biem.co — Organisasi Mathla’ul Anwar yang berdiri pada 1916 oleh KH. Mas Abdurrahman di Menes Pandeglang-Banten yang kondisinya hingga saat ini jagjag waringkas, istikamah dan lincah bergerak meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara yang dilakukan secara mandiri, bersifat kesukarelaan dan kedermawanan.
Syahdan, Mathla’ul Anwar di usia senjanya ke-105 tahun tidak hanya mampu bertahan dan juga menolak punah terus berkembang melebarkan sayap kontributifnya, sesuai maknanya Mathla’ul Anwar “tempat terbitnya cahaya” terus memberikan pencerahan mencetak kaum terdidik melalui lembaga pendidikannya yang tersebar secara nasional dengan menampilkan wajah Islam ramah, moderat, toleran, berpedoman Ahlussunah Wal-Jama’ah, berfalsafahkan Pancasila.
Keistikamahan Mathla’ul Anwar sebagai ormas terbesar ketiga di Indonesia memiliki peran kontributif dalam memajukan anak bangsa yang tentu perlu diapresiatif semua pihak, karena posisinya sangat strategis didirikan bukan mencari keuntungan bersifat material finansial, berada diluar ranah pemerintah atau independen dan diorientasikan kepada proses pencerdasan, pemberdayaan.
Sederet program kerja dan segudang prestasi yang pernah ditorehkan Mathla’ul Anwar melalui lembaga pendidikan, dakwah dan kesejahteraan sosial yang dimilikinya saat ini dengan kelebihan dan kekurangannya, pada perjalanannya memasuki abad kedua yang secara jujur Mathla’ul Anwar menghadapi tantangan cukup berat, karena banyak sektor yang perlu diperbaiki agar lebih responsif sesuai kemajuan jaman.
Pertama, sebagaimana diakui Ketua Umum PBMA, KH. Embay Mulya Syarif (4/10/21), masih banyak lembaga pendidikan Mathla’ul Anwar sekitar 70 Perguruan, 2000 lembaga pendidikan dengan kondisi gedung kurang representatif, sarana prasarana penunjang, kualitas para pengajar yang belum mampu mengadaptasi kemampuannya yang sesuai perkembangan kemajuan di era komunikasi digital.
Kedua, masifnya pembangunan sekolah umum dan madrasah negeri di berbagai pelosok daerah yang dilengkapi sarana prasarana representatif, kualitas tenaga pengajar dan program keilmuan yang lebih adaptif belum mampu dikejar lembaga pendidikan Mathla’ul Anwar, sehingga wajar banyak orang tua peserta didik memilih lembaga pendidikan lain.
Ketiga, adanya pergeseran konstruksi beragama, merujuk laporan hasil penelitian Chaidar Bamualim (2018) dalam “Kaum Muda Muslim Milenial: Konservatisme, Hibridasi Identitas, dan Tantangan Radikalisme” disejumlah 18 kab/kota di Indonesia ditemukan anak-anak muda muslim milenial lebih memilih mbah google dan media sosial sebagai media belajar, tempat bertanya soal agama, karena diakses secara mudah di manapun dan kapanpun mereka menginginkan. Temuan hasil penelitian secara artikulatif bahwa media sosial telah mereduksi peran keluarga, tokoh agama, lembaga pendidikan dan organisasi kegamaan.
Cracking Zone Mathla’ul Anwar
Sebagai upaya menjawab tantangan zaman, Pengurus Besar Mathla’ul Anwar (PBMA) sesuai rencana akan menggelar hajatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada 22-23 Desember 2021 bertempat di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, melibatkan seluruh pengurus daerah provinsi, kabupaten/kota dan stakeholders lainnya dari Sabang-Merauke.
Rakernas dilaksanakan sesuai amanah AD/ART juga sebagai strategi Cracking Zone yaitu suatu pisau analisis yang dijadikan oleh kaum cerdik untuk membaca kode-kode rumit, menganalisis tanda-tanda perubahan jaman, mendobrak dan meneropong celah-celah untuk mengetahui pada sisi dan kemana organisasi harus bergerak secara terstruktur, sistematis dan masif.
Rakernas dengan tema “Arah Baru Menata Umat, Merekat Bangsa” secara artikulatif “Arah baru” dimaknai sebagai optimalisasi peningkatan kualitas pendidikan, menata sistem managemen kelembagaan yang moderen, meningkatkan kompetensi para pendidik lebih adaptif yang sesuai era kemajuan dan memilah titik diskrepansi (ketidakcocokan) antara das sein, das sollen atau harapan dan kenyataan yang dihadapi organisasi.
Adapun “Menata Umat” sebagai iktiar membenahi kondisi umat akibat Covid-19 yang memparah kesehatan sosial ekonomi, politik, budaya, pendidikan. Maka menata umat dipilih sebagai upaya solutif mengajak semua pihak untuk bergotong royong memulihkan gairah masyarakat dalam proses mempercepat akses terwujudnya kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di negeri baldatun thayyibatun warabbun ghafuur.
Sedangkan “Merekat Bangsa” dimaknai sebagai tekad mengeratkan persatuan dan kesatuan seluruh komponen bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila untuk mencapai negara Indonesia yang maju, tercerdaskan dan terciptanya kesejahteraan umum melalui amal usaha Mathla’ul Anwar di bidang pendidikan, dakwah, sosial dengan mengedepankan wajah Islam ramah, moderat dan toleran.
Melalui momentum Rakernas, publik berharap Mathla’ul Anwar dapat menghasilkan program kerja adaptif, kontekstual, bukan mengedepankan program kerja bersifat populis, mengambang dilangit, kehilangan jejak di bumi. Persis diingatkan Hensler dan Beunell (2013) dengan teori ampuhnya Total Quality Management yang mengedepankan kualitas adaptif, memiliki daya saing, terukur baik potensi, peluang dan berkelanjutan.
Sekadar titip kado ingatan, satu pekerjaan rumah tepat dibahas pada Rakernas PBMA 2021 yaitu menuntaskan, menjawab tanda tanya publik terkait proposal usulan KH. Mas Abdurrahman sebagai tokoh pahlawan nasional yang dipersiapkan sejak tahun 2020 di masa kepemimpinan Ketua Umum KH. Ahmad Sadeli Karim saat ini belum terlacak titik koordinat kabar keberadaannya.
Secara the facto, KH. Mas Abdurrahman sungguh layak ditetapkan sebagai pahlawan nasional, adapun the jure hanya persoalan teknis administratif yang harus terpenuhi sesuai syarat dan prosedur yang mesti di kawal secara besama, karena tidak mungkin cita-cita yang sudah terkabar ke langit, akan sulit turun ke bumi jika tidak dijemput.
Tentunya wajar jika publik berharap di masa jabatan Ketua Umum KH. Embay Mulya Syarif dapat melanjutkan cita-cita pengajuan KH. Mas Abdurrahman sebagai pahlawan nasional. Jika dapat terwujud, hikmahnya menjadi wasilah mensosialisasikan jejak-jejak keteladanan, ide pemikiran moncer, keistiqomahan KH. Mas Abdurrahman agar dapat menginspirasi publik.
Karena tidak mungkin sederet program kerja dibuat pada Rakernas, jika satu tugas masih belum terselesaikan. Maka publik akan selalu berdoa, Ketua Umum Pengurus Besar Mathla’ul Anwar, KH. Embay Mulya Syarif sebagai nahkkoda kapal organisasi mampu melewati gelombang besar.
Publik akan selalu setia menunggu Mathla’ul Anwar kembali jaya dan maju, persis pesan artikulatif senandung lirik lagu Menunggu Rhoma Irama “Sekian lama aku menunggu, untuk kedatanganmu, bukankah engkau telah berjanji, kita jumpa disini, datanglah, kedatanganmu ku tunggu”. Semoga!
Penulis adalah Alumni Ketua Umum Lembaga Studi Islam dan Kebudayaan (LSIK) Ciputat.