Oleh Nakisul Ulum
biem.co — Pondok Pesantren telah ada sejak masa Wali Songo menyebarkan agama Islam di Indonesia. Keberadaannya sangat penting dalam menyalurkan ilmu agama sekaligus sebagai bentuk syiar islam pada waktu itu. Di era modern, pesantren tidak saja di-identikan dengan sarung, peci, dan kitab kuning.
Lebih dari itu, pesantren telah bertransformasi menjadi sebuah wadah pendidikan yang hadir dengan sistem yang lebih modern, atau yang lebih dikenal Islamic Boarding School. Lahirnya pesantren modern merupakan sebuah inovasi pendidikan yang mengolaborasikan sistem pesantren salafi dengan pendidikan formal. Sesuai dengan kaidah ushul fiqih: “Al-Muhafadhat ‘Alal Qodimis Shalih Wal-Akhdu Bil Jadidil Ashlah,” memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi yang baru yang lebih baik.
Tertuang pada pasal 36 UU no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. “Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.” Berarti Pendidikan pesantren modern telah menerapkan sistem yang sudah sesuai dengan tinjauan beberapa aspek yang terkandung pada tujuan pendidikan nasional. Hal itu bisa dilihat dari beberapa poin di bawah ini.
Sistem Asrama
Pendidikan dengan sistem asrama terbilang sangat efektif. Selama dua puluh empat jam santri diberikan pendidikan, dari bangun tidur sampai tidur lagi. Di dalam asrama, santri diajarkan untuk mandiri mengurusi semua kehidupannya. Sistem asrama memberi kemudahan pengajaran kepada santri. Kegiatan sudah diatur waktunya sedemikian rupa oleh pihak pesantren, sehingga santri mampu belajar berdisiplin sejak dini. Aturan yang dibuat dimaksudkan untuk membiasakan santri tepat waktu dan taat akan aturan yang telah disepakati.
Biasanya dalam satu kamar terdapat banyak santri yang berbeda kelas, tentu pula bermacam-macam karakter dan watak. Suasana yang demikian, santri belajar banyak hal tentang cara bersosialisasi, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tidak memperdebatkan perbedaan. Jadi santri sudah diajarkan untuk bersikap menerima perbedaan dan saling mengerti satu sama lain. Inilah arti penerapan nilai Pancasila yang sesungguhnya.
Selain itu, disiplin keilmuan yang disajikan di pesantren sangat beragam, dari pendidikan agama, pendidikan umum, kesenian, olah raga dan lain-lain. Setelah santri melakukan aktivitas belajarnya, mereka melakukan aktivitas kesenian, olahraga dan yang lainnya. Maka tidak heran lulusan pesantren memiliki banyak kreativitas dan potensi di luar mata pelajarannya. Sebab, sekecil apapun potensi santri, mampu dikembangkan di pesantren.
Mahkota Pondok Pesantren
“Al Lughotul ‘Arobiyah Wal Injiliziyah Tajul Ma’had,” bahasa Arab dan Inggris adalah mahkota pondok. Santri diharuskan untuk belajar dan mempraktekkan dua bahasa yakni Arab dan Inggris dalam kesehariannya. Inilah yang menarik dari pendidikan pesantren modern. Konsep yang ditanamkan di pesantren sesuai dengan tantangan zaman yang menghadapkan kita dengan arus globalisasi dan pendidikan pesantren sudah lebih jauh melihat arah pendidikan yang memiliki standar internasional.
Kegiatan berbicara dengan dua bahasa ini umumnya dilakukan penjadwalan. Ada pula yang dilakukan pada kegiatan tertentu seperti muhadasa (percakapan) dan muhadoroh (ceramah). Sementara itu, untuk melengkapi kosakata santri, diadakan kegiatan pengisian mufrodat (kosakata). Hasil kegiatan tersebut akan diamalkan di kehidupan sehari-hari.
Pesantren memandang bahwa bahasa menjadi sebuah alat komunikasi yang amat penting. Dalam pepatah arab mengatakan. “Man Arofa Lughota Qoumin Salima Min Makrihim,” barang siapa yang mengetahui bahasa suatu kaum maka ia akan selamat dari tipu daya kaum tersebut. Artinya, dalam mengadapi percaturan global, manusia dituntut untuk menguasai bahasa bangsa lain.
Penanaman Nilai-Nilai Kehidupan
Pendidikan yang bermuara pada mendidik akal memang penting, tetapi sangat lebih penting lagi mendidik budi pekerti. Setiap harinya, santri dididik dan diajarkan etika, moral dan akhlak. Butir-butir Panca Jiwa Pondok pun diterapkan kepada santri, berupa keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuwah islamiah, serta kebebasan. Pengurus pesantren mendorong santrinya supaya sanggup mengingat dan mengamalkan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Bahkan ketika menjadi alumni, Panca Jiwa Pondok masih terngiang di telinga mereka.
Kesederhanaan, rasa ta’dzim terhadap guru masih dijunjung tinggi sekalipun mereka sudah tidak lagi di pesantren. Ukhuwah di antara santri sangat erat, lantaran ikatan emosional terjalin di dalam asrama melebihi jalinan pertemanan di sekolah. Pesantren membentuk pribadi santri yang tidak semata-mata mendewasakan akalnya, melainkan pula mendewasakan prilakunya.
Nampak jelas ketika melihat lulusan pesantren, mereka terlihat sejuk, penuh dengan wawasan keagamaan dan akhlak yang baik. Walaupun belum semua dapat dikatakan demikian. Namun menjadi sebuah identitas tersendiri bagi dunia pendidikan pesantren. Mungkin inilah yang dinamakan keberhasilan pendidikan berkarakter. Selain mereka dididik untuk ahli dalam berfikir, tapi juga dididik untuk ahli pula dalam berdzikir.
Manajemen pendidikan pesantren modern sekarang patutlah diapresiasi. Pesantren telah berhasil menggabungkan pendidikan agama dan ilmu umum secara terintegrasi. Dengan menggabungkan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Walaupun nama pondok pesantren sudah menjadi suatu identitas kaum muslim, tetapi tidak salah jika agama non muslim ingin mencontohnya menggunakan nama lain dengan sistem yang sama demi menyelaraskan arah pendidikan nasional.
Bila saja sistem pendidikan pesantren diterapkan di sekolah umum atau bahkan pemerintah menerapkan seutuhnya pendidikan berbasis pesantren. Maka setidaknya corak pendidikan baru memberikan angin segar bagi masyarakat terutama orang tua, yang memang sekarang resah dengan tawuran antar sekolah, seks bebas, narkoba dan lain sebagainya. Masalah itu bisa ditekan dengan adanya sistem pendidikan pesantren.
Nakisul Ulum, tinggal di Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang. Saat ini dipercaya sebagai Wakil Ketua Ikatan Alumni Pondok Pesantren Al-Mubarok 2017-2019.
Berita Terkait :
Angga Hermanda: Hari Tani 2017, Banten Darurat Agraria
Dr. Tri Sulistyowati, Sosok Dosen Inspiratif, Humble dan Cinta Keluarga
Sajak-sajak Dedet Setiadi
Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi.