“Desa, mimpi kecil yang besar, hanya terwujud dengan tangan-tangan yang saling menopang. Asah Asih Asuh, ikatan yang mengikat, jangan sampai terlupakan” – Bung Eko Supriatno
PANDEGLANG, biem.co – suatu sudut desa yang terpencil, di antara riuh rendah dedaunan yang diterpa sang mentari pagi, terdapat jejak-jejak kehadiran yang tak terlupakan.
Jejak-jejak itu bukanlah sembarang jejak, melainkan bekas perjalanan panjang dan penuh makna dari sekelompok mahasiswa yang menjelajah tanah-tanah baru dalam misi mereka. Misi untuk merangkul dan memberdayakan, untuk mengubah, dan untuk menorehkan perubahan.
Bagi penulis, mahasiswa diidentifikasi sebagai garda terdepan dalam membawa perubahan di masyarakat. Mereka bukan hanya penonton dan pengamat, tetapi juga pelaku utama dalam narasi pembangunan baru. Langkah-langkah mereka, meski terasa berat bagi kaki yang masih belia, membawa harapan dan semangat untuk membangun struktur batu dan kayu, dan lebih dari itu, untuk membangun jiwa-jiwa yang terhempas oleh kehampaan.
Di antara gemuruh alam yang tak henti menggema, mahasiswa-mahasiswa ini menjalin hubungan erat dengan masyarakat setempat. Mereka menggali cerita-cerita leluhur, menanamkan benih keberdayaan di setiap pohon yang mereka tanam, dan menyalakan kembali semangat gotong-royong yang telah lama redup.
Mengukir Harapan Baru, KKN Sebagai Panggung Inovasi di Desa
Di panggung KKN, mahasiswa menjadi pahlawan yang mengukir jejak inovasi di desa-desa terpencil, menghadirkan harapan baru melalui strategi yang mengabdi pada kebutuhan nyata masyarakat.
Dalam redup senja di tepian desa Pasirloa yang terpencil, cahaya harapan bersemi dari setiap langkah mahasiswa yang menjelma menjadi pahlawan kecil.
Mereka bukan sekadar mencari ilmu di bangku kuliah, tetapi turun ke lapangan, menembus dinamika kehidupan desa. Kuliah Kerja Nyata (KKN), panggung di mana gagasan-gagasan inovatif tercipta, menjadi medan perjuangan mengentaskan kemiskinan dengan sentuhan kreativitas.
Setiap langkah diawali dengan survei, bukan semata kewajiban, melainkan fondasi utama untuk memahami kebutuhan mendesak masyarakat. Di hamparan desa yang jarang tersentuh modernitas, mahasiswa menjalin hubungan erat dengan penduduk setempat, menggali potensi tersembunyi dari sumber daya alam hingga kearifan lokal. Bersamaan dengan itu, teknologi GIS menjadi alat tak terpisahkan, memetakan batas administrasi desa untuk memperkuat tata kelola lokal secara dinamis.
Tak hanya itu, mereka merambah dunia digital, melatih staf desa dalam pemanfaatan teknologi informasi, merawat website desa agar hadir secara signifikan dalam ranah maya. Langkah demi langkah, mereka mendukung UMKM lokal melalui pemasaran di Google Maps, membuka jalan bagi pelaku usaha kecil menengah untuk bersaing adil di era digital. Sementara itu, objek wisata desa dipoles sedemikian rupa, mempertimbangkan daya tarik serta keterjangkauannya, membuka mata dunia terhadap potensi wisata yang terpendam.
Di sisi lain, mereka tidak hanya menyusun program-program tanggap, tetapi juga menata kembali struktur organisasi dan menggelar kegiatan komunitas.
Ini bukan hanya tentang membangun infrastruktur fisik, tetapi juga membangun kesadaran akan kebersamaan, menghidupkan semangat berdikari di tengah komunitas yang terkadang terlupakan.
Dengan hati yang tulus, mereka membangun peta jalan pembangunan berkelanjutan, merancang program-program yang tidak hanya menyelesaikan masalah jangka pendek, tetapi juga menjanjikan perubahan sosial yang abadi.
Evaluasi dan pemantauan tiada henti mereka lakukan, mengukur tidak hanya pencapaian tetapi juga perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu di masyarakat desa.
Dari redup senja hingga cahaya pagi yang menerangi, perjalanan KKN mengilhami cerita baru tentang perubahan. Sebuah narasi perubahan tentang keberanian dan kesungguhan, tentang bagaimana sekelumit gagasan dan keberanian bisa mengubah nasib suatu komunitas. Di panggung inovasi dan pemberdayaan, mahasiswa tidak hanya menulis kisah akademis, tetapi menerjemahkan ilmu pengetahuan menjadi kehidupan yang lebih baik untuk semua.
Panggilan Moral untuk Masa Depan Berkelanjutan
Di tengah gemuruh desa yang terpencil, cahaya harapan mulai muncul dari langkah-langkah para mahasiswa. Mereka tidak hanya mengemban tugas akademis, tetapi juga tanggung jawab moral yang mendalam. Kuliah Kerja Nyata (KKN) bukan sekadar perjalanan ke lapangan, melainkan panggilan untuk membawa perubahan yang hakiki dalam kehidupan masyarakat pedesaan.
Dalam redup senja dan berbatasan dengan dunia digital, mahasiswa membangun jembatan antara ilmu pengetahuan dan realitas masyarakat desa. Mereka tidak hanya memetakan kebutuhan mendesak melalui survei yang teliti, tetapi juga menawarkan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan infrastruktur yang terbukti menghambat kemajuan. Dari pembangunan perpustakaan hingga revitalisasi UMKM lokal melalui platform digital, setiap langkah mereka dijalankan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Di atas segalanya, KKN menjadi ladang bagi mahasiswa untuk menumbuhkan kesadaran akan keberlanjutan. Mereka menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, memastikan pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana dan meningkatkan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim. Dengan setiap langkah mereka, sebuah jejak positif terpahat dalam sejarah masyarakat yang mereka sentuh, meninggalkan warisan berupa keterampilan baru, peningkatan kualitas hidup, dan pembangunan kapasitas lokal yang kuat.
KKN bukan sekadar panggung bagi mahasiswa untuk mengabdi, tetapi juga cermin moral yang memantulkan dedikasi mereka terhadap pembangunan bangsa. Di tengah lanskap pembangunan yang terus berubah, mereka menunjukkan bahwa kekuatan pemuda bukan hanya dalam kata-kata, tetapi dalam tindakan nyata yang membawa perubahan. Dengan demikian, KKN bukan hanya sebuah kewajiban kurikulum, melainkan investasi moral yang mengarah pada masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.
Mahasiswa yang terlibat dalam KKN tidak hanya sekadar mahasiswa yang mengemban ilmu, tetapi juga agen perubahan strategis dalam mengembangkan masyarakat pedesaan. Dengan keterlibatan mereka dalam inovasi, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan berkelanjutan, mahasiswa membawa perubahan yang positif dan berkelanjutan bagi komunitas desa. Mereka tidak hanya menuliskan cerita-cerita baru, tetapi juga menciptakan solusi-solusi nyata untuk tantangan-tantangan zaman ini, meneguhkan posisi mereka sebagai penjaga masa depan bangsa.
Asah, Asih, dan Asuh
Membangun desa, membangun Indonesia dalam skala kecil. Namun, tanpa gotong royong, hanya menjadi mimpi kosong. Filosofi desa hidup dalam kebersamaan itu, saling Asah, Asih, dan Asuh (filosofi sunda) adalah jiwa yang terancam lenyap di tangan mereka yang lupa akan akar budaya dan semangat kebersamaan.
Di tengah gemuruh Banten yang serba modern, terdapat sebuah oase tenang yang disebut Desa Pasir Loa Sindangresmi Pandeglang.
Terletak di pinggiran yang hijau dari sawah yang menghampar luas, desa ini bukan sekadar sekumpulan rumah-rumah, tetapi sebuah komunitas yang kaya akan nilai-nilai tradisional. Di sinilah 24 (dua puluh empat) mahasiswa dari Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten menemukan panggung baru untuk menjalankan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) mereka.
