InspirasiOpini

Mengatasi Banjir Banten

Oleh : Eko Supriatno

Alam tak membalas, hanya mengingatkan. Banjir adalah cermin kegagalan kita, namun juga peluang untuk berubah. Peduli alam, alam pun bersahabat..” – Bung Eko Supriatno

PANDEGLANG, biem.co – encana alam yang melanda Kabupaten Lebak, Banten, kembali mengguncang. Hujan lebat yang mengguyur wilayah ini dalam beberapa hari terakhir telah memicu banjir, longsor, dan pohon tumbang, yang mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur parah.

Tiga orang tewas, sementara satu lainnya mengalami luka-luka. Lebih dari 1.300 rumah terendam banjir, dan berbagai fasilitas umum rusak, termasuk jembatan yang ambruk dan jalan yang ambles. Pemerintah dan BPBD Lebak terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menanggulangi dampak bencana ini, meskipun tantangan besar masih harus dihadapi.

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Bencana ini menggambarkan dampak besar yang terjadi pada kehidupan warga dan semakin memperlihatkan pentingnya persiapan serta penanganan yang lebih baik di masa depan.

Sementara itu, di Pandeglang, bencana banjir juga melanda 18 kecamatan. Banjir ini bukan sekadar akibat curah hujan tinggi atau musim yang tak menentu, melainkan cerminan dari ketidakpedulian terhadap alam yang sudah lama dieksploitasi demi kepentingan jangka pendek.

Pemerintah Kabupaten Pandeglang baru saja mengeluarkan keputusan status siaga darurat bencana hidrometeorologi. Namun, tindakan ini seharusnya tidak dianggap sebagai solusi jangka panjang.

Penanggulangan banjir harus didorong oleh pendekatan yang lebih mendalam dan strategis, bukan hanya sebagai reaksi terhadap bencana yang terjadi. Pandeglang dan Banten perlu bertransformasi dalam mengelola alam, dengan menempatkan keberlanjutan ekosistem di atas kepentingan ekonomi sesaat.

Banten kini terperangkap dalam dampak perubahan iklim dan pengelolaan alam yang tidak seimbang. Bencana banjir yang kerap melanda wilayah ini adalah kenyataan yang tidak bisa diabaikan lagi: alam yang telah kita rusak mulai membalas.

Banjir yang melanda adalah akibat langsung dari keserakahan pembangunan yang mengabaikan keseimbangan alam. Wilayah Banten, yang dikelilingi pegunungan dengan sumber daya alam vital, kini menghadapi kerusakan ekologis akibat aktivitas manusia, seperti penggundulan hutan, pembakaran liar, dan urbanisasi tanpa kendali. Sumber daya alam yang seharusnya menjadi penyangga kehidupan kini justru menjadi beban.

Sungai-sungai yang seharusnya menjadi jalur aliran air kini tercemar sampah dan limbah. Penebangan pohon yang tidak terkendali semakin mengurangi daya serap air tanah.

Ketika hujan datang, aliran air yang seharusnya bisa ditampung justru meluap, menenggelamkan permukiman, dan merusak kehidupan masyarakat. Ini adalah peringatan bahwa kita perlu segera beralih ke pengelolaan alam yang lebih bijak, berkelanjutan, dan berbasis pada kepentingan jangka panjang.

Banjir sebagai Cermin Kegagalan Sistemik

Banjir adalah cermin dari kegagalan sistemik dalam pengelolaan tata ruang dan pembangunan yang tidak memperhitungkan dampak ekologis. Pemda dan masyarakat harus berkolaborasi untuk merumuskan kebijakan yang mampu mengatasi masalah ini secara menyeluruh.

Proyek-proyek pembangunan harus mengikuti prinsip pembangunan berkelanjutan, yang mengutamakan pemulihan dan pelestarian ekosistem, bukan hanya mengejar keuntungan finansial. Kita harus sadar bahwa apa yang kita ambil dari alam, harus kembali dalam bentuk pelestarian dan penghormatan terhadap siklus alam yang sudah ada.

Sistem drainase yang rusak, pengurangan ruang terbuka hijau, dan pembangunan yang tidak ramah lingkungan hanya akan memperburuk keadaan. Masyarakat dan pemerintah perlu berkomitmen untuk bersama-sama melakukan perbaikan mendasar dalam pola hidup dan pembangunan.

Pembenahan drainase, pembangunan embung dan polder, serta penghijauan di wilayah tangkapan air adalah langkah-langkah konkret yang harus diambil. Tetapi lebih dari itu, kita harus mengubah cara kita melihat alam bukan lagi sebagai sumber daya yang harus dieksploitasi, melainkan sebagai mitra yang harus dijaga keseimbangannya.

Membangun Kesadaran Bersama

Perubahan, memang, tak pernah datang dalam sekejap. Namun, setiap langkah kecil yang kita ambil hari ini akan menjadi pondasi bagi masa depan yang lebih baik. Untuk Banten, membebaskan diri dari banjir bukan hanya soal pembangunan fisik, infrastruktur, atau kebijakan yang tepat. Ini adalah soal membangun kesadaran kolektif, sebuah kesadaran yang tidak hanya mengakui masalah, tetapi juga berperan aktif dalam solusinya.

Penting untuk dipahami, bencana banjir yang kerap melanda Banten bukan hanya sekadar akibat dari faktor alam. Pola pengelolaan lingkungan yang kurang baik, penebangan hutan yang tak terkendali, serta kebiasaan masyarakat yang masih kurang peduli terhadap lingkungan, turut memperburuk kondisi.

Oleh karena itu, masyarakat harus dilibatkan sebagai agen perubahan, bukan hanya sebagai korban bencana. Masyarakat, dengan kesadaran yang tumbuh, dapat menjadi kekuatan besar dalam menjaga kelestarian alam dan memperbaiki kondisi lingkungan sekitar.

Kampanye edukasi menjadi kunci utama dalam menciptakan perubahan. Menanamkan pentingnya kebersihan lingkungan, pengelolaan sampah yang efisien, serta penghijauan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari harus menjadi fokus utama.

Tidak hanya itu, pola pikir yang mengedepankan pembangunan berkelanjutan harus ditanamkan sejak dini. Langkah-langkah ini tak hanya memberikan manfaat jangka pendek, tetapi juga mempersiapkan kita untuk mengatasi bencana di masa depan.

Namun, perubahan ini tidak bisa berjalan sendiri. Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha harus bersinergi.  Pemerintah harus tegas dalam menegakkan hukum terhadap pelanggaran lingkungan, memberikan insentif bagi upaya pelestarian alam, serta memastikan kebijakan yang ada benar-benar mendukung keberlanjutan.

Masyarakat, di sisi lain, harus lebih peduli terhadap lingkungan mereka, menjaga kebersihan, dan mendukung program-program pemerintah. Dunia usaha, terutama yang bergerak di bidang industri, perlu berkomitmen pada tanggung jawab sosial dan berinovasi dalam cara mereka berproduksi tanpa merusak alam.

Solusi-solusi tersebut perlu dimulai dengan langkah nyata. Pemetaan daerah-daerah rawan bencana harus segera dilakukan untuk mengetahui titik-titik kritis yang perlu mendapat perhatian khusus.

Infrastruktur yang ada harus diperbaiki dengan pendekatan yang ramah lingkungan, serta kebijakan yang mengutamakan keberlanjutan alam. Ini bukan hanya soal bertahan dari bencana yang datang, tetapi bagaimana merencanakan masa depan yang lebih harmonis dengan alam.

Kesadaran kolektif ini harus menjadi pijakan kita bersama, bukan hanya sebagai bentuk reaksi terhadap bencana, tetapi sebagai cara kita memandang masa depan. Banten, dan Indonesia pada umumnya, harus berani merancang tata kelola alam yang bijaksana dan berpihak pada keberlanjutan. Alam bukanlah musuh yang harus dijauhi, tetapi mitra yang harus kita jaga dengan penuh perhatian dan rasa syukur.

Membebaskan Banten dari banjir adalah perjalanan panjang yang harus dimulai dari sekarang. Ini bukanlah hal yang mudah, tetapi jika kita bergerak bersama, dengan langkah-langkah kecil yang penuh perhatian, kita bisa mewujudkan Banten yang lebih aman, lestari, dan harmonis dengan alam.

Hanya dengan kesadaran kolektif yang kuat, kita dapat menghadapi tantangan besar yang ada, serta memastikan bahwa generasi mendatang akan mewarisi bumi yang lebih baik. (Red) 

Bung Eko Suproatno, penulis adalah Pengamat sosial, akademisi, dan penulis yang fokus pada isu sosial dan lingkungan.

Editor: admin

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button