biem.co – Total utang perusahaan negara diprediksi meningkat lagi seiring kegiatan ekspansi sejumlah BUMN tahun ini. Kementerian BUMN memprediksi kenaikan utang akan menembus angka Rp5.253 triliun atau naik sekitar 8,87% dari jumlah utang tahun lalu. Dimana utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lebih besar dibandingkan utang pemerintah yang sejak awal tahun tak henti mendapat sorotan dari masyarakat.
Di sisi lain, Kementerian BUMN memproyeksikan jumlah aset perusahaan bakal naik dari Rp7.212 triliun tahun lalu meningkat menjadi Rp7.817 triliun hingga akhir tahun. Begitu pun jumlah ekuitas diperkirakan naik dari Rp2.387 triliun menjadi Rp2.563 triliun.
Dari penjelasan Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro, terungkap bahwa utang tersebut sebagian besar utang BUMN perbankan dengan bentuk dana pihak ketiga (DPK) dalam mata uang rupiah.
Dilansir dari laman sindonews.com, bahwa sebelumnya, Kementerian BUMN telah memublikasikan total utang BUMN sebesar Rp4.825 triliun pada 2017 atau meningkat sekitar 38% dari Rp3.488 triliun pada 2014. Total utang perusahaan pelat merah yang cukup besar itu dipersoalkan DPR dan meminta pemerintah menangani lebih serius.
Adapun utang dalam bentuk obligasi diperkirakan Rp2.000 triliun lebih. Walau utang makin membesar, pihak Kementerian BUMN tidak risau sebab hal itu terkait ekspansi dan kegiatan perusahaan. Pada umumnya, proyek yang digarap BUMN memiliki rasio pembiayaan sekitar 30% dari ekuitas dan sekitar 70% dari pinjaman. Lalu, disimpulkan bahwa meningkatnya utang BUMN pertanda sedang berkembang.
Kementerian Keuangan mencatat aset BUMN mencapai Rp7.212 triliun akhir tahun lalu dicatatkan sebagai aset negara. menurut Fuad Bawazier, sudah seharusnya utang juga dicatatkan negara. Harus dipahami, sebagian utang BUMN lahir karena penugasan negara, jadi pemerintah diminta konsekuen dan jujur mengakui sebagai contingent liability, atau dengan kata lain apabila utang BUMN gagal bayar maka pemerintahlah yang akan menanggungnya.
“Namun, bila pemerintah keberatan mencatatkan sebagai utang negara, diusulkan setidaknya dicatat sebagai off balance sheet bersama. Karena persoalan utang perusahaan negara ini berpotensi membebani negara, sebaiknya DPR dan pemerintah merumuskan kesepakatan dalam menyikapinya,” ungkapnya.
Penjelasan pihak Kementerian BUMN tentang keberadaan utang BUMN saat ini tidak bisa melunakkan pandangan Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto. Agus mempunyai pandangan, utang tersebut berpotensi menjadi beban negara sebab yang berutang adalah perusahaan negara.
Senada dengan Agus Hermanto, mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Fuad Bawazier malah mengusulkan utang BUMN digabungkan saja dengan utang pemerintah. Kok bisa? Mantan pejabat dirjen Pajak itu beralasan bila BUMN gagal melunasi utang maka pemerintah juga yang bakal menanggungnya.
Kini bola utang BUMN sudah bergulir di DPR. Dalam rapat kerja antara Komisi VI DPR dan Kementerian BUMN, persoalan utang mendapat sorotan dengan porsi waktu yang panjang.
Sangat disayangkan, dari enam kesimpulan dalam rapat kerja tersebut tidak tersirat soal utang BUMN. Dari enam kesimpulan rapat kerja tersebut, di antaranya Komisi VI DPR mengapresiasi atas kinerja keuangan BUMN sepanjang 2014-2017 yang dibuktikan dengan peningkatan aset sekitar 57% menjadi Rp7.212 triliun. Dan, laba tahun berjalan naik sekitar 26% menjadi Rp186 triliun serta berkontribusi terhadap APBN sebesar Rp351 triliun, meliputi pajak sebesar Rp211 triliun, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp99 triliun, dan dividen sebesar Rp41 triliun.
Namun, Menteri BUMN, Rini Soemarno tidak dapat hadir dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR dan terpaksa diwakili Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang juga tidak tuntas mengikuti rapat karena bertepatan agenda lainnya.
Perlu diketahui Rini Soemarno sudah dicekal Komisi VI sejak 2015 dengan mengacu pada hasil Pansus Angket Pelindo II yang meminta Presiden Jokowi mencabut Rini dari jabatan menteri BUMN. Dan sejak itu, Rini Soemarno dilarang masuk DPR. (Iqbal)