Ada yang dari bidang pertanian, dengan semangat untuk mengasah pengetahuannya dalam budidaya tanaman pangan. mereterlibat langsung dengan para petani lokal, belajar tentang pola tanam yang sesuai dengan musim serta teknik pertanian organik. Bersama para petani, mereka merencanakan cara-cara baru untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian desa.
Ada yang dari bidang teknik informatika yang mahir dalam teknologi, membawa misi untuk membantu Desa Pasir Loa Sindangresmi memanfaatkan potensi teknologi informasi. Dengan bantuan beberapa warga desa yang tertarik, Mereka mendirikan pusat informasi desa berbasis teknologi. Mereka mengajar warga cara menggunakan internet untuk memasarkan produk lokal, mencari informasi penting, serta menjalin komunikasi dengan luar desa.
Ada yang dari bidang dari pendidikan yang peka terhadap kondisi psikologis anak-anak, menawarkan bimbingan dan konseling kepada anak-anak serta remaja di desa. Mereka bekerja sama dengan guru-guru lokal dan orangtua untuk memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan emosional dan akademis anak-anak. Melalui sesi-sesi konseling dan penyuluhan, Maya juga memberdayakan orangtua untuk mendukung perkembangan optimal anak-anak mereka.
Selama tinggal di Desa Pasir Loa Sindangresmi, mereka tidak hanya bekerja untuk masyarakat desa, tetapi bersama masyarakat. Mereka belajar dari kearifan lokal dan berbagi pengetahuan serta keterampilan mereka dengan komunitas. Mereka menemukan bahwa filosofi Asah, Asih, dan Asuh tidak hanya teori, tetapi nilai-nilai yang hidup dan terasa dalam setiap interaksi mereka dengan warga desa.
Asah, yang mengajarkan untuk selalu mengasah pengetahuan dan keterampilan, tercermin dalam dedikasi mereka untuk belajar dan mengembangkan solusi-solusi baru untuk tantangan di desa.
Asih, nilai kasih sayang dan empati, tercermin dalam perhatian tulus mereka terhadap kebutuhan dan potensi setiap individu di desa.
Dan Asuh, upaya untuk membimbing dan memberdayakan, tercermin dalam komitmen mereka untuk meninggalkan dampak positif yang berkelanjutan di Desa Pasir Loa Sindangresmi.
Perjalanan mereka bukan hanya tentang menyelesaikan tugas akademis, tetapi sebuah perjalanan batin untuk menemukan makna sejati dari pelayanan dan kontribusi kepada sesama.
Di tengah tantangan zaman modern yang mengancam nilai-nilai tradisional, mereka membawa angin segar bagi kehidupan desa.
Dengan keterlibatan mereka yang mendalam dan berkelanjutan, KKN UNMA Banten membantu membangun fondasi yang kokoh untuk masa depan yang lebih baik, tidak hanya bagi Desa Pasir Loa Sindangresmi, tetapi juga bagi generasi mendatang dan bangsa ini secara keseluruhan.
Desa Pasir Loa Sindangresmi nama yang mungkin belum begitu terdengar di telinga banyak orang, namun menyimpan kehidupan yang kaya dan penuh makna.
Di desa ini, setiap langkah memiliki arti tersendiri. Tiap sentuhan, tiap kata, membawa beban harapan untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Inilah tempat di mana filosofi Asah, Asih, dan Asuh bukan hanya kata-kata, melainkan ikatan yang mengikat erat masyarakat dalam semangat gotong royong dan kebersamaan.
Asah, Asih, dan Asuh filosofi yang mengalir dalam darah masyarakat desa, diwariskan dari generasi ke generasi. Di tangan mahasiswa-mahasiswa ini, filosofi itu diterjemahkan menjadi tindakan nyata, menjadi fondasi yang kuat untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Di balik gemuruh alam dan kemegahan langit, Desa Pasir Loa Sindangresmi tetap menjadi tempat di mana impian kecil bisa menjadi besar, asal tangan-tangan yang saling menopang terus ada. (Red)
Bung Eko Supriatno, penulis Dosen Pembimbing Lapangan KKN UNMA Banten 2024 Desa Pasirloa, Sindangresmi, Pandeglang Dosen Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten.