gerakan Indonesia Gelap yang telah menuai berbagai respon di masyarakat “Ini mahasiswa makin gob***, pemerintah baru mulai kerja, baru mengutarakan programnya, hutang negara ini harus dibayar, efisiensi anggaran diperlukan demi perbaikan ekonomi kita, jangan berpikir sesaat, biarkan pemerintah melakukan“ ujar Tarwan Abri dalam mengomentari aksi Indonesia Gelap yang diliput BBC Indonesia di platform sosial media X ( 23/2/2025).
Perlu diketahui juga, bahwa tidak setiap aksi mahasiswa dimotivasi oleh murni dari rasa cinta tanah air dan respon yang konstruktif, hal ini sudah di utarakan oleh seorang aktivis pada era Presiden Soekarno, Soe Hok Gie yang mengatakan “ Masih banyak mahasiswa bermental sok penguasa, merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa, mementingkan golongan, ormas, teman se-ideologi, dan lain-lain ”.
Dalam hal ini, dapat kita ketahui bahwa aksi mahasiswa dalam bentuk demonstrasi sangatlah diperlukan dalam proses demokrasi, tetapi perlu juga diingatkan bahwa perlu kajian yang kongkrit dan koordinasi yang masif serta terarah. Beberapa aspek dari bagaimana memastikan bahwa aksi demonstrasi mahasiswa berjalan secara positif bukan karena kemungkinan hanya halusinasi.
Pertama, mahasiswa harus mempunyai pemahaman menyeluruh atas masalah yang mereka tuntut, sehingga tuntutan mereka berdasarkan sebuah analisis realistis dari apa yang memang harus menjadi bukan berdasarkan dari emosi belaka. Kedua, aksi pemaparan harus terstruktur, damai, dan konstruktif dalam arti, dan anarkisme merusak tujuan mereka. Mahasiswa juga bisa membuat demonstrasi menjadi positif dengan menggunakan dialog terbuka dan kontak langsung dengan otoritas dan fakta yang menyeimbangkan, dan membuat rencana tindakan.
Selain itu, ada hal jika ada sejumlah elemen lokal, termasuk kelompok lain yang sudah terlibat yang setuju dengan aksi ini, memberdayakan suara itu dan aksinya adil. Dalam hal solusi dan strukturnya, aksi demontrasi bisa menjadi sebuah cara terbaik untuk menjadikan masyarakat lebih baik. Untuk efek yang lebih kuat, mahasiswa juga harus mendidik dan mengedukasi masyarakat luas tentang isu yang bergerak. Hal ini, pada gilirannya, membuat para pengambil keputusan serta masyarakat tahu apa yang diminta darinya dan apa yang menjadi bagian dari solusi.
Aksi pendidikan, kampanye publik, atau pusat aula memperluas pengetahuan tentang masalah saat ini dan memperkuat dukungan masyarakat. Dalam dunia digital dan sosial, mahasiswa bahkan bisa membentuk gerakan perilaku harian melalui platform online dan sosial. Itu memberikan akses yang lebih besar ke informasi dan dapat membantu kelompok dengan lebih mudah dan terbuka. Namun, tentu saja, ini memerlukan pengalaman yang bijaksana tentang penyebaran informasi dan memperlakukan beberapa hoax dan fakta. Akhirnya, solusi untuk aksi demonstratif mahasiswa yang efisien seluruhnya sesuai dengan pemahaman tentang isu, pengumpulan damai yang jelas, serta dialog lebih aktif dengan semua pemangku kepentingan, yang terakhir adalah masyarakat dan eksekutif. (Red)