Sosok

Jual Kamsin dan Kamsinah, Politisi PAN DPRD Cilegon Tak Menyangka Jadi Begini

CILEGON, biem.coSobat biem, pada Kamis, 15 Januari 2021 kemarin sore, awak biem.co berkesempatan untuk memandu podcast ‘Klub Mari Bicara’ yang digagas oleh sejumlah awak media yang bertugas di Kota Cilegon.

Dalam kesempatan itu, hadir Masduki, Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cilegon dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).

Mengawali pembicaraan, pria Kelahiran Maret 1977 ini membagikan perjalanan hidupnya yang penuh inspirasi. Jauh sebelum duduk di kursi wakil rakyat, banyak perjuangan yang harus ia lalui hingga akhirnya bisa seperti sekarang ini.

Siapa yang menyangka, Kang Uki, panggilan akrab Masduki, harus hidup dan terpisah jauh dari keluarga sejak ia lulus dari Sekolah Dasar (SD). Berbekal uang dari hasil menjual dua ekor kambing kesayangan yang diberi nama Kamsin dan Kamsinah, Uki yang saat itu berusia antara 11 hingga 13 tahun, dipaksa keluar dari lingkungan keluarga, untuk menimba ilmu ke Pondok Pesantren Latansa di Lebak, Banten.

Uki menuturkan, semenjak hidup di pondok, setiap kali kedua orangtuanya menjenguknya di Pesantren, Uki selalu menampakkan wajah yang ceria. Ia terpaksa melakukan itu semua, hanya karena ingin melihat kedua orangtuanya bahagia.

“Emak Abah selalu bertanya. Uki betah enggak di sini, saya jawab betah. Dan setiap kali almarhum Emak dan Abah pamit, dari gerbang pesantren, selalu saja air mata tumpah dan tak sanggup saya bendung,” akunya sambil terus mengingat setiap penggal kisah hidupnya yang berharga.

Namun, Uki tidak menyerah dengan keadaan. Kemandirian dan disiplin yang ia dapatkan sejak kecil dari Emak dan Abah, mengantarkannya melalui berbagai macam hal yang ia lalui di pesantren.

“Dari kecil, waktu SD, begitu pulang sekolah, saya langsung ke kandang untuk menggembala kambing. Setelah kambing dicangcang (diikat), saya langsung berangkat sekolah agama. Pulang sekolah agama, balik lagi menjemput kambing dan memasukkannya ke kandang. Tidak hanya itu, selesai pulang ke rumah, di rumah saya langsung membantu Ibu yang saat itu membuka warung kampung. Setiap sore sebelum magrib, saya bantu Ibu menyalakan patromaks (lampu penerangan berbahan bakar minyak tanah) dan setelahnya saya ke musala, mengaji, dan terus begitu selama enam tahun sebelum akhirnya berangkat ke pesantren. Jadi, tidak pernah ada waktu main seperti anak-anak pada umumnya,” ungkapnya.

Usai menjalani kehidupan di pesantren selama lima tahun, Uki kembali pulang ke rumah dengan harapan bisa terus berkumpul bersama keluarga dan menghirup udara segar. Namun lagi-lagi, sulung dari tiga bersaudara ini harus terbuang jauh dari keluarga ke Bandung.

Dengan modal hasil menjual tanah, orangtua Uki langsung membawanya berangkat ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung (dulu: IAIN Sunan Gunung Jati) di Fakultas Dakwah.

“Sempat ada penolakan dari saya pada saat itu. Karena baru saja pulang ke rumah, saya sudah disuruh pergi lagi. Saya bilang ke orangtua, udah kuliah di Serang aja. Tapi orangtua tetap kekeuh saya harus ke Bandung, akhirnya mau tidak mau saya pun terpaksa mengikuti keinginan orangtua saya dan masuk di Fakultas Dakwah, Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam, hingga akhirnya bisa lulus dengan predikat cumlaude,” tandasnya.

