biem.co — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah melakukan pemblokiran konten internet yang memuat radikalisme dan terorisme selama 10 tahun terakhir.
Berdasarkan laporan Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kominfo, ada sebanyak 11.803 konten yang telah diblokir oleh pihaknya, mulai dari tahun 2009 hingga 2019.
Plt Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinandus Setu dalam rilisnya dikutip Kamis (21/03/2019), melaporkan berdasarkan platform, konten yang terbanyak diblokir berada di Facebook dan Instagram, yakni sebanyak 8.131 konten.
“Adapun konten radikalisme dan terorisme yang diblokir di Google/YouTube sebanyak 678 konten. Kemudian 614 konten di platform Telegram, 502 konten yang berada di file sharing, dan 494 konten di situs web,” paparnya.
Seperti diketahui, sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2017, Kementerian Kominfo melakukan penapisan atau pemblokiran konten yang berkaitan radikalisme dan terorisme sebanyak 323 konten, yang terdiri dari 202 konten di situs web, 112 konten di platform Telegram, 8 konten di Facebook dan Instagram, serta 1 konten di YouTube.
Sementara selama tahun 2018, telah diblokir konten radikalisme dan terorisme sebanyak 10.499 konten yang terdiri dari 7.160 konten di Facebook dan Instagram, 1.316 konten di Twitter, 677 konten YouTube, 502 konten di Telegram, 502 konten di file sharing, dan 292 konten di situs web.
Menurut Ferdinandus, pertumbuhan angka penapisan konten ini terasa sangat signifikan setelah Kementerian Kominfo mengoperasikan Mesin AIS.
“Dengan Mesin AIS, Kemkominfo bisa memangani lebih dari 10.000 konten radikalisme dan terorisme dalam setahun, padahal selama lebih dari tujuh tahun, konten yang ditapis hanya sebanyak 323 konten. Sementara selama Januari sampai Februari 2019 telah dilakukan pemblokiran sebanyak 1.031 konten yang terdiri 963 konten Facebook dan Instagram, serta 68 konten di Twitter,” terangnya.
Tindakan pemblokiran atau penapisan konten dilakukan atas permintaan dan koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulan Terorisme (BNPT). Selain itu, pemblokiran juga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Meski sudah dilakukan penutupan terhadap konten radikalisme, terorisme dan separatisme, Kementerian Kominfo terus melakukan pencarian konten dalam situs web atau platform dengan menggunakan mesin AIS setiap dua jam sekali.
“Kementerian Kominfo juga bekerja sama dengan Polri untuk menelusuri akun-akun yang menyebarkan konten terorisme, radikalisme dan seperatisme,” kata Ferdinandus.
Pihaknya pun terus mendorong masyarakat untuk menghindari penyebaran konten-konten tersebut.
“Jika menemukan keberadaan situs seperti itu, dapat melaporkannya ke aduankonten.id atau akun Twitter @aduankonten,” pungkasnya. (hh)