Di Bandung, untuk bisa bertahan dari keadaan, Uki menyiasatinya dengan menyisihkan sebagian uang yang dikirim oleh orangtuanya ke rumah makan Padang.

“Setiap bulan dikirim Rp400 ribu. Dua ratus saya pegang, dua ratusnya lagi saya kasih ke Uda pemilik rumah makan Padang. Jadi itu saya lakukan agar selama di Bandung saya tidak kelaparan. Dari uang Rp200 ribu itu, saya bisa makan dua kali, tapi tidak boleh nambah. Lauk dan minumnya bebas mau apa saja. Sesekali, kalau saya mau punya rokok, jatah makan saya tukar dengan teman yang lainnya agar saya bisa merokok,” ujarnya.

Di Bandung, Uki juga bertemu dengan salah satu tokoh muda Cilegon Tubagus Imam Ariyadi yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komisariat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) UIN Bandung. Bersama seniornya itu, Uki aktif di HMI, hingga akhirnya berhasil menjadi Ketua Senat (sekarang: Presiden Mahasiswa) IAIN Sunan Gunung Jati, melanjutkan kepemimpinan Iman Ariyadi.

“Waktu itu saya di Bimbingan Penyuluhan Islam, Kang Iman di Komunikasi Penyiaran Islam. Beda jurusan, satu fakultas. Di semester empat, setelah melalui proses organisasi hingga akhirnya membentuk karakter saya yang sekarang ini. Jadi, memang manfaat organisasi ini sangat luar biasa bagi pribadi saya hingga akhirnya pada saat Kang Iman menjabat sebagai Ketua Senat Institut, persis jaman reformasi 98, ada perubahan pola pemilihan Senat menjadi Presiden Mahasiswa (Presma), saya yang saat itu semester empat terpilih menjadi Ketua Presma Jurusan, menyisihkan empat kandidat lain yang saat itu keempatnya adalah senior,” tuturnya.

Berbekal dari pengalaman berorganisasi, setelah menyelesaikan kuliah selama lima tahun, Uki sudah mulai belajar bekerja di salah satu perusahaan kontraktor sebagai staf administrasi. Dari situ, Uki akhirnya memiliki perusahaan sendiri dan mendirikan sebuah CV yang saat itu perusahaanya langsung dilirik oleh industri hingga akhirnya memutuskan untuk terjun ke politik.

“Awalnya saya enggan bersentuhan dengan dunia politik. Saya lebih memilih berdakwah dari masjid ke masjid pada saat itu. Sampai akhirnya saya baca bukunya Amin Rais dengan judul buku ‘Cakrawala Islam’. Di situ disebutkan politik sebagai media dakwah, hingga akhirnya saya memilih untuk berdakwah dengan cara lain, yakni dengan terjun ke politik dan meyakini bahwa politik itu adalah salah satu media dakwah,” terangnya.

Untuk itu, ia mengajak seluruh anggota di DPRD Cilegon agar bisa peka dengan kehidupan sosial di masyarakat.

“Saya enggak nyangka jadi seperti sekarang ini. Bukan cuma saya, tapi masyarakat luas di wilayah saya juga tidak menyangka bisa seperti ini. Karena lahir dalam kehidupan yang pas-pasan, karena almarhum ibu bapak sebatas petani. Kalau ingat dulu itu saya sedih. Makan siang di tengah sawah beserta orangtua itu pernah saya rasakan dulu waktu kecil,” ucapnya.

Di awal tahun 2021 ini, Masduki juga mencalonkan diri sebagai kandidat Ketua DPD PAN Kota Cilegon. Adapun yang melatarbelakangi pencalonan dirinya adalah karena merasa memiliki terhadap partai. Ia mengaku memiliki komitmen yang kuat untuk membangun PAN Kota Cilegon agar bisa lebih baik ke depannya.

“Mohon doa dari seluruh masyarakat Cilegon, semoga niat saya ini bisa membawa PAN masuk kedalam tiga besar di Kota Cilegon, serta menambah jumlah kursi di legislatif,” tandasnya. (Arief)

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button